33. War II

583 145 28
                                    

»»----><----««

"Lari!" Teriak Ethan dan Alex secara bersamaan.

Tentakel panjang itu menghantam gedung. Ujung tentakel yang begitu runcing itu hampir saja melubangi tubuh Alex jika lelaki itu tidak segera menghindari. Sebagian atap bangunan  hancur. Reruntuhannya hampir menghantam tubuh mereka jika mereka tidak cepat-cepat lari dari sana.

2 tentakel lainnya melesat menuju mereka. Tentakel itu seakan bisa memanjang dengan sendirinya, mengejar mereka sejauh apapun mereka berlari dan menghindar.

Sebelum tentakel itu berhasil melilit mereka, Alex sudah lebih dulu menebas kedua tentakel itu dengan pedangnya. Yang tak ia duga, tentakel itu kembali beregenerasi dengan cepat. Percuma saja jika memotong tentakel-tentakel itu.

"Ke arah sini!" Teriak Shasta, berlari menuju gang sempit di dekat mereka.

Hanya itu satu-satunya jalan yang tidak dapat di lihat oleh monster raksasa itu, karena gedung-gedung yang mengapitnya jauh lebih tinggi.

Mereka semua berlari mengikuti Shasta sebelum tentakel-tentakel itu kembali menyerang.

Di dalam gang sempit itu, mereka berlari tak tentu arah. Ini semakin rumit, karena pasukan bantuan pastinya tidak bisa datang ke titik dua karena monster raksasa itu mengamuk di titik itu. Mau tak mau, mereka sendiri yang harus datang ke titik tiga.

"Duke Alexander, apa kau tahu titik tujuan menuju ke titik tiga?" Tanya Ethan pada Alex yang berlari di sampingnya.

Alex mengangguk. "Tentu saja, Yang mulia. Tapi pertama-tama, kita harus keluar dari gang sempit ini dulu. Lingkar Mana tidak bisa terbentuk sempurna di sini."

"Kita lewat tangga itu." Theodor menunjuk tangga yang menuju ke bagian atap gedung. "Kita tidak memiliki waktu untuk lewat di deretan gedung tinggi ini."

Mereka naik satu persatu menuju atap gedung. Untunglah gedung-gedung di kota itu berjejer rapat, jadi mereka bisa melewatinya dengan melompat dari satu atap ke atap lain. Sesekali monster-monster kerdil yang menangkap keberadaan mereka menyerang mereka. Namun, itu bukan masalah besar bagi mereka. Monster itu mudah dikalahkan.

Menara yang berdekatan dengan titik tiga sudah mulai terlihat. Namun, semakin dekat dengan titik itu, gedung-gedungnya semakin renggang dan susah untuk dilompati.

Brakk!

Monster kerdil berbentuk burung berkepala tiga tiba-tiba saja menghantam bangunan yang atapnya sedang mereka tempati. Sebagian gedung itu rubuh. Reruntuhannya jatuh bersama tubuh mereka yang berguling di tanah.

Shasta meringis kesakitan, memegangi kepalanya yang terasa pusing. Kepalanya seperti terbentur sesuatu. Ia merasakan ada cairan yang mengalir dari pelipisnya. Sesuai dugaannya, cairan itu adalah darah.

"Terus menuju timur laut! Titik tiga sudah dekat!"

BRAKK!

Gedung di dekat mereka kembali rubuh akibat salah satu tentakel monster raksasa. Tentakel itu menyerang kesegala arah, menghantam bangunan-bangunan di sekitar mereka.

Alex membantu Shasta untuk berdiri, menggenggam erat tangan gadis itu. Keduanya berlari menyusul Ethan, Theodor, Jake dan Viscount Lardegal yang berada di depan.

He's the VillainWhere stories live. Discover now