Kupu-Kupu

32 6 0
                                    

Alasan, dimana dasar seseorang melakukan sesuatu hal, dimana sumber dari segala sumber yang membuat seseorang memilih tindakan. Ada yang mengatakan jikalau alasan adalah hal terpenting, tidak akan ada orang yang melakukan atau memilih suatu hal tanpa alasan yang jelas, kira-kira begitu katanya. 

Tetapi, Yuta, seorang remaja tahap awal yang kini masih terbaring di atas ranjang nan kerasnya serupa dengan halaman di depan rumah besar keluarganya, tidak beranggapan sama seperti apa yang dikatan oleh orang-orang. Jikalau memang alasan adalah hal yang paling penting, mengapa dirinya tetap bertahan walau tidak ada alasan yang jelas? Mengapa Yuta tetap berada di rumah menyeramkan dengan banyaknya teriakan hina nan menghantuinya padahal dirinya tidak mempunyai alasan?

Yuta tidak memiliki alasan untuk terus bertahan, dirinya tidak diinginkan siapapun bukan? Mimpi-mimpinya juga tidak akan pernah terwujud bukan? Tidak ada hal baik yang akan muncul di depan matanya, namun mengapa Yuta terus berada di atas dunia dan menatap masa depan? Sungguh tidak masuk akal bukan?

Namun, perkataan gadis dengan mata indah kemarin mampu membuat Yuta terdiam dan kembali bertanya-tanya, kembali mencari-cari dimana letak alasan yang mungkin saja ada. Naas, Yuta tidak memilikinya. Sekeras apapun dirinya mencoba, selama apapun otaknya berputar, tidak akan pernah ada jawaban untuk pertanyaan yang satu itu.

"Apa harus memiliki alasan?" tanya Yuta tanpa suara, hanya gerakan mulut yang membuat hembusan angin. Pemuda belum matang itu kini menutup kedua matanya dengan salah satu telapak tangan, menghirup udara yang ada disekitar lalu menghembuskannya perlahan.

Yuta dengan cepat bangun dari tidurnya, terduduk dengan wajah super duper terkejut layaknya orang yang mendapati dirinya akan didatangi oleh tim bedah rumah. Memang anak remaja tahap awal, suka sekali berlebihan dalam berekspresi. Yuta tidaklah mendapatkan kabar jikalau rumahnya akan dibedah, atau bahkan mengingat jikalau hari ini adalah hari sekolah dan bukannya hari minggu.

Anak itu hanya baru saja sadar jikalau dirinya harus melakukan rutinitas favoritnya, yaitu duduk di taman perumahan dengan dipayungi oleh pohon rindang. Hanya itu, tidak ada hal menakjubkan seperti apa yang kalian bayangkan.

Tanpa memperdulikan seprai yang berantakan karena tingkat ributnya saat turun dari ranjang, pemuda itu langsung berlari ke luar kamar dan menuruni anak tangga dengan cepat. Yuta bisa melakukan itu semua jikalau kedua orang tuanya sedang berada di luar rumah, seperti sekarang. Entahlah kemana kedua makhluk yang tidak mengakui kehadiran Yuta, anak sulung mereka saja tidak tau-menahu.

Suara langkah Yuta yang sungguh seperti orang yang ingin keluar dari kebakaran membuat Yuda nan tengah menikmati acara televisi kesukaan di ruang tengah menoleh, tersenyum miring ketika melihat sosok kakaknya yang kini tengah sibuk mencari sepasang sandal di rak dekat pintu keluar.

Sudah beberapa kali Yuda melihat betapa semangatnya Yuta, dan hal itu sungguh menjadi obat baginya yang kadang kembali dihantui rasa bersalah. Helaan napas panjang dikeluarkan oleh Yuda saat sadar jikalau dirinya malah melamun cukup lama, sampai-sampai sosok Yuta yang tadinya ada kini telah pergi dari jangkauan matanya.

Pohon rindang, rumput pendek nan lembut, kolam air mancur kecil. Sungguh pemandangan yang sudah cukup membuat Yuta tenang. Tidak ada suara memekik, tidak ada teriakan menghina, tidak ada kata-kata kotor, tidak ada semua itu. Hanya ada suara rantai sepeda yang dikayuh kuat, suara anak kecil yang tertawa riang kala menuruni perosotan, dan juga suara gesekan ranting pohon.

