Bitter : 21. Orphanage

7.4K 1.2K 86
                                    

Dorr~

Dorr~

Dorr~

Yoongi hanya bisa menelan salivanya susah payah ketika melihat Lalice menembak papan target di hadapan mereka tanpa ampun. Entah sudah berapa peluru yang Lalice keluarkan, papan itu kini hampir tak berbentuk lagi.

Lelaki itu tahu, saat ini Lalice sedang dilanda kekesalan yang cukup besar. Kasus yang mereka kerjakan sampai sekarang belum menemukan titik terang. Namun semakin lama, justru semakin parah.

"Y-Ya! Kita sudahi saja latihannya. Aku ingin makan--" Bibir Yoongi seketika bungkam saat Lalice tiba-tiba menodongkan pistol tepat di kepalanya.

Dalam hati, Yoongi merutuki dirinya sendiri. Baru kali ini ada seorang wanita yang bisa membuatnya ketakutan. Padahal lelaki itu sudah berusaha untuk mempertahankan wajah datarnya. Tapi dengan Lalice... Mengapa sangat sulit?

"Kau takut?" Lalice menyunggingkan senyum miringnya ketika melihat bola mata Yoongi bergetar. Tanda yang amat jelas jika lelaki itu sedang merasa takut.

"Naega? Mana mungkin---" Yoongi kembali terdiam saat Lalice menarik pelatuk pistolnya. Apakah gadis itu serius ingin menembak kepala Yoongi?

Lalice menurunkan pistol hitamnnya setelah melihat wajah Yoongi kini dipenuhi oleh keringat. Dia beralih meraih tangan Yoongi dan meletakkan pistolnya di atas telapak tangan pria itu.

"Pelurunya habis, bodoh." Ujar Lalice lalu berjalan meninggalkan ruang latihan itu dengan santai.

"Ya! Kau mengataiku bodoh?"

.........

Taehyung membuka kaca mata hitamnya ketika turun dari mobil milik Chanyeol. Menyipitkan kedua matanya, melihat tempat perkumpulan mobil bekas itu kini dijaga ketat oleh beberapa petugas kepolisian.

"Ya! Kenapa kau diam saja? Ayo." Taehyung mendesis ketika mendengar nada mengesalkan itu keluar dari mulut Chanyeol.

Dengan terpaksa, dia melanglahkan kakinya mengikuti kemana Chanyeol pergi. Hingga kini mereka tiba di hadapan beberapa polisi itu, namun saat ingin masuk keduanya langsung ditahan.

"Kami adalah anggota NIS." Taehyung maju beberapa langkah memperlihatkan kartu identitasnya, karena di saat seperti ini pun Chanyeol tak bisa membocorkan identitasnya. Bahkan lelaki itu harus menggunakan masker untuk menutupi sebagian wajahnya.

"Maaf, Tuan. Siapa pun dilarang untuk masuk kecuali pihak kepolisian."

Kening Taehyung mengerut. Menyempatkan diri untuk saling pandang dengan Chanyeol yang ada di sampingnya. Merasa cukup aneh dengan larangan yang mereka terima. Karena seharusnya, NIS pun berhak untuk memeriksa bus itu.

"Kami ini---" Ucapan Taehyung terhenti saat Chanyeol meremas lengannya. Pertanda lebih baik dia diam.

"Kalau begitu, kami akan pergi."

Chanyeol membungkukkan tubuhnya sedikit, lalu menarik lengan Taehyung untuk kembali memasuki mobilnya. Setelah mereka berhasil masuk, Chanyeol meremas kemudi mobilnya kasar.

"Ya! Kenapa kita harus pergi? Apakah kau selalu lembek begini?" seru Taehyung kesal. Sungguh, dia ingin menyelesaikan kasus itu secepat mungkin karena dia sudah muak berada di dekat musuh bebuyutannya.

"Kita akan kembali nanti malam. Secara diam-diam." Geram Chanyeol masih terus menatap tajam ke arah para polisi yang telah menolak keberadaan mereka tadi. Sudah pasti, ledakan yang terjadi pada bus itu memang tidak beres.

"Maksudmu... Kita menjadi penyusup?" tanya Taehyung tak percaya. Ayolah, mereka hanya ingin mengetahui perihal penyebab meledaknya bus itu. Kenapa harus menjadi penyusup.

Bitter ✔Where stories live. Discover now