35. Suicide Plan

602 141 55
                                    

»»————><————««

3 hari lalu..

Di ruangan yang gelap dan suram itu, lelaki dengan surai pirang tersebut terus menggoreskan belati di pergelangan tangannya. Darah perlahan mengalir, mengotori lantai. Namun, beberapa detik kemudian, luka itu kembali sembuh dengan sendirinya tanpa sisa. Tak peduli seberapa keras ia mencoba melukai dirinya, luka itu akan kembali sembuh.

"Kau masih mencoba untuk melukai dirimu sendiri, Henry?" Suara itu terdengar setelah suara pintu yang di buka.

Henry hanya menunduk, menatap pergelangan tangannya. Nafasnya berat dan matanya berair. Ia tengah berada di salah satu penginapan di dunia modern setelah berhasil kabur dari penjara. Hening sejenak di ruangan itu.

"Rasanya sangat sakit. Sepertinya Mana hitam itu terus menerus menggerogoti tubuhku setiap harinya. Rasanya lebih baik mati." Henry beralih menatap Sean yang berdiri di dekatnya.

"Bagaimana dengan rencana menguasai dunia paralel? Apa kau sudah tidak berminat lagi?" Tanya Sean, mengambil duduk di kursi dekat ranjang Henry.

Henry terdiam sebentar. Benaknya berkecamuk memikirkan sesuatu. Lelaki itu menggeleng. "Sejak awal aku memang tidak berminat untuk menjadi penguasa di dua dunia. Aku hanya ingin hidup saudara ku hancur dan kehilangan semua orang yang dia sayang."

"Kalau begitu kita sama."

Kata-kata Sean sontak membuat Henry langsung menoleh kearah lelaki itu yang tengah memandang keluar jendela. Bulan purnama bersinar terang dari sana.

"Pertama-tama, aku ingin berterimakasih pada mu karena telah membantuku kabur dari kejaran polisi saat itu. Asal kau tahu, walau aku selalu bilang bahwa kau hanya partner kerjaku, tapi bagiku, kau adalah teman sekaligus saudara pertamaku. Seluruh keluargaku sudah terbunuh karena eksperimen gila yang ku lakukan, dan aku tidak menyesal melakukan itu. Orang-orang seperti mereka memang pantas mati." Sean tersenyum pedih, balik menatap Henry. "Dan saat di pabrik galon itu, sebenarnya aku berencana untuk bunuh diri, tapi aku bertemu denganmu dan berakhir menjadi bangsawan di dunia ini. Kau yang membuatku bertahan untuk tidak mengakhiri hidup ku." Jelas Sean saat menyadari tatapan kebingungan Henry.

Henry mendengus geli. "Apa-apaan. Menggelikan sekali kata-kata mu."

Sean tidak menanggapi, lelaki itu tersenyum simpul. "Mau bunuh diri bersama?"

Henry kembali melempar tatapan bingung pada Sean, tapi kali ini berbeda. Tatapan antusias juga terdapat di sana.

"Tapi bagaimana bisa? Aku sudah mencoba segala cara. Memotong pergelangan tangan, gantung diri, tidak ada yang berhasil. Mana hitam itu selalu melindungi tubuh yang di tempati agar bisa terus menggerogoti inangnya."

"Ada caranya."

Sontak Henry langsung menatap Sean dengan antusias.

"Kartena pernah bilang, yang bisa membunuh kita hanya orang yang tidak bisa mengendalikan Mana, karena memang tujuan kita sejak awal adalah untuk melawan orang-orang yang menguasai Mana." Jelas Sean antusias.

Henry meneguk salivanya. "Tapi siapa? Kau ingin meminta sembarang orang untuk membunuh kita?"

Sean kembali mengembangkan senyumnya. "Satya."

He's the VillainWhere stories live. Discover now