Mau Nilai Aman?

54 4 0
                                    

Mengalir, apa yang muncul dibayangan benakmu? Apa yang jatuh dipikiranmu kala pertama kali mendengar kata mengalir? Mengalir, cairan yang terjatuh lalu berjalan menyusuri tiap celah yang bisa digapai, menembus lubang-lubang kecil yang bahkan tidak pernah disadari oleh kita para manusia. Apa penjelasan itu cukup sama dengan jawaban yang kalian semua miliki? Jikalau berbeda, apa?

Bagi Yuda, mengalir adalah cara terbaik untuk terus hidup, cara terbaik agar dirinya bisa selalu berada di atas tanah dan menapak seraya menghirup udara lepas. Yuda mengibaratkan dirinya sebuah air, dia bisa menjadi bentuk apapun seperti apa yang dijadikannya wadah sebagai tempat tinggal sementara.

Yuda bisa berbentuk bulat, kotak, limas, atau apapun. Yuda bisa menjadi apapun, dirinya terlalu seperti air sehingga mudah sekali untuk terbawa arus, terombang-ambing, dan akhirnya tidak mempunyai tempat untuk berdiam barang sejenak. Tapi mau bagaimana lagi, sudah begitu takdirnya mungkin.

Selalu diatur, diarahkan, diberi banyak wejangan sedari dirinya mulai bisa berjalan dengan kedua kakinya. Itu semua sudah cukup menjelaskan bagaimana seorang Yuda benar-benar tidak akan bisa menjadi dirinya sendiri, sudah cukup menjabarkan jikalau Yuda tidak akan pernah bisa memilih langkah benarnya sendiri. Yuda, tidak akan bisa apa-apa tanpa perkataan orang lain.

Katakanlah dia tidak punya pendirian, tapi mau bagaimana lagi, sudah begitu jalan yang dibuat oleh kedua orang tuanya. Yuda tidak berhak atas apa-apa di dalam kehidupannya sejak dahulu, pekerjaannya hanya menyenangkan hati orang lain, dirinya terlahir hanya untuk membawa banyak senyuman di wajah orang lain tapi tidak di wajahnya.

Jikalau kalian berpikir hanya Yuta yang sakit, hanya Yuta yang mendapatkan banyak luka. Kalian akan berucap maaf di hari ini, di waktu ini. Yuda memang terlihat begitu sempurna, begitu menarik, begitu tidak ada celah. Tapi sungguh, tubuh anak itu penuh luka, penuh nanar yang mungkin akan membuat setiap dari kalian menitihkan air mata.

Mungkin, tidak ada yang percaya bagaimana kerasnya dunia ini kepada si kembar. Mungkin, tidak akan pernah ada yang tau perihal bagaimana didikan dari kedua orang tua mereka sangat mempengaruhi tingkah laku dan mental si kembar. Mungkin, jikalau orang tua kalian membaca ini, mereka akan berkata jikalau semua orang tua punya cara mereka masing-masing untuk membuat anaknya menjadi sosok manusia sukses.

Terkadang Yuda bertanya-tanya apakah kepintaran dirinya ini sebuah anugrah atau malah mala petaka, terkadang Yuda berpikir jikalau pikiran liar yang berlayar di kepalanya adalah sebuah hal paling menjijikan dan tentu menyeramkan di atas dunia ini. Karena pemikirannya yang terlalu liar, terlalu luas, dan terlalu sering dibenarkan oleh benaknya. Karena semua itu, Yuda sering melakukan hal-hal yang seharusnya tidak dirinya lakukan.

Seperti sekarang, dirinya menjalankan bisnis kecil-kecilannya yang terbilang cukup tidak baik. Bukan cukup, tapi memang tidak baik sebenarnya. Bagaimana tidak baik, bisnis yang remaja tampan itu jalani adalah bisnis menjual kunci jawaban ujian dengan berbagai nilai. Mulai dari nilai sempurna yang dibandrol dengan harga seratus ribu untuk satu mata pelajaran, sampai nilai delapan puluh yang harganya lebih bisa dikatakan hemat.

Kunci jawaban yang dijual Yuda sudah pasti terjamin kualitasnya, sesuai dengan slogan yang dibuat oleh Gefa, "Mau nilai aman? Solusinya kunci jawaban Al-hanan" Tidak akan pernah ada jawaban yang salah, dan tentunya tidak pernah ada soal yang tidak sama saat diujikan dengan soal yang dikerjakan oleh Yuda. Terdengar mustahil bukan? Tapi percayalah, tidak ada yang mustahil bagi seorang Yuda Al-hanan yang kini sibuk di depan laptop seorang guru, mengotak-atik laptop tipis itu di sekolah yang sudah gelap gulita.

"Cepat, Yud. Ini si Gefa udah ngantuk banget, gue gak mau gendong dia kayak kemaren, " desak Wira yang kini merasa jengah dengan Gefa. Bagaimana tidak, tubuh Gefa yang tidak kecil itu bersandar pada punggung Wira sedari tadi, sedari teman jeniusnya membuka laptop wali kelas mereka.

