28. Walk the Line I

648 166 5
                                    

»»————><————««

Seluruh rakyat Enveulla bersorak-sorai melepas kepergian mereka. Teriakan-teriakan semangat dari rakyat memenuhi langit pusat kota. Beberapa memberikan hadiah atau makanan sebagai perbekalan.

"Pangeran! Selamat jalan!"

"Hati-hati di jalan!"

"Cegah perang itu, dan tetap jaga kemakmuran Enveulla, pangeran!"

"Ketiga Duke-ku, selamat jalan!"

"Lady Caitlin, kau inspirasi bagi seluruh perempuan!"

"Tuan! Jaga dirimu baik-baik atau Duchess Ellona akan memecat ku!" Felix juga berada di antara kerumunan itu. Alex yang mendengar teriakan pengawal setianya itu hanya mengangguk sebagai isyarat iya.

Para bangsawan dan rakyat berbondong-bondong memberikan ucapan selamat tinggal. Mereka tidak tahu kalau rombongan itu akan pergi melintasi "dunia lain". Yang mereka tahu, rombongan itu akan pergi ke suatu tempat untuk menyelesaikan "misi" Perdamaian. Tidak ada yang tahu pasti apa misi tersebut. Itu masuk dalam rahasia kerajaan.

Shasta menatap kerumunan rakyat dan bangsawan itu dengan mulut menganga, yang untungnya tertutup oleh masker hitam yang ia kenakan. Dari atas kuda, ia bisa melihat lautan manusia yang mengelilingi mereka. Beberapa penjaga sampai pusing sendiri menanganinya.

Gerbang pusat kota terbuka, mulai dari gerbang utama sampai gerbang paling luar. Tak butuh waktu lama, pasukan mereka telah meninggalkan pusat kota. Pasukan itu tidak terlalu besar, dan juga tidak terlalu kecil. Hanya sebagian kecil dari pasukan kerajaan, keluarga Eden, dan keluarga Lascalles.

Shasta menoleh kebelakang, melihat kerumunan rakyat yang mulai tertinggal. Ini pertama kalinya ia di kerumuni seperti seorang artis. Yah, walau ia sendiri tahu kalau mereka hanya ingin melihat para bangsawan yang ikut dalam "misi" Ini, bukan dirinya.

"Pusat kota sudah tertinggal, percepat laju kuda!" Perintah Alex yang langsung di ikuti seluruh pasukan.

Puluhan kuda itu berlari cepat menyusuri hutan. Itu hanya hutan kecil. Tidak terlalu besar dan lebat. Cahaya matahari masih bisa masuk kedalamnya.

Pasukan mereka terus maju menuju utara, tempat dataran tinggi Enveulla berbaris rapih mengikuti aliran sungai besar. Tujuan pertama mereka adalah Pegunungan Biru, dan waktu tempuh jika menaiki kuda masih 4 jam lagi.

2 jam, kuda mereka terus berlari menyusuri hutan, namun suara air sungai belum terdengar. Theodor memberi isyarat agar yang lain menghentikan kudanya. Jika mereka tidak salah arah, seharusnya suara aliran sungai bisa terdengar dari sini.

"Duke Alexander, peta." Theodor mengulurkan tangannya, meminta peta pada Alex. Pandangannya menyapu seluruh hutan yang semakin lebat.

Alex memberikan peta yang berada di tasnya."Kita berada di jalan yang benar, pangeran. Jika aku tidak salah, setelah keluar dari hutan ini, akan ada padang bunga. Kita bisa langsung melihat kaki Gunung Biru dari sana. Di balik Pegunungan Biru, aliran sungai akan terlihat." Alex menjelaskan posisi peta yang kurang akurat.

Peta itu mengatakan bahwa sungai besar akan mulai terlihat setelah mereka selesai melewati hutan itu. Tidak ada padang bunga yang tergambar di peta tersebut. Peta itu memang kurang akurat karena jalan itu sangat jarang di lalui.

Theodor mengangguk-angguk, mengecek kompasnya. Mereka tidak salah jalan, masih menuju utara. Theodor memberi instruksi pada yang lain.

"Di sebelah timur Pegunungan Biru terdapat Kota Pesisir Pantai yang tak jauh dari pegunungan. Kondisi kota itu sudah mulai pulih, jadi kita bisa bermalam di sana untuk sementara jika waktunya tidak memungkinkan. Namun, jika kita bisa sampai ke ujung Pegunungan Biru sebelum svar 9, di kaki gunung akan di siapkan tenda-tenda penginapan.

He's the Villainحيث تعيش القصص. اكتشف الآن