Sembilan Tahun Yang Lalu

958 226 39
                                    



Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.




Anak laki-laki berumur tujuh tahun menggaruk kepala pelan, dia menatap bingung ke arah Ibu yang sibuk memakaikan dasi berwarna merah ke kerah adik kembarnya. Mata bulat sayu itu menundukkan pandangan, dahinya mengernyit.

"Kok Yuta gak punya dasi?"

Yuda, adik kembar Yuta menghampiri yang lebih tua dengan riang. "Hari pertama sekolah bareng Kak Yuta, Yuda seneng banget!" pekiknya sembari memeluk tubuh orang di hadapannya erat. Kepala Yuda berada di leher Yuta, membuat sang kakak berteriak geli walau tak ada satu pun yang mendengar.

"Yuda, ayo sarapan dulu." Ibu menarik lengan Yuda, menuntunnya meninggalkan Yuta.

"Kenapa Ibu tidak menggenggam tangan Yuta? Apa Yuta nakal?" Bibirnya mengerucut lucu, Bibi yang ada disana menepuk bahu anak itu dan mengajaknya ke dapur. "Bibi, kenapa Yuta tidak pakai dasi dan topi merah seperti punya Yuda?"

Bibi mengigit bibir, perempuan tua itu tidak terlalu paham dengan bahasa isyarat tetapi gerakan bibir Yuta mampu membuatnya ikut membisu. "Ah... itu karena kemarin Ibu kehabisan topi dan dasi." Bibi berbalik badan, menutupi air mata yang menggenang di pelupuk.

"Ibu datang terlambat ke toko, akhirnya hanya bisa membeli satu dasi dan satu topi." Wanita itu mengusap wajahnya sebelum menghadap Yuta. "Karena Yuta kakak, jadi harus ngalah sama Tuan Yuda. Inget pesan Bibi kan?"

Yuta mengangguk cepat, dia tersenyum lebar hingga menunjukkan jendela di deretan putih karena beberapa gigi Yuta sudah tanggal.

"Sebagai kakak, Yuta harus ngalah sama Yuda. Yuda masih kecil, masih segini nih, " ucapnya sembari menggambarkan bagaimana kecilnya sang adik.

"Bibi antar sampai supermarket aja ya, nanti Yuta naik angkot langganan Bibi."

__-__

Yuta berdiri di depan kelas, menarik-narik tali ransel lusuh karena sungguh dia takut dengan tatapan tajam yang Ibu berikan sembari memangku Yuda. "Apa Yuta gak usah masuk ya?"

Orang-orang tidak pernah menyadari bahwa Yuda dan Yuta adalah kembar serupa, mereka berdua memang tampak sangat berbeda. Pipi Yuda gembil, sedangkan milik anak itu tirus bukan main. Mata Yuda berbinar, sedangkan netra Yuta penuh kegelapan. Apalagi pakaian mereka, Yuda terlihat seperti anak orang kaya terurus dan Yuta seperti anak jalanan.

"Eh! Kenapa diluar? Ayo masuk sama Ibu." Perempuan muda menyambar tangan Yuta, membawa anak itu untuk duduk bersamanya di salah satu bangku yang disusun melingkar. "Perkenalkan saya wali dari kelas ini. Ibu-ibu bisa menemani anaknya untuk hari ini, tapi besok harus masuk sendiri ya."

"Pelajaran pertama adalah menulis nama masing-masing di buku tulis, disertai nama orangtua ya semuanya, " lanjutnya sembari tersenyum manis. Kepalanya menoleh ke arah Yuta yang duduk dipangkuannya. "Nama kamu siapa? Bawa buku tulis tidak?"

Mata Yuta berkedip-kedip lucu, dia terpesona dengan kecantikan dan kelembutan perempuan itu. "Nama aku Yuta, aku gak bawa buku tulis, " ucapnya dengan bahasa isyarat.

