Ruang Penyimpanan

775 167 26
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Bunyi pintu loker terbuka sangat riuh, bersautan dengan tawa dan bincang para siswa-siswi yang memenuhi lorong lantai dua untuk mengambil seragam olahraga.

Yuta membuka loker dengan nomor 17, lantas menghembuskan napas sembari mengusap wajah. Baju olahraga yang baru saja dibelikan tiga bulan lalu oleh Pak Bahari terlihat mengenaskan di dalam loker itu.

Tersobek, terpotong, bahkan ada permen karet dan telur pecah yang menempel di baju olahraga milik Yuta. Dia kembali menutup loker, namun jemari lentik menahan tangannya.

"Kenapa ditutup?" tanya Mila yang sengaja datang ke lantai dua hanya untuk mengecek keadaan Yuta.

Tragedi ulang tahun Jum'at mampu membuat Mila menjadi lebih protektif, dia selalu saja berada di sekitar Yuta selama dua bulan belakangan ini. Entah muncul di jendela samping meja Yuta, tiba-tiba ada di depan pintu kelas, atau di depan loker seperti sekarang.

Bahu anak perempuan itu mendorong badan Yuta, tangannya menarik handle pintu loker. Mila menatap datar ke dalam loker dan langsung menutupnya.

"Yes kita bolos!" pekiknya sembari menarik lengan Yuta keluar dari kerumunan.


__-__



Sepasang netra bulat itu makin membola saat angin kencang menghempas helaian rambunya.

"Indah, " gumam Yuta.

Pohon-pohon tinggi nan rimbun bergoyang ke kanan dan ke kiri, ranting-ranting yang bergesekan membuat suara laksana seruling.

Beberapa daun terlepas dari tempatnya, mengambang menyentuh aliran udara dan mendarat di rooftop sekolah, memenuhi tempat Yuta dan Mila berdiri.

Anak laki-laki itu terlihat bersemangat, dia menoleh ke segala arah, matanya mencoba menjangkau setiap objek yang berada di bawah sana.

"Lebih seru disini daripada olahraga di lapangan." Mila menarik kursi kayu panjang yang dia pinjam dari gudang tiga bulan lalu. Catat, Mila meminjam bukan mencuri. "Duduk, Yut. Diri mulu gak pegel?"

Yuta terkekeh, mengambil posisi di sebelah Mila. "Bagaimana kamu bisa memiliki kunci pintu rooftop?" tanyanya dengan bahasa isyarat.

Mila mengernyitkan dahi, dia tidak mengerti apa yang Yuta katakan karena bibir anak itu bergerak terlalu cepat. "Jangan cepat-cepat, aku tidak bisa membaca gerak bibirmu." Mila mengerucut, dia bersedekap dada. Membuat anak di depannya tertawa gemas.

"Bagaimana kamu bisa memiliki kunci pintu rooftop? Pintu ini selalu dikunci, Mila."

Anak perempuan itu mengetuk-etuk dagunya dengan telunjuk, matanya menyipit mencoba mengingat bagaimana kunci rooftop bisa ada di tangannya. "Ah!" Mila menjentikkan jari, dia sudah tahu jawaban dari pertanyaan Yuta.

Yuda | YutaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang