36. End of the Journey

620 139 43
                                    

»»----><----««

"Eden! Caitlin sama Jayden masih di sana, tunggu dulu!" Shasta terus menerus menoleh ke belakang untuk melihat kondisi kedua orang tersebut.

Shasta berusaha melepaskan genggaman tangan Alex di pergelangan tangannya, tapi lelaki itu tidak melepas atau bahkan mengendurkan genggamannya sedikitpun.

8 menit terus berlari hingga mereka keluar dari area peperangan. Mereka sampai di hutan yang dekat dengan kota tersebut. Nafas keduanya terengah-engah dengan peluh yang bercucuran.

Setelah dirasa cukup aman, Alex melepaskan genggamannya pada pergelangan tangan Shasta.

"Maaf, aku menarik mu terlalu kasar-"

Belum selesai kalimat yang Alex ucapkan, Shasta hendak kembali pergi menuju area perang, membuat Alex kembali menahan tangan gadis tersebut.

"Caitlin tidak akan mati, Shasta!" Alex sedikit meninggikan nada suaranya, masih menahan tangan gadis itu.

Shasta menyentak kasar tangan Alex. "Jelas-jelas gw ngeliat sendiri leher Caitlin yang di sayat gitu aja sama Satya!"

Alex menghela nafas frustasi, menahan kedua bahu Shasta. "Kau ingat kata-kata Ryu, bukan? Siapapun yang memegang salah satu dari kedua batu itu, jiwa mereka tidak akan mati jika raga mereka terbunuh. Jiwa itu akan mencari atau membuat raga baru untuk di tempati, dengan ingatan dan sikap yang sama."

Kedua mata Shasta kembali berair, entah sudah yang keberapa kali ia menangis hari ini. "Tapi tetep aja..."

"Saat leher Caitlin tersayat, dia masih memegang Batu Alzeris di tangannya, sebelum akhirnya melemparkannya pada mu." Alex meneguk salivanya. Ia juga berusaha menahan isak tangisnya, mengingat sahabatnya juga masih berada di sana. "Aku tahu kau tidak bisa langsung menerima ini, tapi setidaknya jiwanya masih selamat. Dia masih bisa mengenali kita dengan ingatan dan sikap yang sama walau dengan tubuh yang berbeda."

Demi mendengar itu, Shasta menundukkan kepalanya. Bahunya gemetar akibat isak tangis. Sejurus kemudian, gadis itu kembali mengangkat kepalanya saat teringat sesuatu.

"Jayden... Jayden gimana? Satya bisa aja-"

"Yang teman mu incar itu adalah kau dan aku sebagai pemilik kedua batu. Aku tidak yakin, tapi bisa dipastikan kalau Satya langsung meninggalkan Jayden karena kita sudah lebih dulu pergi." Alex berusaha menenangkan Shasta, walau sebenarnya ia sendiri juga tidak bisa tenang. Ia tidak ingin kehilangan sahabat lagi.

Kwak!

Demi mendengar suara itu, keduanya langsung menoleh keatas, menatap seekor gagak yang tengah bertengger pada dahan pohon. Shasta nampak tidak peduli dengan gagak itu, lanjut membersihkan jejak air mata di pipinya. Namun, berbeda dengan Shasta, Alex memperhatikan gagak itu dengan mata menyipit, menatap jeli burung tersebut.

Sedetik kemudian, kedua mata lelaki itu membola begitu menyadari bahwa mata gagak tersebut berwarna hijau gelap dengan sinar redup yang terpancar dari sana.

Itu bukan hewan asli... Tapi makhluk sihir. Perlahan, Alex kembali meraih pergelangan tangan Shasta, menarik gadis itu menjauh dari sana, semakin masuk kedalam hutan.

"Eden, kita mau kemana?"

"Sstt!" Alex meletakkan telunjuknya di bibir, memberi isyarat pada Shasta agar tidak berisik.

He's the VillainWhere stories live. Discover now