Izin jatuh

5.6K 323 3
                                    

Eh menurut kalian, jatuh cinta pake izin ga?

Happy reading

Michelle pov

Dia masih main rahasia.

Aku tertawa miring. Sebenarnya aku melihatnya. Dimas menarik tangan Lea ke meja kantin yang paling ujung, yang tidak terlihat dalam sekali pandang.

Tapi yang membuatku bingung, untuk apa Dimas berbohong soal Lea? Atau mungkin pertanyaan yang tepat, ada apa di antara mereka?

***

Aku lelah mengingatkannya dari tugas hariannya yang serasa makin membunuh.

Dimas selalu menghabiskan waktu di depan laptop hingga melewatkan makan malam. Sudah kuingatkan, tapi yang dia katakan hanya sebatas: "ck, iya ntar. Tugas gue masih banyak,"

Aku sampai penasaran siapa yang memberinya tugas. Sebanyak itu kah porsi anak SMA?

Semuanya terjawap malam ini. ketika televisi di ruang tengah menampakkan berita penurunan nilai rupiah.

Aku membawa susu cokelat hangat dari dapur ke meja makan. Dimas tak bergeming.

Fokus sekali dia.

"Hmm," Aku berdehem sehingga dia sadar aku disana.

"Apaan?" Suaranya lemah. Matanya tak teralih dari laptop.

"Diminum,"

Dimas melirik ke arah mug lalu kearahku, matanya memerah saat kami membuat kontak. "Oh iya, thanks,"

Aku khawatir. Hanya khawatir, dia bisa saja masuk rumah sakit karena drop.

Kuambil tempat di sampingnya, Dia yang terkejut menghentikan pekerjaannya dan menghadapku.

"Gue ngerasa badan gue anget semua abis futsal tadi,"

Benarkah?

"Masa?"

Alisnya diangkat lemah. "pegang aja,"

Tanganku terulur menyentuh punggung tangannya. Yaampun, panas sekali.

"yatuhan Mas, minum obat ya, gue ambilin."

Tanpa mendengar jawaban, aku beranjak dari hadapan Dimas menuju kotak obat di dapur untuk mencari parasetamol dan air. Kudengar suara keyboard yang beradu dengan jari, aku bergegas kembali.

"Lo ngapain si pake ngerjain begituan?" Tanyaku geram.

Dimas nyengir sebelah. Kusodorkan obat dan segelas air tadi.

"Buruan minum!"

"ga, nanggung. besok juga sembuh,"

"Minum dimas! Apa kita ke rumah sakit?" Ujarku dengan suara naik beberapa oktaf.

"Gue bilang kaga ya kaga!" Dimas membentakku, aku tak peduli.

Rasa jengkel mengerjapku, detak jantung yang meningkat membuatku ingin berteriak. Tepat didepan mukanya. Tapi itu tidak mungkin.

Jari Dimas kembali beradu dengan keyboard. Aku berusaha menahanahan agar tidak meneriakinya.

"YAUDAH KALO GITU LO TIDUR."

Ternyata gagal, aku meneriakinya.

Dimas menatapku jengah, dia yang menahan amarah. Matanya menatap mataku lemah. Dia tidak akan baik-baik saja semudah tidur dan keesokan harinya kembali seperti semula. Aku yakin itu.

Tapi ternyata dia bangkit dari kursi, dengan tatapan menyalang begitu berjalan mendahuluiku ke arah kamar.

Sambil menarik nafas lega, aku mendengus. Kubawa susu yang tak sempat dia minum ke kamar. Semua baik- baik saja, sampai tangannya tak sempat meraih gagang pintu dan tubuhnya jatuh ke belakang.

Young RelationTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang