30. Mitologi Mountain

674 154 7
                                    

»»----><----««

Keenam orang itu berjalan menyusuri hutan yang gelap gulita dengan di temani cahaya lampu minyak yang temaram. Mereka terus mengikuti kemana api putih itu membawa mereka.

Sepanjang perjalanan, Jake menggerutu tak henti-henti akibat di bangunkan di tengah malam. Tubuhnya masih lemas dan nyawanya belum terkumpul sempurna, tapi sudah di suruh berjalan dengan jarak yang jauh. Namun untungnya, setelah di berikan sekantung kecil kacang almond, lelaki itu berhenti menggerutu.

Saat Shasta, Alex, dan Theodor menyadari arti dari sajak tersebut, mereka segera membangunkan Caitlin, Jayden, dan Jake. Tidak ada waktu untuk membangun puluhan anggota pasukan yang lain. Api itu bisa kembali menghilang kapan saja.

"Kita ini ingin kemana? Kenapa jauh sekali? Dan di tengah malam, ini sangat dingin. Apa kalian tidak takut dengan hewan buas?" Jake mulai berbicara setelah nyawanya sudah sempurna terkumpul.

Tentu saja mereka tidak tahu kemana Shasta, Alex, dan Theodor membawa mereka. Mereka tidak bisa melihat api putih yang sekarang tengah melayang menuju suatu tempat.

"Sudah, ikuti saja!" Desis Jayden. Ia jadi kesal sendiri mendengar gerutuan Jake.

Tak terasa, sudah 30 menit lebih mereka berjalan mengikuti api itu. Mereka sampai pada sebuah tebing. Di bawah sana, pucuk-pucuk pohon cemara terlihat samar akibat tertutup kabut. Tepat di atas tebing itu, terdapat lima batu yang menjulang tinggi dengan ukiran yang rumit. Di tengahnya terdapat lingkaran yang bagai sengaja di gambar di atas tanah.

Mulut keenam orang itu langsung menganga begitu melihatnya. Mata mereka membola seketika. Itu gerbang yang selama ini mereka cari, dan sekarang, gerbang itu tepat berada di depan mereka.

Mata Jake yang awalnya sayu, menahan kantuk, langsung nampak berbinar.

Api itu menghilang, padam perlahan-lahan bagai di telan gelapnya malam.

Keenam orang itu berjalan perlahan mendekati gerbang tersebut. Itu nampak sangat cantik, terlebih lagi dengan cahaya bulan yang menyiram pucuk bebatuan.

10 detik. Tidak ada yang terjadi. Batu-batu itu tidak Bergeming.

"Lalu? Apa yang harus kita lakukan?" Tanya Jayden.

"Entahlah, sepertinya ada sesuatu yang kita lupakan." Alex menatap lamat-lamat ukiran di kelima batu tersebut.

Jake menghela nafas kasar. "Teka-teki lagi?" Tanyanya malas.

Hening untuk beberapa saat. Alex masih menatap lamat-lamat ukiran di batu tersebut. Itu seperti sebuah gambar yang menunjukan... Langkah-langkah? Alex menyipitkan matanya, menajamkan penglihatan. Di salah satu batu terukir kedua batu yang sudah tidak asing baginya. Batu Alzeris dan Ilzeris.

Setelah menatap ukiran di batu untuk beberapa lama, Alex tahu apa yang kurang. Kedua batu itu harus ada di sini, dan sekarang hanya ada satu batu, yaitu batu Alzeris yang Shasta kenakan sebagai kalung.

Alex menjulurkan tangannya, dan seketika, pedang miliknya sudah berada di tangannya. Kristal berwarna biru di gagang pedang perlahan berubah warna menjadi ungu.

"Ah, benar. Batu Ilzeris." Monolog Theodor yang juga di dengar oleh Jayden, Jake, Shasta dan Caitlin, berhasil menarik atensi keempat orang itu.

Begitu pedang itu muncul di tangan Alex, tiba-tiba saja sepercik cahaya ungu muncul dari bagian paling tengah lingkaran. Cahaya itu terus menjalar sesuai pola yang terdapat di tanah, dan terus menjalar menuju kelima batu yang menjulang tinggi. Pola di batu itu tampak bercahaya keunguan. Benar-benar cantik.

He's the VillainWhere stories live. Discover now