Bitter : 42. Back To Team

2.9K 626 51
                                    

Sebenarnya siapa yang bisa melupakan sosok anaknya sendiri di dunia ini? Terlebih untuk Bae Joohyun. Ia adalah seorang ibu, yang bahkan harus mempertaruhkan nyawanya saat melahirkan anaknya.

Ia tak akan mungkin lupa. Selama ini, Joohyun hanya berusaha tegar agar tetap menjadi ibu yang baik untuk kedua anaknya yang lain.

Tanpa siapa pun tahu. Setiap hari, ia selalu berharap keajaiban datang. Ia selalu berdoa pada Tuhan agar mengembalikan sosok anak bungsunya yang ia tahu terbunuh delapan belas tahun silam oleh sahabat suaminya sendiri.

Ketika keajaiban itu datang, bukankah seharusnya Joohyun bahagia? Tapi sayangnya, Tuhan tidak semudah itu mengembalikan sosok putri bungsu yang selalu ia rindukan selama delapan belas tahun ini.

"Joohyun-ah, aku baru saja berbicara dengan Dokter." Junmyeon berdiri di belakang istrinya.

Dia sungguh tak sanggup melangkah lebih dekat. Ia tak mau melihat sosok anak bungsu yang seharusnya ia sambut dengan hangat, kini justru dalam keadaan sekarat.

"Kita harus bersiap apa pun yang terjadi. Mengingat kondisinya... Dokter tidak akan terkejut jika dia akan meninggal---"

"Dakcho!" Joohyun yang kini berdiri di samping ranjang tempat Lalice berbaring sembari menggenggam erat tangan putrinya, tampak memejamkan mata erat.

"Jangan bicara lagi. Jika kau hanya mengungkapkan omong kosong, lebih baik keluar." Wanita bermarga Bae itu mengatakan kalimat selanjutnya dengan bibir bergetar.

"Yeobo--"

"Aku bilang diam, Junmyeon-ah." Suara Joohyun berubah melirih. Suaranya sarat akan memohon agar suaminya tidak mengatakan sesuatu yang membuat perasaannya lebih terluka.

"Aku yakin dia datang bukan untuk pergi lagi." Suaranya mulai beradu dengan tangisan yang perlahan muncul.

"Aku tahu, rasanya tidak pantas untuk mengatakan ini pada anak yang bahkan tak pernah kita temani selama hidupnya. Tapi... Aku benar-benar tidak akan rela jika dia direnggut dariku lagi, Junmyeon-ah."

Mendengar penuturan istrinya, Junmyeon menunduk. Ia hanya berharap istrinya tak akan terkejut jika sesuatu yang buruk terjadi pada Lalice nantinya karena Dokter pun sudah memberi peringatan.

Tapi tampaknya, sang istri benar-benar tak akan rela jika anaknya kembali hilang. Bahkan terancam tak bisa ia lihat lagi selamanya.

Merasa keberadaannya tak dibutuhkan sang istri, Junmyeon memilih keluar dari ruangan itu untuk menenangkan dirinya sendiri. Karena semenjak Jennie pergi dari rumah saat itu, hidupnya benar-benar tak pernah tenang hingga saat ini.

Mendengar pintu ruangan itu di tutup, Joohyun berusaha menarik napasnya yang terasa sesak.

Ia mulai menggerakkan tangannya untuk menyingkap piyama yang menutupi lengan Lalice. Hingga akhirnya tampaklah bekas luka yang sudah tercipta saat Lalice masih bayi itu.

"Kau berusaha hidup sendirian selama delapan belas tahun ini, pasti terasa berat kan?" Joohyun sungguh bertanya-tanya, pernahkah Lalice berpikir untuk menyerah dengan hidupnya? Mengingat selama ini gadis itu tak pernah merasa bahagia.

Ia mendengar cukup banyak kisah hidup gadis berambut abu itu dari Jennie saat menunggu proses operasi yang dijalani Lalice selesai beberapa waktu lalu.

Hidup sendirian. Tanpa dukungan siapapun. Juga kesulitan dalam segi ekonomi, Lalice cukup hebat bisa bertahan sejauh ini.

"Sekarang kau tidak sendiri lagi. Aku janji, akan membuatmu bahagia mulai sekarang." Tangan Joohyun yang bergetar, berusaha mengusap wajah Lalice yang kini tampak pucat.

Bitter ✔Where stories live. Discover now