1. Another World

3K 387 24
                                    

»»----><----««

"Ta, ayo berangkat bareng!" seru Via dari lantai bawah.

"Shasta! Itu temen kamu udah nungguin," omel sang Ibu yang tengah mengambil jemuran pakaian.

"Iya iya, bentar, ma." Shasta menuruni tangga dengan tergesa-gesa. Teriakan Via dan ibunya di pagi hari itu sangat mengganggu. Ia takut tetangganya akan langsung mengusir keluarganya karena terganggu, padalah mereka baru saja pindah.

Shasta membongkar laci nakas, kebingungan mencari kaus kaki sekolahnya. Ia tidak ingin membuat Via menunggu, tapi Ia juga tidak ingin kena sanksi karena memakai kaus kaki yang salah.

"Kamu nyari apa, sih?" tanya sang Ibu yang menyadari kepanikan Shasta.

"Kaos kaki Shasta yang sebelah kanan ga ketemu," jawab Shasta, tidak memalingkan pandangannya sedikitpun dari laci nakas yang tengah Ia bongkar. Gerakan tangan Shasta terhenti. Gadis itu menghela napas lega. Akhirnya benda yang sedari tadi Ia cari menunjukan wujudnya. "Gak jadi, ma. Udah ketemu." Shasta segera mengenakan kaus kaki dan sepatu, tak lupa berpamitan dengan sang Ibu, sebelum akhirnya menemui Via yang sejak tadi sudah menunggu.

🍃

Kelima sahabat itu duduk di meja kantin. Tidak ada percakapan di antara mereka. Semuanya sibuk dengan urusan masing-masing. Padahal saat di grup chat, mereka mengobrol seakan tidak ada hari esok, dan begitu bertemu di sekolah, topik percakapan mereka sudah habis. Haskal sibuk dengan ponselnya, Arjun dengan buku matematikanya, Aji dengan es teh manisnya, Via dengan liptint-nya, dan Satya sibuk bengong entah memikirkan apa. Mereka masih menunggu pesanan mie ayam mereka datang.

Shasta sendiri juga merasa bosan. Gadis itu termenung, memperhatikan tangannya, lebih tepatnya, memperhatikan batu kristal kecil di tangannya. Saat sedang mencari kaus kaki, Ia tak sengaja menyenggol sebuah kotak kayu kecil yang berada di atas lemari jati di kamarnya. Kotak kayu itu terjatuh, dan benda yang berada di dalamnya tergelinding keluar. Kristal dengan gradasi warna ungu itu menarik perhatian Shasta. Karena penasaran, Shasta mengambil batu kristal tersebut. Namun karena tadi pagi Ia sudah hampir terlambat, Ia tidak sempat menganalisis lebih dalam batu kristal tersebut.

"Oi!" Shasta terjingkat akibat Haskal yang menjentikkan jari tepat di depan wajahnya. "Pagi-pagi udah bengong aja. Nanti dipatok ayam, loh," ledeknya.

Via mengikuti arah pandang Shasta dan seketika kedua matanya mendelik. "Itu apaan, Ta? Cantik banget!" Via menunjuk batu kristal berwarna ungu tersebut dengan kagum, membuat yang lain ikut penasaran.

"Dapet dari mana? Lu maling, ya!" tanya Arjuna bercanda, tapi lebih terdengar seperti tuduhan.

Shasta menoyor kepala Arjun yang seenaknya menuduh. "Kurang ajar! Ini gue dapet dari kotak kayu gitu yang ada di rumah nenek gue. Kayaknya, sih, bukan kristal asli. Yakali asli disimpen di kotak doang." Shasta sedikit membolak-balikkan batu kristal, sok mengecek.

"Nenek lu emang suka ngoleksi kristal kali dulunya. Kayak tante gue. Dia masa percaya kalo kristal bisa ngasih keberuntungan." Via kembali fokus dengan riasan wajahnya.

"Nanti mau nonton, gak?" tanya Satya, mengalihkan topik. Sontak mereka semua mengalihkan atensi kearahnya.

"Di mana?" tanya Aji, baru tertarik bergabung di dalam percakapan.

"Bioskop rumah gue aja. Hari ini gue lagi males jalan," jawab Satya seraya meregangkan otot tubuh.

"Oke!" Mereka semua menyetujui ide dari Satya secara serempak.

Satya adalah salah satu yang paling kaya di lingkaran pertemanan mereka, jadi tak heran kalau lelaki itu punya bioskop sendiri di dalam rumahnya. Walaupun kedua orang tuanya sudah meninggal, Satya dan kakaknya tetap menjalankan bisnis keluarga mereka yang dibantu oleh sang Kakek.

He's the VillainWhere stories live. Discover now