27. Agreement

730 162 5
                                    

»»----><----««

"Maaf, aku terlambat." Theodor ikut berkumpul bersama orang-orang yang juga sudah menunggunya di meja rapat.

Usai menerima beberapa penghargaan di hari kelulusannya, Theodor langsung kembali ke istana. Ia tidak memiliki waktu berbincang dengan teman yang lain. Ada hal yang lebih menarik yang harus ia selesaikan.

Orang-orang itu yang tak lain dan tak bukan adalah; Alex, Jayden, Jake, Caitlin, Ethan, dan Shasta. Sangat sedikit memang, karena hanya mereka lah yang mengetahui rahasia soal dunia parallel.

Tanpa basa-basi, Jayden membuka gulungan peta di atas meja, mulai menjelaskan rencana mereka."Kami sudah mengumpulkan pasukan beberapa bulan terakhir. Sebagian pasukan keluarga kerajaan, Eden, dan Lascalles akan ikut membantu pada hari pertama sampai ke lima pencarian. Kita akan berhenti sebentar di lereng Pegunungan Biru. Di sana sudah di siapkan tenda-tenda penginapan. Kita menunggu di sana sampai pasukan keluarga Arsene dan keluarga Caliv sampai-"

"Tunggu, bukankah itu terlalu berisiko?" Alex memotong rencana Jayden. "Tempat itu adalah markas para bandit gunung, mereka bisa kapan saja menyerang tenda-tenda penginapan."

"Menurut perhitungan ku, kita harus mengikuti di mana gerbang itu akan muncul, dan sesuai catatan raja terdahulu, gerbang itu muncul pada dataran tinggi seperti gunung atau bukit, dan pegunungan biru bisa saja menjadi tempatnya." Caitlin ikut bergabung dalam diskusi.

Caitlin meraih pena, melingkari satu titik di dalam peta. "Titik itu adalah titik yang sulit di jangkau para bandit, namun banyak terdapat hewan liar. Para bandit pasti selalu menuju bagian utama jalan, karena bagian itu yang selalu di lewati kereta. Kita ambil arah sebaliknya. Jalannya memang sedikit curam, tapi masih dapat di lewati kuda."

Seluruh anggota nampak setuju dengan usul Caitlin. Caitlin lanjut menggambar jalur yang akan mereka lewati dengan pena merah.

"Tapi, untuk hewan-hewan liar itu.." Jake nampak berpikir, kurang setuju.

"Mana sudah lebih dari cukup bagi kita untuk melindungi diri dari hewan liar." Jawab Theodor.

"Itu benar, tapi bagaimana dengan para pasukan yang tidak menguasai Mana? Aku tahu mereka ahli pedang, tapi hewan liar itu dapat menyerang dengan bergerombol saat tengah malam." Jake masih nampak kurang setuju.

"Emm.. Aku boleh usulin sesuatu?" Shasta yang sejak tadi diam menyimak, ikut bersuara.

"Tentu saja." Theodor mempersilahkan.

Shasta merogoh saku celananya, memberikan sebuah alat sihir berbentuk mata tombak dengan kristal merah di tengahnya.

"Kayaknya itu bisa membantu. Gw-maksudnya, aku nemu itu di toko alat sihir di pusat kota. Penjaganya bilang itu biasa di pake sama pemburu atau pendaki untuk ngelindungin tenda mereka dari hewan liar."

Theodor meraih alat sihir itu. Cahaya biru keluar dari telapak tangannya, menyelimuti alat sihir. Alat itu tampak bergetar dan sedetik kemudian terdengar bunyi, Ckling!

Theodor mengangguk-angguk. "Baik, alat ini asli. Ini bisa membantu untuk keamanan. Terimakasih, Lady Shasta." Theodor mengembalikan alat itu pada Shasta.

Senyum Shasta mengembang, kembali memasukkan alat itu pada saku celananya. Ia senang bisa membantu, walau itu hal kecil sekali pun. Dan terlebih lagi.. Panggilan itu. Lady Shasta? Itu pertama kali ia di panggil dengan sebutan itu. Terdengar menggelikan di telinganya memang, tapi entah mengapa itu membuatnya senang.

He's the VillainWhere stories live. Discover now