birth

1.4K 131 2
                                    

Gracia tengah menikmati pemandangan kota tempat dia tinggal dari atas bukit, kota terlihat indah jika di malam hari, lampu-lampu rumah penduduk serta lampu jalanan menambah kesan artistik. Disebelahnya, Shani juga melakukan hal yang sama, namun sesekali Shani mencuri lirik pada wajah samping Gracia.

"Kamu tahu tempat keren gini sejak kapan, Shan?"

Shani tersenyum, "udah lama sih, cuma aku sengaja kasih tahu kamu hari ini."

"Jahat ih, kenapa baru sekarang coba?" Gracia mencubit tangan Shani.

"Ya, kan, biar jadi surprise gitu di hari ulangtahun kamu," Shani berjalan menuju tikar lipat yang tadi dia bawa dari rumah, "duduk dulu, Gre."

"Nanti aja, Shan, aku masih pengen liat lampu."

Shani mendelik, "kan bisa nanti lagi, sekarang duduk dulu. Kamu ngga capek apa berdiri terus?"

Gracia menggeleng, "kenapa capek coba?"

Shani berdiri, menarik tubuh Gracia untuk duduk, "kalo dibilangin kenapa susah banget sih, ada aja jawabannya."

Gracia tertawa, "kalo penurut bukan Gracia namanya, Shan."

"Terserahlah,"

Shani mengambil sesuatu dari dalam mobilnya, beberapa bingkisan cukup besar tengah Shani pegang. Gracia memperhatikan dari jauh, kemudian Gracia tertawa lepas, saat Shani hampir jatuh karena tersandung sesuatu.

"Yeee malah ketawa, bukannya bantuin," Shani meletakkan bingkisan itu diatas tikar, lalu membuka satu bingkisan berisikan kue ulang tahun, "nih kuenya, sesuai permintaan kamu waktu itu."

"ihhh, kenapa warna coklat? Kan aku mintanya ungu! Nyebelin banget," protes Gracia, namun tetap mengambil potongan toping kue itu.

"Ribet ah bikin warna ungu, masih untung aku mau masak sendiri, bawel banget."

Gracia tertawa, "aku bikin kamu kerepotan ya?"

"Engga kok, tapi maaf ya, aku ngga bisa kasih kue sesuai keinginan kamu," wajah Shani murung.

"aku cuma becanda kali, Shan. Apapun warna kuenya, selagi kamu yang bikin, bakal jadi spesial banget." Wajah Gracia bersemu merah.

"Ya jelas dong," Shani meletakkan lilin dengan angka tujuh belas diatas kue itu, "sini aku nyalain lilin dulu, biar kamu bisa make a wish."

Sementara Shani menyalakan lilin, Gracia mulai memejamkan kedua matanya, senyum manis menghiasi bibirnya. Shani mengangkat kue itu, menaruhnya tepat didepan wajah Gracia.

"Nih udah, buruan Gre bikin wish. Pegel nih, mana ketiup angin terus apinya," Shani memberitahu.

Gracia menyatukan tangannya di dada, mulai menyebutkan hal-hal apa saja yang ingin dia capai pada usianya ke tujuh belas. Dirasa cukup, Gracia membuka mata lalu meniup lilin itu.

"Kado buat aku mana, Shan?" Todong Gracia.

Shani meletakkan kue itu, lalu mengacak asal rambut Gracia. "Aku aja belum kasih kamu ucapan, kamu main todong kado aja."

Sekali lagi, Gracia tertawa. "Becanda ih, kenapa hidup kamu selalu serius banget."

Shani mendengus malas, "selamat ulang tahun ya, Gracia. Sekarang kamu udah tujuh belas tahun, kan? Artinya sebentar lagi kamu memasuki masa dimana bakal pusing milih kampus dan jurusan yang tepat buat kamu."

Gracia cemberut, "apa sih."

Shani tertawa, "semoga kamu pantas buat mendapatkan segala hal yang kamu inginkan, Gre. Aku juga berharap kamu bisa ubah semua kebiasaan buruk kamu, juga dikurangi itu sifat ngeselinnya," Shani menarik kedua pipi Gracia, "kata mama kamu, kamu pengen jadi dokter ya?"

Gracia mengangguk semangat, "dokter spesialis anak."

"Semoga kamu bisa kejar mimpi kamu sebagai dokter ya, Gre. Semoga kamu bisa mencapai tujuan yang kamu miliki, biar anak-anak Indonesia bisa sehat semua."

Gracia mengamini setiap ucapan yang keluar dari mulut Shani.

"Terima kasih juga buat waktunya selama ini, udah memaklumi segala kekurangan aku. Apart of everything that happened between us, i still think you are one of the best people i've ever spent time with. Sekali lagi, selamat ulang tahun, Gracia." Ucapan Shani diakhiri dengan memeluk tubuh Gracia.

Gracia membalas peluk Shani, "kamu kenapa manis banget sih, Shan, kalo lagi ngomong?"

"Itu satu kelebihan aku, Gre, udah deh ngga usah rusak suasana." Shani mengeratkan pelukannya.

"Aku boleh buka kadonya, Shan?" Gracia lebih dulu melepas peluk.

Shani mengangguk, "buka aja, kan punya kamu."

Gracia dengan semangat membuka kado yang Shani buka, kemudian dia terkejut, "loh? Ini beneran kado buat aku?"

"Iya lah, ada tulisan 'buat Gracia' gitu dibungkusnya." Shani menjawab sekenanya.

"tapi masa kalender sama spidol sih, Shan."

Shani tertawa, "itu ada filosofinya, jangan diremehkan."

"Kalender mana punya filosofi, ngaco aja kamu."

"Kamu tahu ngga sih kalender itu, kan, isinya tanggal dalam satu tahun." Tanya Shani, "fungsi spidol juga buat coret-coret, kan?"

Gracia menanggapi dengan malas.

"Nah! Itu udah bener, Gre," Shani menarik kalender yang Gracia pegang. "Gini ya, Gracia, aku kasih kalender sama spidol buat kamu itu ada alasannya."

"Apa coba alasannya?"

Shani menarik napas dalam, "kamu bisa coret angka dalam kalender itu, dimana pada hari itu kita habisin waktu buat berdua. Atau pada tanggal tertentu, saat aku bikin kamu sakit hati, cemburu, atau pas aku lagi bikin kamu kesel. Nantinya aku bakal kasih kamu kalender tiap tahun, biar kamu selalu ingat terus sama aku." Shani tersenyum manis.

"Yaudah iya, makasih ya, Shani, manusia yang tingkat romantisnya itu cuma bisa dilihat sama orang jenius." Gracia meraih tubuh Shani untuk dipeluk.

Malam itu, mereka menghabiskan waktu berdua. Bertukar canda, berbagi kehangatan dengan saling memeluk satu sama lain, serta tak lupa beberapa kali sindiran halus terlontar dari Gracia soal kado kalender dari Shani. Tenang, Shani tidak sejahat itu, hanya memberi Gracia kalender. Bisa turun harga dirinya, soal kado yang lain, biar Shani, Gracia, serta angin malam yang tahu.

Mari kita akhiri cerita ini, dan selamat datang untuk pembaca baru, semoga kalian semua menikmati sedikit cerita yang saya sajikan. Jangan lupa untuk vote dan meninggalkan komentar. Sampai jumpa lagi kapan-kapan.

Sj.

Story GrshnWhere stories live. Discover now