Hukum Newton 3

865 209 52
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Yuta cukup sensitif dengan air, terutama dingin. Dan naasnya anak laki-laki itu harus menerima satu ember penuh berisi air dan es batu di kepalanya siang ini. Bagian atas tubuh Yuta mati rasa, matanya juga perih karena beberapa serpihan es bergesekan dengan bola matanya.

"Siang-siang gini enaknya mandi! Gue baik banget gak sih sama lo?" teriak heboh Hari, si pelaku yang menyiram Yuta dan membuat kelas banjir.

Korban hanya menunduk dalam, membiarkan satu kelas menertawakan dirinya yang basah kuyup. "Tidak buruk, soalnya cuaca panas banget, " gumam Yuta sembari bangkit dan berjalan keluar kelas, dia berniat ke belakang sekolah untuk menjemur diri.

"Untung saja hari ini panas."

Yuta berdiri, wajahnya menatap lurus ke arah datangnya cahaya matari. "Eh! Yuta!" Pekikan itu membuatnya menoleh ke arah lima siswa sembari menggosok-gosok hidung yang mulai berair.

"Mila, Yuda. Kalian sedang apa disini?" ucapnya dengan bahasa isyarat.

"Lebih baik kita cepat pergi, Mila. Lo mau ketahuan satpam keliling?" Yuda memanjat pagar, melompat turun. Diikuti Gefa, Wira, dan Tei. Sedangkan Mila terdiam mengigit bibir, dia tak tega meninggalkan Yuta dalam kondisi seperti ini. "Cepat atau gue tinggal!"

"Tunggu sebentar, Jaenudin!" Dengan cepat Mila melepas jaket abu-abu yang dia ikat di pinggang, melemparnya ke arah Yuta. "Pakai itu!" teriaknya sembari memanjat pagar, melompat keluar dan mengejar teman-temannya yang meninggalkannya.

Yuta tersenyum tipis. Walau saudara kandungnya tidak peduli, namun dia mendapatkan jaket hangat. Setidaknya dia tidak masuk angin, karena sungguh pakaiannya tidak kunjung kering walau cahaya matahari terik bukan main.

Untung saja Yuta sempat menyelamatnya tas dan undangan dari Jum'at dengan memasukkannya ke kolong meja. Dia ingin sekali pergi ke pesta itu karena ini adalah pengalaman dan kesempatan pertamanya. Beruntung sekali Yuta mendapat undangan, Jum'at memang baik terkadang.

Anak itu kembali ke kelas setelah merasa celananya sudah cukup kering, walau sedikit lembab. "Loh! Yuta kok baru masuk? Jam pelajaran udah mulai dari dua puluh menit yang lalu, " ujar Bu Ren, dia menghampiri anak muridnya yang tidak berani mengangkat kepala.

"Ya sudah, Yuta duduk dulu sana. Ibu juga baru masuk ke materi utama." Bu Ren mengusap surai Yuta lembut, pupilnya sedikit bergetar saat merasakan rambut basah itu. Dia merasa gagal, tidak bisa menjaga matahari yang menjadi kehangatan hari-harinya sembilan tahun yang lalu.

Yuta mengangguk, berjalan perlahan mendekati mejanya yang ternyata masih sedikit basah. Wanita dengan mata bulat itu menatap sedu, dia tahu jika Yuta sehabis mendapat perlakuan tidak baik. Tetapi, dia juga tidak bisa memberi hukuman kepada si perundung.

"Kalian masih kelas satu SMP, masa-masa peralihan anak-anak ke remaja." Semua pasang mata menatap lekat Bu Ren yang sudah duduk di kursinya. "Ibu paham betul pada masa ini kalian sedang nakal-nakalnya, mudah terhasut, dan akan membuat banyak kesalahan."

"Tapi apa kalian tahu jika setiap perbuatan akan ada timbal balik. Seperti hukum newton 3, jika benda A mengerjakan gaya pada benda B, maka benda B akan mengerjakan gaya pada benda A, yang besarnya sama tetapi arahnya berlawanan."

"Kalian berbuat jahat sekarang, maka akan ada kejahatan yang menimpa kalian dengan rasa sakit serupa. Bisa saat kalian selesai berbuat jahat, atau mungkin besok, lusa. Atau bisa jadi, anak kalian akan berada diposisi orang yang kalian jahati. Hati-hati, Tuhan selalu memantau hambanya."

__-__

Kaki ramping berlari kecil menghampiri angkutan umum dengan nomor punggung 05, si pemilik langkah tidak sabar untuk menceritakan banyak hal kepada Pak Bahari. Tangan Yuta meraih handle pintu angkot, duduk di kursi sebelah kemudi dan tak lupa kembali menutup pintu.

"Bapak, Pak!" pekik anak itu heboh. Jemarinya menarik-narik ujung lengan baju Pak Bahari, membuat pria itu segera menoleh. "Yuta dapat undangan pesta ulang tahun kakak kelas, akhirnya Yuta bisa datang ke pesta. Seneng banget!"

Kedua sudut bibir Pak Bahari terangkat, anaknya sangat senang hingga kaki kecil itu menghentak-hentak. "Yuta pasti belum punya pakaian bagus kan, mari kita beli baju baru!" teriak Pak Bahari sembari tertawa karena anak itu menerjangnya dengan pelukan.

__-__

Anak laki-laki dengan kemeja biru muda dan celana jeans terlihat berdiam di depan gerbang rumah besar milik keluarga Jum'at, matanya bergerak melirik ke segala arah. Yuta sedikit malu untuk masuk, apalagi dia datang sendirian dan hanya membawa kado kecil.

"Kamu pasti bisa Yuta!" Dia menyemangati diri sendiri sebelum akhirnya memberanikan diri masuk ke area rumah Jum'at, mengikuti tamu lain untuk menuju pesta yang diselenggarakan di taman dekat kolam renang.

Melihat bocah yang celinguk kanan-kiri, Jum'at mengangkat satu tangannya dan melambai. "Hei, Yuta! Mari bergabung, gue mau potong kue nih!"

Yuta berjalan pelan ke arah Jum'at yang sedang memotong kue, menaruhnya di piring kecil. Teman-teman di sekeliling meja bundar tempat menaruh kue bersorak.

"Ini untuk teman kita, Yuta!" Anak dengan jaket levis dan kaus putih sebagai dalaman menyodorkan piring ke Yuta.

Namun, Jum'at Nuraga tidak sebaik itu. Saat tangan Yuta terulur, dengan sengaja dia melempar piring kaca itu ke arah wajah adik kelasnya. Semua penonton mengaduh, darah segar mengalir dari dahi Yuta karena pinggiran piring kaca menghantam telak.

Suara lirih milik Yuta menyanyat hati Mila, sedari tadi dia ingin sekali berlari ke arah Yuta. Namun, Yuda terus saja menahan lengannya, tak membiarkan anak perempuan dengan sweater abu-abu pergi dari sisinya. Yuda takut Mila terkena masalah.

"Eh! Maaf gue gak sengaja, lo gak papa?" tanya Jum'at sembari menghampiri Yuta perlahan.

"Aku baik."

Yuta memegang kepalanya yang sedikit pening, dia memundurkan langkah karena takut kakak kelasnya itu kembali mengambil tindakan tak terduga. Sabah yang berada di belakang Yuta menjulurkan kakinya sengaja, membuat anak itu tersandung.

Byur, tubuh Yuta terjun bebas ke kolam renang.

"Yuta! Lepasin gue, Yuda!"

Mila menepis tangan Yuda kasar, berlari melompat terjun. Tangannya mencoba meraih tubuh anak laki-laki yang hampir menyentuh dasar kolam, menariknya dan membawa kepinggir kolam. Yuta sangat ringan, Mila sampai bisa mengangkatnya ke darat.

"Awas!" Mila seketika menyingkir karena Johnny mendorongnya pelan, membiarkan anak laki-laki itu menggendong Yuta dan dibawa keluar pesta. Mila mengekor di belakang.

"Lo selalu terlambat, Yuda. Jadi jangan marah."
















Sayang kalian

Yuda | YutaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang