I lose my freedom

48.6K 1.2K 33
                                    

Apa sih pernikahan itu?

Menurutku pernikahan harus diawali dengan cinta dan kasih sayang. Tidak mementingkan harta, tahta, ataupun warisan.

Pernikahan itu proses sakral, tidak boleh asal-asalan karena berjangka waktu seumur hidup dan tidak ada istirahatnya.

Tapi, apa jadinya jika pernikahan itu terlaksana tanpa cinta satu sama lain? Pasti selalu ada pertengkaran bukan?

Dan sayangnya, itu yang kualami dengan Dimas.

Tet ... Tet ... Tet ....

Benda sialan itu memaksaku bangun--dengan pegal di sekujur badan dan kantuk tertahan akibat karaoke semalam--untuk mematikannya. Ku berniat kembali tidur ketika ranjang yang kutiduri bergerak.

Suara langkah berat terdengar, pintu terbuka, lalu tertutup lagi dengan keras.

Aku memutar mata. Batal sudah tidurku. Ada hal yang harus siapkan sekarang.

Pakaianku, dannya. Sikutukupret Dimas.

Ritual pagiku tak berhenti. Setelah kami siap, aku akan turun dan menyiapkan sarapan untuknya dan dia harus menyiapkan mobil kami. Maksudku, mobilku dan dia.

Sebelumnya, ogah-ogahan, deh, aku ngelakuin ini. Sampai tiga minggu yang lalu Dimas dipanggil guru bk gara-gara pakai seragam gak lengkap satu semester.

Hari itu, orang tua Dimas tidak bisa datang sampai digantikan Mami. Kalian tau apa yang dikatakan mami saat pulang? dia memuntahiku omelan! Lalu tiba-tiba suatu perintah muncul agar aku menyiapkan kebutuhan kami. Tiap hari!

Pernikahan ini juga karena orang tua kami. Ini karena bisnis mereka, yang entah bagaimna melibatkan ku dan Dimas didalamnya.

"Buatin gue sarapan dong!" ucap Dimas sambil menarik kursi meja makan lalu duduk disana. Berhadapan degan ku.

"Ogah. Bikin aja sendiri!" Jawabku tanpa meliriknya. Mataku pada jam digital di ujung ponsel, lalu mendongak seketika dengan mata membulat sempurna.

"Setengah tujuh! Udah lo panasin belom mobil gue?" Dimas melirikku sekilas, lalu membenahi dasinya yang tak pernah rapi.

"Panasin aja sendiri!"

Aku mencibir. Manasin mobil kan emang tugas dia. Keras kepala banget sih! Sesuatu terlintas di pikiranku. "Mami mana?"

"Ke Singapore. Mami nitipin lo ama gue," jawap Dimas datar lalu menyeruput susu cokelatnya. "Mobil lo dibawa mami."

Aku dalam keadaan kaget. Mami ke Singapore nggak bilang dulu? mana pake bawa mobilku lagi? apaan juga nitipin aku ke Dimas! Ah Mamii!

"Ayo berangkat! Lo bareng gue!" teriaknya dari ruang tamu. Aku resah karena belum manyentuh sarapanku sedikitpun.

"Tungguin!" Teriakku tapi Dimas tetap berjalan. Kutarik tasku paksa dan segera berjalan cepat menyusulnya.

"Lama amat lo!"

"Iya, cewek kan rapi. Nggak kayak cowok!" sindirku, eh, orang yang disindir tetap cuek bebek.

"Emang lo cewek? Kayanya enggak." Dimas menyeringgai ke arahku lalu masuk ke mobil hitamnya.

"Awas lo Dim!!" teriakku kesal berlari kecil memasuki mobilnya dan duduk di sebelah kemudi.

Dia tertawa kecil. Tak menunggu lama mobil hitamnya sudah membelah jalan raya berpacu dengan waktu.

***

"Kalian tau cara ngilangin noda di jok nggak? Kesel banget gue gegara ada noda susu di mobil gue," tanya Tasya antusias.

"Noda susu? Coba pakein pasta gigi. Kata tante gue mempan sih." jawap Seeva sambil kipas-kipas.

"Bener ya? Kalo ada apa-apa lo tanggung jawab!" Balas Tasya.

"Lo ini, uda dikasih tips malah minta ganti rugi. Dasar!" Seruku sambil kipas-kipas.

Tanganku menyeka keringat, lalu kembali mengayunkan kipas Seeva. Menanti angin kecil yang dikeluarkannya agar sedikit menghilangkan hawa panas di pinggir lapangan.

"GERAH! Gantian!" teriak Tasya lalu merebut kipas dari tangaku.

Aku mendengus. Hari ini ada renovasi di kelasku. Jadi pelajaran diliburkan  tanpa memperbolehkan siswa keluar sekolah. Dasar! Alhasil, aku, Seeva dan Tasya terdampar di koridor pinggir lapangan sambil menunggu Lea memelas izin keluar dari guru piket untuk melanjutkan hang out kami tadi malam. Hihihi.

BUGHH..

Suara bola yang terlempar hingga menabrak tubuh seseorang membuat kami mengalihkan pandangan ke satu titik dimana siswa kelasku bermain bola.

Satu siswa terguling, siswa lain segera datang mendekat. Belum tau siapa korbannya tapi kami menelisik penasaram dari tempat.

"Bro, lo gak apa-apa?" Goffar menghampiri dengan wajah cemas.

Goffar lebay banget si, masa gitu aja bisa kenapa-napa.

Kami kembali ke fokus masing-masih. Aku memikirkan kenapa Lea tak juga kembali. Hingga suara Arga menginterupsi kami.

"Merah loh. Wah lo nih.. gue anterin ke UKS mau, bro?"

Tak terdengar suara lain selain penolakan dan suara langkahnya ke UKS di gedung sebelah.

Oh Dimas ternyata.

Aneh, Dimas biasanya benci masuk ke UKS. Dia saja benci bau obat.
Jangan salah sangkah dan mengira aku seperhatian itu dengan Dimas, ya. Itu juga karena dia pernah menggodaku ketika sakit di UKS dulu. Ketika aku balas menggodanya, dia berteriak hanya karena aku mendekatkan bungkus obat ke mukanya.

Aku mengedikkan bahu. Beberapa saat seperti slow motion ketika Dimas masuk dengan tangan memegangi perut dan Audy menusulnya dari belakang. 

Buset, sempet-sempetnya drama tu cowok.

ponsel di tanganku bergetar, Lea mengirimiku pesan.

To: Michelle

Ke gerbang, 10 menit lg gue kesana.

Aku mengiyakannya lalu menyalakan musik dari ponselku. Masih 10 menit kan. Think out loud dari Ed Sheeran menenangkan ku dan menggodaku untuk sedikit bernyanyi. Seeva dan Tasya juga ikut bersenandung.

Ponselku bergetar kembali, aku mengerutkan alis melihat siapa pengirimnya. Bukan Lea, melainkan Dimas.

To: Michelle

Lo tungguin gue di gerbang. Anterin gue pulang.

Aku berdecak. Kenapa dia selalu membatalkan rencanaku?

Big no!

To: Dimas

Gue mau keluar ama anak-anak. Pulang sendiri lo.

To: Michelle

Guru piket udah buatin ijin lo. Gak bisa nolak. Lo ke gerbang, sekarang!

Aku mengumpat. Dia menyebalkan sekali sih jadi orang!

segera ku matikan lagu Ed Sheeran, membereskan tasku lalu mengarang alasan untuk pulang pada Tasya dan Seeva.

"Maafin gue. Nyokap gue udah jemput di gerbang...sorry banget."

Aku berjalan ke gerbang dengan menekuk muka. Dasar kutukupret. Bisa aja buat waktu senang-senang ku hilang!

Young RelationWhere stories live. Discover now