Semuanya cukup tenang, sampai dimana Yuta ketimpahan sesuatu yang sangat besar hingga dirinya yang tadi dalam posisi duduk bersila di atas hamparan rumput pendek kini harus berbaring sembari menatap wajah memerah milik Mila Akanan.

"Mila?" tanya Yuta dengan gerakan bibirnya yang dapat dibaca oleh Mila.

Gadis yang dipanggil itu hanya terdiam dengan pipi merona, Mila Akanan kini benar-benar mirip dengan tomat kelewat matang. Sungguh gadis itu tidak tau harus berbuat apa selain duduk di atas perut Yuta, dia bahkan menahan napasnya dan hal itu membuat wajahnya makin memerah.

"Lo kebiasaan banget, Mil! Orang mah kalau mau panggil, panggil aja. Jangan ragu-ragu!" pekik seorang gadis lain yang berdiri tidak jauh dari Mila dan Yuta. Gadis dengan rambut menjuntai itu bertolak pinggang, mulutnya masih sibuk menggerutu seraya mengunyah permen karet. "Lo!" ucapnya seraya menunjuk Yuta dengan jari telunjuknya. "Temenin sepupu gue disini, gue mau cari makan dulu. Oke?" lanjut gadis itu.

Yuta yang masih terkejut hanya bisa menganggukkan kepala, mengiyakan perkataan gadis yang mulai berjalan menjauhi mereka berdua. Setelah ditingal begitu saja setelah di dorong oleh sepupunya sendiri, Mila masih terdiam dan tidak bangkit dari atas perut Yuta. Dirinya begitu malu, tubuhnya begitu kaku hanya untuk berpindah tempat, bahkan lidahnya juga begitu kelu untuk meminta maaf atas tindakan dirinya dan juga sepupunya.

Mila, gadis yang sedang bertamu ke rumah sepupu terdekatnya itu mengalami kejadian yang tak terduga. Dimulai dari dirinya bertemu dengan Yuta yang sedang duduk di taman ketika dirinya dan sepupunya berjalan-jalan, sampai akhirnya dirinya berada di atas perut teman satu sekolahnya karena sepupu gadis itu sungguh geram dengan tingkah malu-malu kuda Mila saat ingin menghampiri dan menyapa Yuta yang terlihat duduk sangat tenang.

Ternyata Mila cukup berat, pemuda yang ditimpa oleh Mila mulai mengeluh karena perutnya sakit. Dengan berat hati, tanpa berniat membuat merah di pipi gadis itu makin merah, Yuta akhirnya memberanikan diri untuk menepuk pundak Mila agar gadis itu sadar dan mau berpindah tempat. Dan benar saja, setelah ditepuk secara otomatis Mila berpindah tempat, sangat cepat hingga membuat Yuta terkekeh pelan melihat tingkah teman satu sekolahnya.

"Maaf, " ucap Mila pelan, sangat pelan, namun tenang saja Yuta tetap mampu mendengar suara gadis itu.

Yuta menggelengkan kepalanya ke kenan dan ke kiri, tersenyum manis sebelum akhirnya mengangkat tangannya untuk memegang dagu gadis di sampingnya, menarik pelan dagu tumpul itu hingga membuat Mila yang tadinya tengah membuang wajahnya, kini menghadap Yuta. 

Gadis itu terdiam, matanya membola sempurna ketika wajah Yuta begitu dengan wajahnya yang sekarang sudah bukan lagi seperti tomat kelewat matang, melainkan tomat yang sudah busuk. Oh ayolah, Mila hanya seorang gadis remaja tahap awal yang mulai penasaran dengan rasa bertajuk asmara. Perut yang dipenuhi kupu-kupu terbang dan menggelitik yang ada pada cerita romansa di platform kesukaannya, hari ini, detik ini, terjadi pada dirinya sendiri.

"Tidak ada apa-apa, Mila, " ucap Yuta menggunakan bahasa isyarat.

Yuda | YutaWhere stories live. Discover now