40. A Thousand Years (END)

1.2K 153 38
                                    

»»----><----««

Lelaki bersurai hitam itu mengulurkan tangan, tersenyum teduh. "Kau ingin ikut? Seperti dulu."

Shasta ragu-ragu menerima uluran tersebut. Ia dapat merasakan kehangatan dari tangan lelaki itu di tengah dinginnya udara malam. Meyakinkan dirinya bahwa apa yang baru saja terjadi benar adanya dan bukan hanya sekedar mimpi.

Senyum lelaki itu semakin mengembang begitu Shasta menerima uluran tangannya. Kedua orang itu menatap telapak tangan mereka yang saling bertautan yang mengeluarkan cahaya keunguan.

Shasta mengernyitkan kening, menatap bingung cahaya tersebut. Dari mana asalnya?

Melihat tatapan kebingungan Shasta, tangan lelaki itu bergerak, memposisikan telapak tangan Shasta di atas telapak tangannya, memperlihatkan pola lingkaran rumit yang memancarkan cahaya redup di telapak tangan gadis itu. Lelaki itu juga memperlihatkan telapak tangannya yang memiliki pola yang sama.

"Setelah kita menyerahkan Batu Alzeris dan Ilzeris, Ryu memberikan kita ini, kau ingat?" Jelas lelaki itu. "Awalnya aku juga tidak tahu guna dari pola ini, tapi setelah ratusan tahun, akhirnya aku menyadari kegunaannya."

"Apa?"

"Untuk membuka gerbang antar kedua dunia. Fungsinya sama seperti kedua batu itu, tapi bedanya, ini hanya bisa membuka gerbang untuk pemiliknya, dan hanya pemilik pola ini yang bisa melewati gerbang."

Shasta terdiam sejenak. "Jadi... Kita masih bisa ketemu satu sama lain?" Shasta menatap kagum pada telapak tangannya. Jadi itu fungsinya? Tapi bagaimana cara menggunakannya agar gerbang itu terbuka? Entahlah, masih banyak yang tak Shasta mengerti dan ingin tanyakan pada lelaki itu.

"Tentu saja." Lelaki itu tersenyum tipis. "Ayo." Kembali mengulurkan tangannya yang langsung diterima oleh Shasta.

Begitu keduanya masuk kedalam sana, mereka langsung disambut dengan tubuh mereka yang terasa jatuh dari ketinggian. Sudah 5 tahun lalu Shasta terakhir kali masuk kedalam gerbang itu, dan ia kembali tidak terbiasa dengan sensasi jatuh seraya diputar-putar tersebut. Rasanya seperti isi perutnya ingin meloncat keluar.

🍃

Mata Shasta langsung menyipit begitu sinar matahari yang cukup terik langsung menyambut indera penglihatannya. Bau pepohonan birch langsung menyapa indera penciumannya. Suara cicitan burung menyambut indera pendengarannya, juga suara orang-orang yang tengah beraktifitas. Berbeda dengan dunianya, di dunia itu mentari masih bersinar cerah.

Shasta mendapati dirinya berada di halaman rumah kayu 2 tingkat dengan disain yang minimalis dan modern. Di depan sana, hamparan danau jernih terlihat. Pepohonan birch yang tumbuh renggang dengan daun kuning yang berguguran juga ikut menghiasi pemandangan indah itu. Shasta termangu sesaat memandanginya. Itu benar-benar indah bagi seukuran orang yang setiap keluar rumah selalu melihat jalan raya, gedung-gedung tinggi, dan disambut dengan asap kendaraan.

"Wah..," gumam Shasta penuh kagum. "Ini di mana?" Shasta balik menatap rumah kayu 2 tingkat yang menjulang di belakang mereka.

Lelaki itu mengulurkan tangannya untuk membantu Shasta bangun, kemudian menjawab, "di rumahku."

Shasta menerima uluran tangan tersebut, berdiri. Ia kenal betul pemandangan di sekitar rumah itu. Itu adalah tempat yang sama persis seperti tempat ia dan Caitlin sering kunjungi. Tapi bedanya, pepohonan di sekitar danau adalah pepohonan konifer, dan terdapat perkebunan tulip di dekat danau.

Lelaki itu menuntun Shasta untuk duduk di kursi kayu dengan meja bundar kecil di depannya.

"Kau ingin makan sesuatu?" Tanya lelaki itu.

He's the VillainWhere stories live. Discover now