29. Walk the Line II

624 148 7
                                    

»»----><----««

Matahari mengintip dari balik pegunungan. Sinar lembutnya menyelimuti seluruh dataran, termasuk tenda-tenda penginapan.

Udara pagi terasa begitu dingin. Puncak pegunungan di penuhi kabut. Aktifitas pagi mulai di lakukan. Beberapa anggota pasukan membagi tugas. Ada yang memasak, ada yang membereskan tenda-tenda penginapan, juga ada yang menyiapkan kuda-kuda.

"Shasta! Hey! Bangun!" Caitlin menepuk-nepuk pelan pipi Shasta yang masih tertidur pulas.

"Engg... Besok libur, mah..." Erang Shasta, mengubah posisi tidurnya memunggungi Caitlin.

Terlanjur geram dengan "kembaran"-nya ini, Caitlin mengambil segelas air. Ia mencipratkan air itu dengan tangannya kearah wajah Shasta.

"Bangun! Bangun! Bangun! Atau kita akan terlambat!" Omel Caitlin.

Kening Shasta mengernyit. Akhirnya gadis itu bangun juga dari tidur panjangnya.

"Iya iya! Ini udah bangun!" Shasta mengusap air di wajahnya. Semenit ke depan, ia hanya duduk diam di tempatnya, mengumpulkan nyawa.

Pukul 6 pagi, makanan sudah di bagikan ke seluruh anggota. Shasta makan dengan lahap, begitu pula yang lainnya. Mereka harus mengisi energi untuk menuju pegunungan selanjutnya. Pegunungan Elbrus.

"Ngelamun aja. Di patok ayam nanti." Shasta menghampiri Alex yang termangu menatap kearah sungai.

Alex menoleh kearah Shasta, terkekeh. "Apa hubungannya dengan ayam?"

"Gak tau, gw ngikut kata-kata temen gw." Shasta mengedikkan bahu.

"Kejadian kemarin malam, saat api itu muncul, apa kau tahu itu apa?" Alex mengalihkan topik pembicaraan.

Shasta menggeleng. "Gw gak tau. Waktu ngelewatin padang bunga, gw juga sempet ngeliat api itu. Gw kira cuma cahaya biasa dari senter orang, tapi gw lupa kalo dunia ini belum kenal teknologi baterai."

"Apa kau tidak mendengar sesuatu saat api itu muncul? Seperti suara yang sangat samar berbisik di dekat mu dengan bahasa yang tidak kau mengerti?" Alex kembali bertanya. Ia yakin sekali ia mendengar suara-suara aneh saat ia melihat api itu. Suara yang seperti menyuruhnya ke suatu tempat mengikuti kemana api itu pergi.

Shasta kembali menggeleng, menatap Alex bingung. Suara-suara seperti apa? Suara dedaunan kering yang di injak? Tapi itu tidak mengandung bahasa apapun. Hanya suara daun kering yang di injak.

"Tidak, lupakan." Alex beralih memberikan kantung kecil pada Shasta.

Shasta membuka kantung itu, dan seketika mata gadis itu langsung berbinar melihat biskuit dengan toping coklat di atasnya.

"Makasih!" Shasta mulai memasukkan sepotong biskuit kedalam mulutnya.

🍃

Pasukan itu kembali menuju utara, mengikuti aliran sungai besar. Mereka terus berjalan di garis alam yang membawa mereka pada dataran tinggi selanjutnya.

Shasta menghirup udara pagi yang begitu segar. Tidak pernah ia dapati udara segar dan langit yang cerah seperti ini di dunianya.

He's the VillainHikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin