Bitter : 32. Memory Card

3.6K 829 134
                                    

"J melapor. Di luar masih sunyi. Tak ada yang keluar atau pun masuk."

Suara Jennie bisa Lalice dengar di tengah langkahnya yang amat hati-hati. Suara itu, entah kenapa bisa menenangkan batinnya yang ketakutan saat ini.

"Ini Agust. Saegull dan Ley tolong dengarkan aku. Kalian harus berhati-hati. Banyak CCTV yang terpasang." Saat suara Yoongi muncul, Lalice menghentikan langkahnya.

Ia menatap ke setiap sudut. Menyipitkan mata kala tak melihat tanda-tanda bahwa semua CCTV itu hidup.

"CCTVnya mati." Suara Lalice terdengar datar, namun cukup mengejutkan Jungkook serta Yoongi.

Kedua lelaki yang ada di lorong berbeda itu mulai meneliti CCTV yang memang mati. Tak ada pancaran cahaya merah yang seharusnya muncul ketika CCTV menyala.

"Apakah informan itu ada disini?" Disamping Jennie, Wendy bergumam setelah mendengar penuturan Lalice. Karena tak mungkin CCTV dibiarkan mati sedangkan gedung itu menyimpan banyak rahasia.

Di dalam, ketiganya belum menemukan ruangan yang di tuju. Karena sebagian besar ruangan disana kosong, tanpa berkas apa pun.

Sampai dimana Yoongi yang baru saja keluar dari sebuah ruangan, dikagetkan dengan kehadiran seorang lelaki.

"Siapa kau---" Belum selesai lelaki itu bicara, Yoongi langsung melayangkan pukulan.

Perkelahian tidak bisa dihindari. Bahkan Yoongi harus menggunakan pisaunya ketika lelaki itu pun mulai menguluarkan benda tajam yang sama.

Jungkook dan Lalice mendengarnya. Mereka menjadi lebih berhati-hati dalam menelusuri gedung itu. Mereka yakin, semakin jauh keduanya masuk akan semakin banyak manusia yang ditemui.

Lalice mulai kesal. Ia memilih menaiki lift yang membawanya ke lantai paling atas. Sampai disana, dia mengerutkan dahi ketika hanya menemukan satu pintu.

Tanpa ragu, dia masuk ke dalam ruangan itu. Napasnya sempat tercekat, karena terdapat sekitar sebelas orang disana. Namun semuanya tampak tertidur lelap di meja masing-masing.

Merogoh saku jaket kulitnya dan meraih sebuah flashdisk, Lalice terburu-buru memeriksa salah satu komputer yang pemiliknya tertidur. Di meja itu pun, ia bisa menemui sebungkus ramen instan. Dan Lalice yakin, jika itu bukan ramen biasa.

Mengabaikan pemikirannya, dia mulai mencari hal yang dibutuhkan. Merasa bersyukur, karena di dalam komputer itu semua yang ia cari tersedia.

Mulai dari berbagai bukti transaksi online milik So Jisub dan beberapa Clientnya, juga surat perjanjian bisnis ilegal miliknya.

"Dia memiliki pabriknya?" Lalice bergumam, kala melihat surat kepemilikan sebuah tempat yang ia yakini itu adalah pabrik pembuatan narkoba jenis baru milik So Jisub.

Gadis berambut abu itu menghembuskan napas kasar setelah menyalin semua berkas yang ada di dalam komputer ke flashdisk miliknya.

Butuh waktu lama agar semua file itu tersalin karena jumlahnya cukup banyak. Lalice tak mau menyia-nyiakan waktunya dan memilih meraih beberapa berkas yang ia yakini penting lalu memasukkannya ke dalam tas ransel.

"Bedebah kecil!"

Lalice tak bisa menahan detakan jantungnya yang berubah menjadi dua kali lipat ketika seseorang masuk dan mendesis padanya.

"Apa yang---"

Brak!

Lalice melempar salah satu kursi kosong ke arah lelaki itu. Melirik pada layar komputer dan merasa frustasi karena file yang tersalin masih 40%.

Bitter ✔Where stories live. Discover now