Seranjang

37 7 0
                                    

Pelajaran apa yang kalian dapat dari orang tua kalian? Apakah ada makna yang bisa kalian ambil saat mengalami banyak hal selama bertahun-tahun di atas atap yang sama dengan kedua orang tua kalian? Apa banyak sekali ketidaktahuan kalian yang terjawab oleh tingkah laku ataupun kebiasaan kedua orang tua kalian?

Mungkin beberapa dari kalian akan menjawab iya, menjabarkan banyak hal hingga rasa-rasanya penjabaran itu dapat dijadikan sebuah buku, atau mungkin penjabaran itu dapat dibuat sinetron dengan banyak episode seperti sinetron tukang bubur naik haji. 

Memang benar adanya jikalau guru pertama adalah sosok orang tua, dimana merekalah yang mempergakan bagaimana aslinya manusia yang sudah matang. Tetapi terkadang tidak semua anak mendapatkan orang tua yang seperti ada pada buku cerita anak-anak, tidak semua anak mendapatkan orang tua yang selalu membuatkan segelas susu penghantar tidur dan tidak lupa dengan sebuah kecupan sebelum akhirnya menarik selimut. Tidak semuanya.

Terkadang ada yang bernasib buruk, mendapatkan orang tua yang hatinya tertutup oleh berbagai macam perasaan tak baik. Entah ada yang merasa dendam dengan orang tua-nya sendiri hingga melimpahkan kepada anaknya, ada yang jengkel lantaran anaknya tidak sesuai harapan, ada juga yang menanam rasa benci karena faktor kerasnya sebuah takdir. Mereka, para orang tua yang gagal selalu punya alasan, alasan yang cukup jelas.

Tetapi apakah sikap mereka dapat dibenarkan? Tentu tidak, tidak akan pernah bisa dibenarkan. Dan sosok Yuta, pemuda dengan tubuh kurus itu naasnya mendapatkan nasib buruk, dirinya hidup dengan orang tua yang sungguhan tidak punya hati untuknya. Tidak ada segelas susu sebelum tidur, tidak pernah ada kecupan, jangankan hal-hal seperti itu. Yuta, pemuda malang itu bahkan tidak mendapatkan makanan dengan gizi yang cukup. 

Dari semua sikap buruk orang tuanya, Yuta tidak pernah sempat belajar bagaimana sikap seorang manusia matang yang benar karena dirinya tau bahwa orang tuanya salah, Yuta tidak pernah tau bagaimana perasaan-perasaan lainnya selain rasa marah dan dendam, Yuta juga tidak mengenal bagaimana cara memberikan pujian yang baik karena dirinya selalu saja mendapatkan hinaan. 

Yuta tidak bisa belajar dari orang tuanya, dari kedua manusia yang berjanji kepada Tuhan semesta alam akan merawatnya saat dirinya belum terlahir di dunia. Jadi apa yang bisa diharapkan dari Yuta, tidak ada rasanya. Tapi tadi, tadi sekali, perihal itu baru saja terjadi di taman sore hari ini. Yuta merasakan perasaan lain, dulu dia pernah merasakannya samar-samar ketika Mila memberikannya secarik kertas berisi tulisan "Kamu cocok menjadi wakil ketua kelas"

Namun, saat itu hanya terasa samar-samar, getaran menggelitik diperutnya terasa sama saat melihat Yuda yang tengah mengintip-intip untuk melihat dirinya. Tapi tadi, saat di taman, saat keberanian yang datang entah darimana itu. Yuta akhirnya merasakan perasaan yang begitu jelas, rasanya seperti ada yang menggelitik perutnya hingga tenggorokannya terasa tercekat karena ingin sekali berteriak tetapi dirinya tahan.

Apa Yuta merasakan rasanya sebuah asmara, rasa yang tidak pernah ditunjukan oleh kedua orang tua yang tidak pernah memamerkan kemesraan lantaran terlalu sibuk mengejar dunianya masing-masing, rasa yang bahkan tidak pernah dia dapatkan lantaran jarang mendapatkan cinta dan kasih sayang. Apa itu rasanya asmara?

Yuta yang bingung dengan apa nan terjadi dengan dirinya menutup wajah dengan bantal lusuh, menggigit seprai yang warnanya sudah pudar itu lalu berteriak dengan keras, ya walau tidak terdengar apapun, tapi sungguh Yuta ingin melampiaskan rasa aneh dan asing itu.

