He dont love me like i do

5.6K 286 4
                                    

Dimas tau Michelle menganggapnya lebih dari sekedar teman yang menjadi suami.

s u a m i

Kata itu lewat di kepalanya dan membuat getar aneh di sekujur tubuh. Jadi geli sendiri.

Oke, kembali ke persoalan utama. Dimas tau dengan hanya menatap mata. Michelle, gadis itu seperti berkata telah memberikan seluruh hatinya.

Tapi Dimas menggeleng. Sebenarnya dia takut terlalu dekat. Dia takut akan lawan kata pertemuan.

Perpisahan.

Dimas hanya perlu melindungi Michelle tanpa tau tujuannya apa, tanpa tau batas. Karena Michelle dikelilingi orang orang yang dapat mencelakakannya. Dan dia merasa bahagia.

Altaf dan Lea.

Dimas bingung mengatasi dua orang bodoh yang dibutakan cinta itu.

***

Michelle pov

Detak jantung yang lebih dari sekedar cepat di lorong rumah sakit sudah memberi penjelasan.

Keringat kuseka dengan sapu tangan Dimas. Tangan kirinya kuremas sehingga dia terus menerus mencium tanganku. Katanya agar aku tidak tegang.

Tapi tak ada ada efeknya. Lalu aku sadar akan sifat alamiah cowok, modusin cewek. Ternyata.

Setengah jam yang lalu aku larut dalam masa yang menemukan Altaf pingsan di lorong. Mukanya memucat dan darah mengucur dari hidungnya, pikirku, pasti itu karena kankernya.

Aku khawatir setengah mati, rasanya seperti Dimas terkapar di lantai beberapa waktu yang lalu. Serasa Hatiku mau copot. tidak tau mengapa itu terjadi.

Apa aku menyukainya? mungkin. Karena perasaan suka itu yang pertama muncul padanya.

Aku dan seorang guru--yang sekarang sedang mengurus administrasi rumah sakit-- ikut dalam ambulance dan tiba di sini bersamanya. lalu dimas tiba lima belas menit kemudian masih dengan seragam olah raga di badan.

Dokter membuka pintu kamar rawat Altaf. "Dimana walinya?"

"Sudah dalam perjalanan," Aku melirik Dimas, melempar tatapan tanya.

"jika sudah tiba, bisa tolong bilang padanya untuk menemui saya di ruangan saya? ada hal amat penting yang harus saya katakan," Dimas mengangguk. Dokter tadi beranjak pergi.

Aku menatap Dimas meminta penjelasan.

Dimas menatap dinding di hadapan. Tangannya mengambil benda tipis persegi panjang dari kantong. "Udah gue kabarin mamanya" dia menarik nafas "Lagian lo juga si, tau orang pingsan yang diberesin orangnya doang. Padahal tadi hape dia disebelah dia. Untung kaga keinjek,"

Aku mendengus. Tanganku beralih pada kepala Dimas, mau menoyornya, tapi kehilangan niat.

Aku bersandar padanya. Rasanya seperti melepas beban.

"Pulang yuk?"

Mau menolak, tapi Dimas buru-buru menambahkan sambil menarik tanganku di genggaman.

Lo suka digituin kan?

Iya. Pastinya.

cuma mau ngingetin, kalau terbang jangan tinggi tinggi. Jatohnya sakit.

Aku tak perduli.

"Temenin gue makan. Laper sumpah dari tadi pagi gegara bangun kesiangan."

Lamunanku terpecah.

Perutku berbunyi, memberi persetujuan. Kami meninggalkan rumah sakit menuju food court sebuah mall dekat rumah. Selesainya Dimas memarkir aku bertanya.

Young RelationTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang