09 • Jake

629 70 4
                                    

Hari ini, di sekolah Jaemin ada senam aerobik yang secara rutin dilakukan sebulan sekali pada hari Senin, yang wajib diikuti oleh seluruh warga sekolah

Oops! Ang larawang ito ay hindi sumusunod sa aming mga alituntunin sa nilalaman. Upang magpatuloy sa pag-publish, subukan itong alisin o mag-upload ng bago.

Hari ini, di sekolah Jaemin ada senam aerobik yang secara rutin dilakukan sebulan sekali pada hari Senin, yang wajib diikuti oleh seluruh warga sekolah. Baik siswa, guru, petugas TU, bahkan sampai tukang kebun sekolah, semuanya harus ikut. Kepala sekolahnya beranggapan bahwa mereka sesekali harus berolahraga untuk tetap menjaga kesehatan. Tidak selalu menggunakan tenaga mereka hanya untuk belajar, mengajar, dan bekerja.

Jaemin senang saja melihat teman–temannya yang penuh semangat mengikuti senam kali ini. Bergerak penuh semangat dan antusias. Tetapi ada juga yang terlihat enggan dan memilih berdiam diri di belakang barisan. Tak jarang juga dilihatnya ada yang sedang ngobrol satu dengan yang lain. Jaemin hanya tersenyum melihat mereka.

"Jaemin!" sapa seseorang yang menepuk bahunya dari belakang. Spontan Jaemin menoleh dan mendapati wajah Jake yang sedang tersenyum lebar berada di belakangnya.

"Hai, Jake. Lama nih nggak ngobrol dan diskusi," kata Jaemin yang kini menjabat tangan Jake.

Jake adalah teman sebelah kelas Jaemin yang sudah dikenalnya sejak kelas 1 SMA dulu. Jaemin sering berdiskusi dengan Jake. Dia senang saja menanggapinya walaupun terkadang dia sendiri tak mengerti apa yang sebenarnya dibicarakan oleh Jaemin. Namun, Jake adalah tipe orang yang banyak bicara dan banyak bertanya, walaupun terkadang dia sedikit sok tahu. Jadi, dia suka–suka saja jika ada yang mengajaknya ngobrol panjang lebar.

"Iya nih. Sibuk sih... Oh ya, masih tetep berambisi untuk masuk kedokteran?" tanya Jake sambil sedikit–sedikit menirukan gerakan senam aerobik yang sedang berlangsung.

"Hmm, masih lah, Jake. Aku pengen banget masuk kedokteran. Papa sama Mama juga udah setuju kok," jawab Jaemin.

Jake manggut–manggut. "Kenapa kamu nggak nerusin restoran Mama kamu atau masuk jurusan ekonomi aja? Kan Papa kamu dosen ekonomi tuh. Enak bisa tanya–tanya langsung," tanya Jake lagi.

Jaemin tersenyum dan menggeleng. "Nggak, Jake, aku pengen yang beda dan sesuai bakatku. Lagipula aku nggak terlalu mahir masak. Aku juga nggak terlalu bisa ekonomi. Daripada nanti pusing sendiri, mending nyari yang aku bisa dan aku minat aja," jelas Jaemin.

"Iya juga sih. Tapi kamu masih bagus, udah ada gambaran mau masuk jurusan apa. Nah aku, kepikiran aja belum," kata Jake terkekeh.

Jaemin tertawa kecil. "Ya... harus dipikirin mulai sekarang, Jake. Kita juga udah mau kelas 12. Kalo nggak siap–siap dari sekarang, nanti malah bingung sendiri..." nasehat Jaemin panjang lebar.

Jake hanya manggut–manggut. Jake sebenarnya tak terlalu suka dengan gaya bicara Jaemin yang terkadang terlalu merasa benar sendiri dengan menasehatinya ini dan itu. Namun, Jake hanya manggut–manggut dan mendengarkannya walaupun sebenarnya tak fokus. Jake merasa beruntung ketika senam aerobik itu berakhir sehingga dia tak perlu mendengarkan nasehat Jaemin yang panjang lebar itu.

Keduanya pun mengakhiri pembicaraan mereka. Jake berjalan ke arah kantin sedangkan Jaemin pun bergegas kembali ke kelasnya. Dia tak ingin berlama–lama ngobrol atau membuang waktunya dengan percuma. Mengingat ada buku yang baru dibelinya kemarin dan belum sempat dibacanya.

***

Winter melihat ke seluruh siswa yang sedang bersemangat mengikuti senam aerobik pagi itu. Winter hanya mengikuti sebagian gerakannya saja. Tadi pagi dia tak sarapan. Dia sudah tak punya cukup tenaga lagi untuk mengikuti senam aerobik itu. Winter pun memilih untuk berdiam diri dan memperhatikan teman–temannya yang lain, yang masih bersemangat mengikuti gerakan dari instruktur senam.

