janji

1.6K 138 5
                                    

Sam dan Gracia tengah berada di cafetaria.
Saling melempar canda ringan, sesekali menertawakan orang-orang yang lewat di depan mereka.

"Lihat deh, Gre. Cewek itu mukanya judes banget, gue sih ngga mau kalo punya istri kayak dia." Sam tertawa.

"Judesan juga muka lu, Sam."

"Enak aja!" Protes Sam.

Sekarang, Gracia yang tertawa. Menggantikan Sam.

"Ehh, Gre. Gue mau cerita deh sama lo."

Gracia menghentikan tawanya, menatap serius pada sosok Sam.

"Kenapa?"

"Masa gue udah nyiapin kata-kata buat janji suci pernikahan gue nantinya." Ujar Sam.

Gracia kembali tertawa, lebih kencang dari sebelumnya.

"Ish, kok lo malah ketawa sih." Rajuk Sam.

"Aduh, abisnya lo lucu. Emang lo kapan sih mau nikahnya? Sampe-sampe udah siapin dari sekarang." Ledek Gracia.

"Yeu. Secepatnya lah, Gre. Gue pengen nikah muda, minimal umur gue dua puluh tiga tahun. Maximal dua puluh enam."

"Ngga ada umur pastinya, Sam?"

"Ya pokoknya segitu, deh." Sam meyakinkan diri.

"Hoo gitu. Boro-boro deh mikir isi janji suci, kalo gue, buat mikir gimana besok aja sulit." Gracia menyeruput teh miliknya.

"Yaelah, lo mah emang gitu. Ngga pernah mikirin masa depan. Apalagi soal pernikahan." Sam menepuk tangan Gracia.

Gracia tersenyum.

"Malah senyum-senyum. Lo pas kecil ngga suntik campak ya?" Sam memukul paha Gracia.

"Ngomong seenaknya aja sih." Rajuk Gracia.

"Hehehe. Becanda. Lo mau tau ngga, apa isi janji suci gue nantinya?" Tanya Sam.

Gracia mengiyakan saja. Gracia juga penasaran, sebenarnya.

Sam menarik napasnya. Memegang kedua tangan Gracia. "Denger baik-baik ya. Gue ngga akan ngulangin lagi."

"Yaudah. Cepet deh." Ucap Gracia tak sabar.

"begitu tak terkira rasa syukurku karena Tuhan telah menciptakanmu lalu mempertemukanku padamu meski kau tahu awal pertemuan kita sungguhlah konyol tak seperti di film ataupun drama picisan yang sering kau tonton. Kau juga tahu bahwa kita ini benar-benar berbeda seratus-delapan-puluh derajat. Aku tidak seperti kau yang bisa menyusun sedemikian banyak warna hingga menghasilkan gambar indah. Sedangkan aku, berhasil mengucapkan izin mengajakmu kencan pada Ayahmu saja merupakan suatu pencapaian yang wajib diadakan syukuran setelahnya. Maka dari itu, izinkan aku menyelesaikan janji suci ini dan setelahnya kau boleh tertawa hingga perutmu—bahkan perut seluruh hadirin di sini juga ikutan sakit setelah tertawa mendengar janji suci yang teramat konyol ini,"

Sam menghentikan ucapannya sejenak. "Aku berhenti untuk memastikan bahwa kau belum ada niatan untuk tertawa seperti tadi."

Baiklah, Gracia akan coba menahan tawanya.

Sam memulai kalimatnya lagi, "aku—pacar pertamamu yang dalam dua menit ke depan akan menjadi suamimu berjanji dengan sungguh di hadapan Tuhan serta pendeta dan hadirin yang ada di sini
—jika nanti kau menghabiskan seluruh tabunganku untuk buku-buku gila dan alat rias kesukaanmu, aku tidak akan marah padamu meski aku kesal setengah mati;
jika nanti masakanmu terlalu asin atau bahkan gosong karena kau harus terburu-buru menemui clienmu, aku akan tetap senang memakannya dan berjanji tak akan memuntahkannya di manapun aku berada;
jika nanti saat di akhir pekan kau bangun kesiangan, aku akan selalu sabar membangunkanmu tanpa menyirammu dengan segayung air;
jika nanti kau selalu kusut ketika kita pulang bersama selepas kerja, aku mau bersikap sekonyol mungkin—bahkan meracau seperti kucing sekencang-kencangnya untuk menghiburmu;
jika nanti kau mau berhenti bekerja karena kau ingin mengurus serta mendidik anak-anak kita, aku akan bekerja dengan sangat keras dan selalu tersenyum ketika aku pulang bertemu denganmu—sang ibu dari buah hati kita;
jika nanti kau sakit—apapun sakitmu, aku tak akan segan menggantikan seluruh pekerjaan rumahmu sampai kau benar-benar membaik;
jika nanti ada suatu keadaan yang tidak sesuai dengan apa yang kita harapkan, aku tidak akan menyalahkanmu apalagi meninggalkanmu.
Aku akan selalu bersamamu baik senang maupun sedih; sehat maupun sakit; muda hingga tua; bahkan matipun aku tetap ingin bersamamu. Selamanya."

Gracia benar-benar terharu mendengar semua itu.

"Gue yakin, dia pasti menyukainya," ucap Sam tadi meruntuhkan rasa haru Gracia, "ayo kita pergi dari sini. Hari ini gue ada janji sama dia."

"Lo bakal nyeceritain hal tadi?" Tanya Gracia datar sambil meraih tas miliknya.

"Ah, tentu aja engga. Itu bakal jadi kejutan dari gue buat dia pas kami menikah nanti. Lo tunggu aja tanggal mainnya. Lo bakal gue undang kok, Gre." Jawab Sam sambil mengambil tas lalu mengajak Gracia untuk meninggalkan cafetaria itu.

Fin.

Ahh, janji pernikahan yang sangat manis. Tapi sayang, bukan untukku.
-Gracia.

Story GrshnМесто, где живут истории. Откройте их для себя