Iba

734 133 18
                                    

"Kenapa kamu lakukan ini, Yuda! Kenapa kamu tega berbuat hal keji? Kenapa, Yuda? Kenapa? Jawab saya, Yuda!"

Teriakan perempuan muda itu membuat darah Yuda semakin mendidih, wajahnya memerah bukan kepalang. Dia memukul telak meja guru yang ada di hadapannya, sampai-sampai perempuan muda di seberang sana tersentak.

"Karena aku takut! Aku takut mereka memukulku, aku takut mereka menyuruhku masuk asrama, aku takut ruangan sempit itu!" teriaknya frustasi, jemarinya meremat surai erat.

Bu Ren menitihkan air mata, hatinya sesak melihat anak yang masih kelas enam bisa sampai seperti ini. Tetapi hatinya lebih sakit mengingat Yuta yang terbaring di rumah sakit sekarang.

"Lantas bagaimana dengan Yuta? Apakah dia pantas menerima ini hanya karena ketakutanmu? Dia tidak pantas, Yuda. Dia tidak pantas menerima ini semua, " isak perempuan muda itu dengan napas tersendat-sendat.

__-__

Yuda mengambil kertas itu, dia melihat-lihat sebentar lembar jawaban Yuta yang membuatnya mengigit bibir.

"Maaf, kali ini aku tidak bisa menjadi pahlawan."

Tanpa pikir panjang anak berumur sebelas tahun itu mengubah tulisan di kolom nama pada lembar jawaban, menukar miliknya menjadi milik Yuta dan sebaliknya. Ada sedikit rasa bersalah di lubuk hatinya, tapi dia berpikir lagi.

Bukankah Yuta sering mendapatkan nilai jelek, anak itu sudah terbiasa kan? Jadi tidak apa-apa, sekali ini saja Yuta yang mengalah. Sekali ini saja sang kakak yang membantunya keluar dari masalah. Toh Yuda juga cukup sering membantu Yuta lari dari hukuman Ibu dan Ayah, ini adalah waktunya membayar.

Ya, alasan itu semua yang membuat Yuda menukar lembar jawaban hingga hari terakhir ujian. Perkataan tidak apa-apa, sekali ini saja, dan yang lain membawa Yuda kepada peringkat pertama di rapot akhir semester genap.

"Selamat, Bu. Yuda kembali meraih peringkat pertama." Bu Ren menyerahkan buku tebal itu kepada wanita dengan blouse putih bersih.

Lusi menyeringai lebar, hatinya berbunga-bunga melihat nilai sempurna namun palsu milik anak kebanggaannya.

"Ini rapot Yuta, saya, -"

Deham dari wanita itu membuat gerakan tangan Bu Ren yang berniat menyerahkan rapot Yuta terhenti.

"Kamu seperti tidak pernah belajar dari kesalahan ya? Seperti biasa, kirim saja lewat email, permisi."

Bu Ren menghembuskan napas kasar, mengigit bibirnya geram dengan sarkasme ibu dari murid kesayangannya.

Mobil baru mengkilap yang baru saja dicuci kemarin berhenti tepat di garasi. Saat Lusi ingin membuka pintu, bunyi notifikasi ponselnya membuatnya mengurungkan niat. Dengan cepat Lusi menyambar ponsel, membuka email dan memejamkan mata kala membaca nilai merah Yuta. Bahkan ada angka dua disana, dia benar-benar tidak percaya telah melahirkan anak itu.

"Bajingan kecil ini! Aku sudah memberinya kebebasan selama satu tahun penuh, dan dia menyia-nyiakan itu, " dumal Lusi sembari berlari keluar mobil, memasuki rumah dan mendobrak pintu kamar anak sulungnya.

Yuta yang sedang menulis buku harian terbelalak melihat Ibu, wajah wanita itu sangat merah dan Yuta yakin ini bukan pertanda baik.

Lusi menyambar surai anak sulungnya, menariknya, memaksa kepala Yuta untuk mendongak menatap matanya.

"Mengapa kamu bodoh sekali? Enam tahun berturut-turut mendapat nilai merah, untung saja perempuan itu mau membantumu naik kelas. Jika tidak? Saya yakin kamu bahkan tidak berhasil memasuki kelas dua!"

Yuda | YutaUnde poveștirile trăiesc. Descoperă acum