Bitter : 10. Join

9.8K 1.6K 202
                                    

"Lili-ya, ayolah. Kita bisa menjadi kaya. Kita bisa makan ayam setiap hari jika menerima tawarannya." Itu adalah kalimat Jisoo yang terus di dengar oleh Lalice selama perjalanan pulang. Dan kalimat kesekian kalinya yang Lalice abaikan. Gadis berponi itu hanya berjalan dengan wajah acuh sembari menikmati permen lolinya.

"Lili-ya!" Jisoo berseru kesal pada Lalice. Apalagi setelah mereka sampai di dalam apartemen. Jisoo semakin diabaikan oleh Lalice yang memilih memasak sebuah mie instan.

Saat Park Chanyeol menawari mereka untuk bergabung bersama Timnya, Lalice memang langsung menolak dengan mentah-mentah. Dia tak ingin menambah masalah di hidupnya. Lalice sudah nyaman hidup seperti saat ini, dan melibatkan diri pada masalah negara bukanlah hal baik untuk gadis itu.

Tapi Jisoo begitu sangat ingin bergabung bersama Tim Chanyeol. Bukan karena ingin melakukan tugas yang mulia, namun karena uang yang ditawarkan lelaki itu membuat Jisoo benar-benar harus membuat Lalice menerima tawaran Chanyeol.

"Kau bilang, orang-orang berbadan besar itu yang juga pernah hendak menangkap Jennie, kan? Jika kita bergabung bersama lelaki itu, bukanlah kita bisa menyelamatkan hidup Jennie sekaligus?" Jisoo berbicara seperti itu, karena mendadak ingat dengan apa yang Lisa ucapkan beberapa saat lalu ketika hendak menolong Chanyeol. Sekarang, keinginannya mulai berubah. Tetap ingin memaksa Lalice ikut bersama Chanyeol, namun bukan dengan tujuan mendapatkan uang. Dia ingin tahu siapa yang mau menangka pJennie. Secara tidak langsung, bukankah keluarganya ada hubungan dengan mafia itu?

"Apa peduliku." Jawab Lisa berusaha mempertahankan suara datarnya. Walaupun dalam hati sangat ingin mengiyakan ucapan Jisoo. Tapi sekali lagi, dia tak ingin berurusan dengan sesuatu yang berbahaya.

"Lili-ya... Bukankah kita ini keluarga? Bukankah selama ini kau menganggap kami sebagai kakakmu?"

Lalice yang hendak memasukkan mie ke dalam panci, sekita terdiam. Jisoo benar, sikapnya saat ini seakan terlalu acuh dengan mereka yang sudah menganggap Lalice sebagai adik. Gadis itu merasa jahat, karena dengan terang-terangan tak memperdulikan bahaya yang sedang mengincar kakaknya.

"Baiklah. Tapi hanya kita berdua. Jangan libatkan mereka." Jawab Lalice akhirnya. Membuat Jisoo mengangguk cepat. Mengambil alih pekerjaan Lalice yang ingin memasak mie instan.

"Duduk saja. Aku akan memasakkannya untukmu, seperti biasanya."

.......

Tiga puluh menit setelah Jennie dan Rosé pergi bekerja, Lalice dan Jisoo ikut keluar dari apartemen itu dengan tujuan berbeda. Mereka sudah menghubungi Chanyeol karena lelaki itu sempat memberi mereka nomor telepon. Dan saat ini, dia sedang menunggu Lalice dan Jisoo di lobby apartemen.

"Benarkan ini apartemen? Kenapa tidak ada satpam yang berjaga? Selain itu, kenapa pegawai resepsionisnya hanya satu? Bagaimana---"

"Bisakah tidak usah cerewet? Bawa saja kami sekarang." Yang menyela Chanyeol itu adalah Jisoo. Dia sangat tak suka Chanyeol merendahkan tempat tinggal milik Lalice. Walaupun kumuh, Jisoo amat tahu jika Lalice harus bersusah payah dahulu untuk mendapatlan satu unit di gedung itu.

"Ah, maaf. Ayo ikut aku."

Dengan mobil Mercedes C-Class milik lelaki jangkung itu, mereka bertiga membelah jalanan pagi Seoul dengan kecepatan tinggi. Jisoo bahkan sampai meremas lengan Lalice karena terlalu takut.

Yang seharusnya mereka menempuh perjalanan selama satu jam, namun karena Chanyeol mengetir seperti orang kesetanan membuat waktu tempuh mereka menjadi setengah jam.

"Kau yakin ini benar-benar markas tim mu?" tanya Jisoo ragu. Karena saat ini mobil Chanyeol tengah berhenti di depan sebuah bangunan kosong yang sudah tampak rapuh. Atap, jendela, bahkan pintunya sudah menghilang.

Bitter ✔Where stories live. Discover now