Yuda melirik tajam, matanya seperti berkilat di kegelapan "Diam, dikit lagi juga beres ini, " jawabnya sembari menggeser-geser mouse. "Nah udah." Anak laki-laki itu mematikan laptop tersebut, menutupnya, lalu mencabut flashdisk yang sempat dirinya sambungkan pada laptop wali kelasnya.

"Cctv gak ada yang nyala kan, Tei? Semua aman?" tanya Yuda sembari berdiri dari duduknya, merenggangkan tubuhnya hingga memunculkan suara dari tulang yang bergesekan.

Anak laki-laki dengan surai yang kini sudah cukup panjang itu mengangkat tangan kanannya, mengisyaratkan oke seraya memantau laptopnya sendiri. Tei memang memiliki sedikit kemampuan di bidang teknologi, tidak begitu mahir, tapi jikalau membuat semua cctv di sekolah ini bermasalah untuk beberapa menit bukan masalah besar untuknya, hanya satu jentikan jari pun bisa.

Wira yang bertugas di depan pintu ruang guru bersama Gefa akhirnya bisa berdiri tegap karena sebelumnya dirinya harus berjongkok dan sedikit menyembunyikan diri di balik sebuah pot besar agar tidak terlihat oleh petugas yang mungkin saja akan melewati ruang guru ini. Bersamaan dengan berdirinya Wira, sebuah suara benda besar jatuh berbunyi nyaring.

Bruk, suara itu membuat ketiga pemuda itu melotot, bola mata mereka rasa-rasa akan keluar ketika suara keras itu terdengar. Yuda yakin bukan hanya mereka yang mendengar, tetapi penjaga sekolah yang berjaga malam ini juga medengarnya.

Benda besar itu adalah Gefa yang bersandar punggung Wira, remaja tahap awal dengan surai terang itu kini malah menyamankan dirinya di lantai dingin sekolah dan tidak berniat bangun. Tanpa berteriak rusuh ataupun saling menyalahkan. Wira mengangkat tubuh Gefa, berlari melewati lorong, disusul oleh kedua pemuda lain yang berlari sungguh cepat layaknya dikejar anjing salah satu tetangga komplek.

"Siapa itu!" teriak penjaga sekolah, suaranya sungguh terasa dekat dengan segerombolan anak nakal pencuri soal ujian.

"Kucing, Pak!" teriak Yuda sembari memejamkan matanya, dia merutuki kebodohan lisannya yang sungguh serampangan. Wira dan Tei yang berada di sampingnya juga sudah mengirimi puluhan kata kotor di dalam hati sembari menepuk dahi masing-masing.

Penjaga sekolah yang mendengar sautan itu lantas mengernyitkan dahinya, sejak kapan kucing bisa berbicara, memang ada kucing modelan terbaru. "Heh! Jangan menipu saya! Keluar kamu!" teriak pria itu seraya mengambil langkah lebar.

Ketiga remaja yang berlari cepat itu berhenti di pagar tinggi belakang sekolah, dengan cepat Yuda memanjat dan melompat, begitu juga dengan Tei yang kini dengan cepat melempatkan tas berisi laptop untuk ditangkap Yuda dan memanjat. Sedangkan Wira yang sudah kehabisan napas hanya berdiam, tiba-tiba saja otaknya tidak berfungsi setelah menuruni anak tangga dengan sebuah beban di punggungnya.

Gefa memang kalau tidur seperti orang mati, buktinya saat Wira dengan sengaja menjatuhkan tubuh itu ke atas rerumputan karena tangannya yang sudah lemas saja, pemuda itu tidaklah membuka matanya. Wira akhirnya memanjat pagar itu lebih dahulu, meninggalkan Gefa yang merasa jikalau rerumputan adalah ranjang bulu angsa.

"Minum, kasih gue botol minum lo, Tei!" ucapnya pelan namun penuh penekanan, membuat Tei tak sempat membantah dan mencari perkara karena ketidaksukaannya di perintah. Dengan cepat Tei membuka tasnya, merogoh botoh minum yang isinya sudah sedikit itu, lalu melemparkannya kepada Wira yang berada atas pagar.

Wira membuka tutup botol dan menuang semua isinya tepat keatas wajah Gefa. "Banjir! Banjir!" pekik pemuda bersurai terang itu keras, benar-benar seperti orang yang terkena bencana banjir. Mendengar pekika Gefa, Wira langsung melompat turun dan berlari bersama kedua temannya, mereka benar-benar meninggalkan Gefa yang masih sibuk mengusap wajahnya seperti orang yang tercebur dan tidak bisa berenang.

"Aduh kiamat!!!" pekiknya keras ketika cahaya terang menyorot wajahnya, membuat dirinya yang tengah berusaha untuk membuka mata mengurungkan niatnya. "Yuda, Wira, Tei! Tolongin gue! Gue minta maaf karena gak manggil lo semua abang!" pekiknya makin keras ketika cahaya itu makin dekat.

"Loh! Nak Gefa nagapain di sekolah tengah malam begini!" ucap penjaga sekolah dengan raut wajah terkejut.

"Mampus gue."

Yuda | YutaWhere stories live. Discover now