Perempuan muda mengernyitkan dahi, bertanya-tanya mengapa anak muridnya berbicara tanpa mengeluarkan suara. Dia lantas mengambil buku catatan kecil dan pulpen di tasnya, menyerahkan kedua benda itu kepada Yuta.

"Coba tulis, Ibu tidak bisa bahasa isyarat." Perempuan itu terkekeh sembari mengusak kepala Yuta dengan dagunya.

Perlahan sebuah kalimat tertulis di atas kertas itu, tulisan Yuta cukup bagus walau masih seperti ceker ayam. "Nama kamu Yuta, kamu gak bawa buku tulis karena ibumu kehabisan buku di toko tulis, " ujarnya.

"Berarti buku ini untuk Yuta saja, pulpennya juga buat Yuta. Ibu masih punya segudang buku di rumah, kalau Yuta mau bisa katakan pada Ibu." Perempuan itu mengusap punggung tangan Yuta, tersenyum simpul sembari memperhatikan Yuta yang kembali menulis.

Ibu-ibu memang dasarnya sangat heboh, mereka selalu saja memekik dan tertawa dengan suara yang besar. Namun wanita dengan rok span selutut dan blouse hitam tidak seperti ibu yang lain, dia terus saja menatap layar ponselnya sembari sesekali mengomentari tulisan Yuda.

"Ibu sudah bilang berapa kali jika huruf a tidak seperti itu, Yuda. Kamu ini belajar gak sih? Hari ini jam belajar Ibu tambah!" tekannya tanpa menoleh ke arah Yuda, dia hanya melirik tajam.

Yuda menundukkan kepala, mengigit bibir tak tenang. Dia tidak bisa membayangkan bagaimana lelahnya belajar dan duduk di kursi keras lebih lama dari biasanya, lima jam saja sudah membuat Yuda bolak-balik kamar mandi karena mual.

"Apakah semuanya sudah?" Pertanyaan perempuan muda itu dijawab teriakan sudah oleh murid-murid. "Sekarang kita menentukan pengurus kelas. Pengurus kelas saat ini hanya ada dua, yaitu ketua kelas dan wakil ketua kelas. Tugas mereka adalah membantu Ibu guru untuk mengatur teman-teman."

"Yang ingin jadi ketua kelas tunjuk tangan!"

Tidak ada satu pun anak yang mengangkat tangan, mereka malah memeluk Ibunya karena takut ditunjuk. Namun Yuta menepuk lengan perempuan yang melingkar di pinggang kecilnya. "Yuta ingin jadi ketua kelas boleh?"

Perempuan muda yang menjabat sebagai wali kelas menoleh, dia ingin menimpali tetapi pekikan anak di seberangnya sudah mendahului. "Ibu guru! Yuta ingin sekali jadi ketua kelas. Tapi dia bisu, jadi gak bisa teriak-teriak bilangin teman kelas karena suaranya gak keluar, " ucap Yuda sembari tersenyum manis.

Ibu mencubit lengan Yuda, membuat anak itu meringis dan kembali duduk tenang. Suasana menjadi canggung, wali kelas berusaha mencairkan suasana dengan mengajak murid-murid main game dan memberi mereka hadiah kecil.

"Yah... sudah waktunya berpisah, " sesal perempuan itu sembari cemberut. "Tapi gak papa, besok kita akan bertemu lagi. Dan ingat, ibu-ibu hanya boleh mengantarkan anaknya sampai gerbang saja. Selamat siang semuanya." Dia menundukkan tubuhnya sopan, membalas jabatan tangan wali murid yang pulang.

Semua sudah keluar dari kelas, tersisa Yuta yang masih duduk sembari menulis. "Kenapa Yuta tidak pulang?" Yuta menyodorkan buku itu kearah wali kelas, dia menunjukkan gummy smile andalannya. "Kamu mau tau nama Ibu?"

Perempuan itu menjabat tangan kecil Yuta. "Perkenalkan namaku Ren."



















Saya habis vaksin
Kalian sudah?

Yuda | YutaWhere stories live. Discover now