Already

1.1K 121 14
                                    

Siang itu, Gracia berada di sebuah kedai kopi, pengunjung tak terlalu banyak karena jam makan siang telah berakhir satu jam yang lalu. Gracia beberapa kali menatap pintu kedai, berharap orang yang dia tunggu segera datang. Gracia ingin membicarakan banyak hal, memberi penjelasan, dan menuturkan alasan yang logis mengapa Gracia ingin sekali bertemu seseorang itu.

Lonceng diatas pintu berbunyi tanda seseorang memasuki tempat itu, segera Gracia melempar pandangannya. Tersenyum singkat, Gracia lantas segera berdiri guna menyambut orang tersebut.

"Maaf terlambat, tadi ban mobilku pecah," jelas orang tersebut.

Gracia tersenyum maklum, mempersilahkan duduk, "duduk dulu, Shan, kamu mau pesan apa?"Gracia lalu memanggil pelayan.

"Kopi Vietnamnya satu mas, udah itu aja." Ujar Shani singkat, pelayan kemudian berlalu meninggalkan meja keduanya.

Selama beberapa saat, keduanya hanya diam. Sibuk dengan pikiran masing-masing. Jemari Gracia saling bertaut dibawah meja, menandakan jika dia tengah gugup. Sementara Shani tertunduk, baginya sepatu miliknya jauh lebih menarik dibanding sosok dihadapannya. 

"Uhhh, Shan," panggil Gracia.

Shani lantas mendongak menatap Gracia, "iya?"

"Kamu apa kabar?"

Satu hal yang paling dibenci oleh hampir semua orang, jika ada seseorang yang dulunya berarti dalam hidupmu menanyakan tentang kabar. Tidak adakah percakapan yang lebih baik dibanding hanya bertanya kabar? Sungguh, apa Gracia tidak bisa melihat dengan matanya sendiri, jika Shani baik-baik saja?

"Baik, seperti yang kamu lihat sekarang. Kamu sendiri apa kabar?" Jawab Shani. Shani hanya berbasa-basi, sebenarnya dia sudah tidak begitu peduli lagi dengan Gracia.

"Baguslah kalo kamu baik-baik aja," Gracia tersenyum, "aku juga baik kok."

Seorang pelayan mendatangi meja keduanya, lalu meletakkan pesanan Shani diatas meja.

Gracia meneguk orange juice miliknya, membasuh kerongkongannya yang mendadak kering.

"Shani," panggil Gracia.

"Kenapa?"

"Ada hal yang mau aku sampein ke kamu, penjelasan yang harusnya aku kasih dari dulu." Gracia menatap lurus pada Shani.

"Penjelasan apa, Gracia? Bukannya udah terlalu basi jika harus dibahas sekarang?"

"Iya aku tahu, semua udah terlambat. Tapi apa kamu ngga mau dengerin?" Gracia meraih tangan Shani, menggenggam dengan erat.

Shani menghela napas panjang, "baik, silahkan kasih penjelasan kalo itu emang penting buat kamu. Aku bakal dengerin."

Menarik napas dalam, Gracia mencoba mengumpulkan semua nyali yang dia punya. "Aku minta maaf, aku tahu apa yang aku lakuin tempo hari udah benar-benar ngga bisa ditolerir. Disaat semua sudah siap, aku justru memilih pergi, aku ninggalin kamu tanpa kasih kamu penjelasan terlebih dahulu."

"Semua itu udah berlalu, Gre, ngga ada yang salahin kamu, termasuk aku," Shani memaksakan senyumnya, "luka yang kamu tinggalkan buat aku, itu udah lama kering. Bahkan bekasnyapun ngga ada lagi."

"Tapi Shan, aku udah bikin semua orang kecewa. Orang tuaku, kakakku, orang tua kamu, semua orang yang kenal sama aku. Aku merusak semuanya, merusak rencana pernikahan kita, merusak nama baik kamu," Gracia tidak dapat menahan air matanya. "Disaat semua udah tinggal menunggu hari pernikahan kita tiba, aku malah kabur."

Shani sebenarnya tidak tega melihat Gracia menangis, tapi ego miliknya terlalu besar. "Yang lalu biarin berlalu, ngga perlu dibahas lagi, Gre, ngga akan pernah merubah keadaan juga."

Story GrshnWhere stories live. Discover now