14. Death Post

955 180 16
                                    

»»————><————««

BRAK!

Pintu kayu itu dibanting cukup keras, tapi tidak membuat penghuni di dalamnya terkejut sama sekali.

"Sekarang saya benar-benar meragukan anda, Kartena. Jika kau memang mantan pemimpin dari pusat menara pengendali mana, seharusnya kau bisa dengan mudah membunuhnya hanya dengan satu jentikan jari!" Henry menerobos masuk kedalam ruangan kaca, tempat di mana perempuan bernama Kartena itu tengah fokus dengan lingkaran Mana.

Merasa diacuhkan, emosi Henry semakin memuncak. Lelaki bersurai pirang itu mengumpulkan Mana di tangannya. Cahaya berwarna biru muncul, berbentuk mata tombak. Henry mengarahkannya kedinding kaca, tapi bukannya pecah, tombak itu malah hancur berkeping-keping.

Lingkar Mana yang mengelilingi Kartena menghilang. Hening sejenak sebelum akhirnya perempuan itu mengeluarkan Mana hitam berbentuk rantai, melilit tubuh dan leher Henry hingga lelaki itu terjatuh ke lantai.

"Dasar kau pengendali lemah! Berani-beraninya merusak percobaan ku!" teriakan Kartena menggema di ruangan itu. Rantai yang melilit Henry semakin mengerat, membuatnya tercekik.

Perlahan-lahan tubuh Henry melayang di udara seiring jari telunjuk Kartena yang juga terangkat di udara. Rantai yang melilit tubuh Henry tidak mengendur semili pun.

"Kau meragukan ku, heh? Baiklah, akan ku buktikan kalau aku bisa membunuh manusia lemah seperti mu hanya dengan satu jentikan jari." Kartena mengangkat tangannya yang siap menjentikkan jari.

"Tu-tunggu! A-aku!" Kartena mengendurkan rantai di leher Henry agar ia bisa mendengar apa yang akan lelaki itu katakan. Henry meraup rakus oksigen di sekitarnya, melanjutkan kalimatnya dengan napas terengah-engah. "Aku.. Punya penawaran menarik."

Rantai di leher Henry kembali mengerat. Kartena mendekat dengan salah satu tangan yang sudah siap menyerang. "Aku tidak tertarik dengan penawaran bodoh mu itu."

"Ke-kedua batu itu! A-akan ku beritahu di mana batu Alzeriz dan Ilzeras berada!" Henry berusaha terus berbicara walau lehernya tercekik rantai-rantai itu.

Rantai itu kembali mengendur dan Henry kembali meraup rakus oksigen di sekitar. Kartena kembali mendekat, menjambak rambut lelaki itu, memaksa untuk menatap bola matanya yang hitam pekat. Tubuh Henry yang melayang terbanting ke tanah.

"Ku akui penawaran mu cukup menarik." Seringai di bibir Kartena mengembang. "Di mana kedua batu itu?"

"Se-sejujurnya, aku tidak tahu di mana letak batu Ilzeriz-AKH!" Kalimatnya terhenti begitu Kartena kembali menyekiknya. Kali ini bukan memakai rantai, melainkan tangannya sendiri. Kuku-kuku tajam perempuan itu seakan ini mengoyak leher Henry.

"Sudah ku bilang bahwa aku tidak suka bercanda, Tuan Henry."

"Ta-tapi aku tau di-dimana batu Alzeriz."

Cekikan itu kembali dilepas. Kartena berjalan menuju meja kayu yang berada di tengah ruangan. Sebuah batu berlian berwarna hijau gelap melayang di atasnya bersama asap hitam yang mengelilingi bola.

"Cepat katakan." Kartena duduk di kursi kayu, memutar tangannya di sekitar bola hingga asap hitam itu lenyap. Ia mengulurkan tangannya pada Henry yang sudah terbebas dari lilitan rantai.

Henry bangkit dari duduknya, berjalan kearah meja, meraih uluran tangan tersebut. Keduanya menutup mata, saling berkonsentrasi. Satu tangan Kartena menggenggam tangan Henry dan yang satunya memegang bola kristal berwarna hijau gelap.

He's the VillainWhere stories live. Discover now