Jaehyun Aldrian

203 31 5
                                    

Sebenarnya Yuda cukup malu untuk mengungkapkan keresahannya pada sang sepupu, perbedaan usia mereka cukuplah jauh, tidak sejauh itu sebenarnya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Sebenarnya Yuda cukup malu untuk mengungkapkan keresahannya pada sang sepupu, perbedaan usia mereka cukuplah jauh, tidak sejauh itu sebenarnya. Hanya saja rasanya sangat memalukan meminta saran pada sosok yang lebih muda tiga tahun darinya, alias masih bocah sekolah dasar.

"Jadi intinya Bang Yuda butuh uang kan?" tanya anak laki-laki dengan wajah gembil, pipinya yang luber itu makin terlihat tebal lantaran memasukkan dua buah biskuit coklat sekaligus ke dalam mulutnya.

Hanya seorang Jaehyun Aldrian yang bisa berkeliling di jam sekolah secara bebas, memakan banyak makanan manis di cafe mahal tanpa perlu takut oleh guru ataupun orang tuanya, maklum anak kesayangan, lebih tepatnya dia saja yang terlalu nakal dan badung hingga semua angkat tangan.

Yuda mengusap wajahnya kasar, menganggukkan kepalanya pelan sebagai jawaban dari pertanyaan Jaehyun tadi.

"Tapi, lo kan dapet banyak duit jajan, " ucap anak laki-laki itu dengan logat betawi.

Wajah Yuda mengeras saat mendengar ucapan sepupu jauhnya itu. "Siapa yang lo panggil dengan kata LO itu? Cuma orang gede yang boleh ngomong lo gue, Bocil!" ucap Yuda dengan suara tegas, matanya yang sudah minimalis itu dibuat memicing agar membuat Jaehyun takut.

Mendengar perkataan Yuda, wajah Jaehyun lantas memerah, dirinya merasa sangat terhina dengan panggilan itu. "Jangan panggil aku bocil, Abang!" pekik anak laki-laki itu sedikit keras, untung saja tidak ada banyak pengunjung jadi mereka tidak menjadi pusat perhatian.

Yuda hanya bisa tertawa pelan, dirinya benar-benar merindukan sosok saudara laki-laki yang manis, dan terkadang Jaehyun adalah obatnya. Walau tidak sepenuhnya menyembuhkan, tapi rasa sakitnya menjadi berkurang. Yuda mendorong pelan cangkir berisi coklat panas, membuat tangan Jaehyun terjulur, mengambil cangkir berisi coklat panas dan menyeruputnya.

Melihat yang lebih muda mudah sekali mereda amarah, Yuda hanya mampu tersenyum. Bukan Jaehyun Aldrian namanya jikalau tidak moody-an, dia memang anak gembul sedikit nakal nan manis lantaran lesung pipit di kedua pipinya.

"Jual semua yang Abang punya, " ucap anak kelas enam SD itu santai, menaruh kembali cangkir di meja bulat di depannya. "Jaehyun gak bisa bantu banyak karena Abang tau? Hanya yang ada di atas pemenangnya."

Jaehyun Aldrian, sepupu jauh dari seorang Yuda Al-hanan. Keluarga Jaehyun adalah satu-satunya keturunan Al-hanan yang memisahkan diri dan memutus tali ikatan, tidak ingin berkontribusi ataupun saling mengurusi. Karena itulah tidak ada nama Al-hanan di belakang nama Jaehyun.

Tidak perlu dibahas disini, itu lain cerita, tidak ada hubungannya dengan Yuda yang tidak menyukai Al-hanan.

__-__

"Kapan minggu ujian dimulai?"

Pertanyaan Yuda membuat para sahabatnya yang tengah menyantap roti bakar menolehkan kepala, tidak biasanya Yuda mau membahas perihal ujian kala mereka sedang berkumpul di markas.

"Kesambet lo?" tanya Wira seraya memicingkan mata, dia kembali menggigit roti bakar isi coklat kacang kesukaannya.

"Kita ada bisnis baru." Yuda menyeringai, tentu saja itu membuat kedua sahabatnya merinding. Kecuali Tei yang malah menatap tak suka, menurutnya wajah Yuda sangat menyebalkan dan anak itu harus segera disadarkan.

DUK! Anak laki-laki dengan rahang tajam itu meringis, lemparan botol mijon yang masih penuh dari tangan Tei mengenai telak kepala Yuda.

"Sejak kapan kita punya bisnis? Jangan bikin gue darah tinggi deh!" marah Tei, anak laki-laki itu seperti iblis kecil, mudah sekali marah dan meledak.

Yuda mengusap kepalanya, masih meringis tapi dirinya tidak ingin membalas Tei sekarang. Bukan pertengkaran yang ingin anak laki-laki itu bahas, namun uang dan bisnis yang ada di dalam kepalanya.

"Mungkin lo semua gak butuh uang, " ucap Yuda seraya mengeluarkan secarik kertas dari dalam saku seragam sekolah. "Tapi siapa yang gak mau uang?" tanyanya seraya tersenyum miring.

Tei memicingkan matanya, Gefa menaikkan satu alisnya, dan Wira malah tersenyum lebar. Melihat reaksi ketiga sahabatnya Yuda tersenyum, senyuman itu lebih lebar dari milik Wira.

Tidak akan pernah ada orang yang memahami ketiga anak laki-laki itu kecuali Yuda Al-hanan, tidak akam pernah ada, camkan itu. Walau mereka hanyalah sosok anak yang hampir remaja, tapi percayalah, jiwa mereka sudah terlalu dewasa lantaran dipaksa oleh banyaknya keadaan tak terduga.

Tei, hampir sebagian hidupnya berada di keluarga yang lebih dari kata cukup, beberapa tahun terakhir anak itu mengenyam banyak harta hingga bingung mau diapakan lagi. Tapi tentu itu tidak membuat Tei puas, anak laki-laki itu haus akan sesuatu yang paling dicari oleh semua orang satu dunia, dia ingin memakan harta dari tangannya sendiri bukan boleh pengasih.

Sedangkan Wira, anak laki-laki yang kini tersenyum lebar saat Yuda menjelaskan sistematis dari bisnis yang akan mereka jalani itu lebih dari Tei, Wira adalah definisi rakus sebenarnya. Kemiskinan yang pernah melanda dirinya juga Gefa dan Tei, membuat Wira gila akan sesuatu yang bernama uang.

Bagaimana kalau Gefa? Anak itu hanya mengikuti yang lebih tua, dirinya selalu taat, ya walau tingkahnya cukup menyebalkan tapi sungguh Gefa tidak akan pernah berani membantah perkataan Yuda, Tei, ataupun Wira.

"Uang...," gumam Wira pelan, anak itu benar-benar mirip dengan anjing yang tengah melihat tulang mengkilap, berliur. "Lo tenang aja, Yud. Lo bakal dapatin semua yang lo mau, semuanya, " lanjutnya seraya merangkul bahu Yuda.

Tanpa mereka tau ada seseorang yang menatap mereka dari balik jendela. "Dasar anak-anak, aneh banget, jijik! Aku jijik!" ucap Pak Bama, guru laki-laki yang memang sedikit kemayu.

Duk! Duk! Duk! Pak Bama memukul kaca jendela dengan keras, membuat keempat anak laki-laki itu lantas berdiri dari duduk mereka. "Dasar anak nakal! Ngapain kalian di tempat kumuh begini? Istirahat itu di kantin sekolah, dimana kek saya gak mau tau juga, tapi jangan di tempat kumuh. Ih... jijik! Bapak jijik!" pekik pria itu dengan suara melengking, sampai-sampai terdengar ke dalam ruangan tempat empat serangkai yang tertutup rapat.

"Hampura, Bapak geulis!" (Maaf, Bapak cantik) teriak Gefa seraya melarikan diri dari ruangan yang memang cukup kumuh, disusul oleh ketiga sahabatnya yang menahan tawa lantaran melihat wajah Pak Bama yang bersemu saat dipuji cantik oleh Gefa.

"Dasar anak-anak nakal!"










Yuda | YutaWhere stories live. Discover now