Sedangkan Yuda, adik dari Yuta yang tengah mengintip-intip dari celah pintu kamar mengernyitkan dahinya lantaran bingung. Apa yang terjadi dengan kakaknya, tidak biasanya Yuta melakukan hal aneh seperti ini. Jikalau kakaknya itu sedang tertimpa masalah besar ataupun dilanda kesedihan bukan kepalang, Yuta hanya akan menangis seraya menyandarkan dirinya di tembok kamar, biasanya seperti itu.

Karena terlanjur penasaran dan tidak bisa lagi ditahan, Yuda makin memajukan kepalanya, berniat untuk melihat lebih jelas. Tapi tetap saja tidak terlalu jelas lantaran celah pintu yang tidak ditutup rapat itu tidaklah besar, membuat Yuda makin memajukan kepalanya dan berharap dapat melihat lebih jelas tanpa perlu diketahui kehadirannya.

BRUK! Yuda jatuh tersungkur, wajah bagian samping lebih dulu menyentuh lantai dingin kamar kakaknya. Ini adalah akibat dari rasa penasaran yang keterlaluan. "Aduh!" pekiknya keras saat lantai dingin bersetuhan dengan pipi kirinya, sungguh sakit hingga air mata keluar dari kedua netra gelap miliknya. 

"Yuda!" Yuta dengan cepat melompat turun dari ranjangnya dan berlari menghampiri si bungsu, membantu adiknya itu bangkit dari posisi tersungkur. "Pipimu tidak baik-baik saja, Yuda. Sebentar, " ucapnya dengan bahasa isyarat yang cepat, membuat lawan bicaranya yang masih berkunang-kunang dibuat bingung.

Yuta berlarian menuruni anak tangga, menghampiri ruang tengah dan mengambil kotak obat di laci lemari televisi, lalu kembali berlari ke atas. Dia melihat Yuda yang sudah tertidur di ranjangnya yang keras, mata adiknya tertutup rapat dan tangan si bungsu itu memegang pipi kirinya yang memerah.

Pipi yang terbentur lantai itu tidak hanya memerah, namun juga ada luka kecil yang menghasilkan darah segar. Luka itu terbentuk lantaran lantai kamar Yuta tidak begitu halus, keramik yang sudah pecah-pecah dan membuat sebuah celah penyebab dari luka itu. 

Tangan Yuta terangkat, memegang tangan Yuda dengan pelan dan memindahkannya. "Apa Yuda benar-benar tertidur?" tanyanya dengan kekehan yang mungkin bisa terdengar jelas jikalau kalian melihat gerak bibir dan raut wajahnya. "Lucu sekali adikku. Ternyata masih sama seperti dulu, terjatuh, menangis, dan tertidur."

Dengan telaten Yuta membersihkan luka yang ada di pipi kiri adiknya, memberi sedikit obat merah yang membuat si bungsu meringis di dalam tidurnya, lalu menutupnya dengan plester. "Sudah selesai." Yuta menutup kembali kotak obatnya dan juga menaruh benda itu di tempat seharusnya, karena jikalau tidak kedua orang taunya akan mengamuk karena Yuta ketahuan memakai benda yang mereka beli dengan kerja keras mereka. Sialan memang.

Pemandangan yang damai, adik kesayangannya kini tertidur pulas di ranjangnya yang keras, itu cukup membuat Yuta meringis sekejap lantaran dirinya sangat paham bagaimana tidak nyamannya tidur di ranjangnya sendiri. Melihat masih ada ruang di atas ranjang untuknya, tanpa pikir panjang pemuda itu langsung naik ke atas ranjang dan membaringkan diri.

Bulu mata panjang yang indah, bibir mengerucut lucu yang membuat Yuta berasumsi jikalau adiknya mengalami mimpi buruk menyebalkan, dan juga surai yang mengundang tangannya untuk terus mengelus helaian surai itu. Mata Yuta mulai memanas, air mata terbentuk begitu saja dan turun tanpa permintaan pemuda itu. 

Tidak pernah ada keyakinan pada dirinya jikalau hal ini akan kembali terjadi, dimana dirinya akan tidur satu ranjang dengan adik kesayangannya. Ini keajaiban bukan? Atau ini hanya mimpi indah yang diidam-idamkan oleh Yuta? Atau apa?

Jikalau memang ini mimpi, Yuta rela untuk terus tidur selamanya, sama seperti sekarang, pemuda itu telah menutup kedua matanya dan dengan cepat menuju alam mimpi lantaran takut perihal bagaimana jika semua ini adalah mimpi.

"Tidur yang nyenyak, Kak Yuta."

Yuda | YutaWhere stories live. Discover now