Sejujurnya dalam hati, Winter ingin sekali melihat wajah Jaemin pagi itu. Semua siswa sedang berkumpul di lapangan, mungkin saja dia bisa melihat Jaemin seperti saat upacara bendera waktu itu. Winter pun mencari–cari wajah Jaemin di antara ratusan siswa. Akhirnya, dia menemukan wajah yang dicarinya. Winter spontan saja tersenyum. Entahlah, terhadap orang yang kita sukai, walaupun yang terlihat adalah sepatu, tas, atau hanyalah ujung rambut di kepalanya, hati kita tahu, kalau ia adalah orang yang kita sayangi, hati kita bisa mengenalinya.

Winter bergeser sedikit agar bisa melihat wajah Jaemin dengan jelas. Betapa terkejutnya dia saat melihatnya Jaemin tengah ngobrol dengan Jake, anak dari sahabat orangtuanya dan sudah menjadi sahabat Winter sejak kecil. Winter mengernyitkan dahi dan sedikit bingung dengan pemandangan ini. Jaemin dengan Jake? Apa yang sedang dibicarakan Jaemin dengan sahabatnya itu?

Winter tiba–tiba saja teringat kalau beberapa hari yang lalu Jake menanyakan sesuatu tentang Jaemin. Dia sendiri heran mengapa sahabatnya itu tiba–tiba menanyakan Jaemin. Apa mungkin Jake menyadari tingkah laku Winter yang setiap hari duduk di depan kelasnya dan memandang ke arah lapangan parkiran, yang tujuan sebenarnya adalah ingin melihat wajah Jaemin? Apa mungkin Jake tahu kalau Winter telah menyukai temannya itu? Banyak pertanyaan yang tiba–tiba berseliweran di otak Winter. Dia sendiri bingung menjawab semua pertanyaan yang dia sendiri tak tahu apa jawabannya.

Ah, gimana kalo Jake tahu kalo aku suka sama Jaemin? Gimana kalau dia tiba–tiba cerita sama Jaemin? Mampus deh. Baru aja deket sama dia. Malu dong kalau langsung ketahuan kalau aku suka sama dia? Ah, Jake... batin Winter sedikit cemas.

Tak lama kemudian senam areobik pun selesai. Winter tersadar dari lamunannya sejenak dan melihat semua siswa berjalan ke kelas mereka masing–masing. Winter melihat Jaemin berjalan berpisah dengan Jake yang kini berjalan ke arah kantin. Ini saatnya bagi Winter untuk bertanya pada Jake, mencari jawaban atas kekhawatirannya tadi.

Winter berjalan cepat ke arah Jake. Dia terlihat seperti mengejar sesuatu, langkahnya besar–besar, "Jake!" panggilnya sedikit berteriak.

Jake menghentikan langkahnya dan mencari suara yang memanggil namanya. Dilihatnya seorang siswi yang tinggi dan berambut hitam sebahu kini berjalan ke arahnya. Jake segera mengenali siswi itu sebagai sahabatnya.

"Eh kamu, Winter. Ada apa? Kenapa kelihatan khawatir gitu?" tanya Jake yang sedikit heran.

Winter tak menjawab pertanyaan Jake. Dia langsung bertanya balik, "Kamu kenal sama Jaemin?"

"Jaemin? Kenal lah. Orang kelas kita sebelahan. Kenapa emangnya?" jawabnya santai.

"What??? Sebelahan? Kenapa kamu nggak pernah bilang sama aku, Jake?" tanya Winter dengan wajah gemas.

Jake tertawa terbahak–bahak. Winter hanya nyengir kemudian menampakkan wajahnya yang bete dan kesal.

"Emangnya kenapa? Penting banget gitu aku ngasih tahu kamu kalo kelasnya Jaemin sebelahan sama aku? Emangnya dia siapa?" tanya Jake sambil cekikikan.

"Ya nggak penting juga sih. Tapi...." jawab Winter masih dengan wajah yang bete. Ia tak melanjutkan kata-katanya.

"Tapi apa? Kamu suka, ya, sama Jaemin?" tanya Jake menyenggol lengan Winter. Sebenarnya nadanya itu seperti bukan memberikan pertanyaan, tapi lebih pada memberikan pernyataan.

Sontak Winter kaget, kekhawatirannya benar. Jake mengetahuinya.

 Jake mengetahuinya

Oops! Ang larawang ito ay hindi sumusunod sa aming mga alituntunin sa nilalaman. Upang magpatuloy sa pag-publish, subukan itong alisin o mag-upload ng bago.
FINE || Jaemin x Winter || ✔Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon