Bitter : 5. Kicked Out

10.4K 1.6K 491
                                    

Pulang dari tempat kerjanya di jam dua pagi, Lalice tak akan langsung pergi tidur. Gadis itu akan merebus mie instan dan secangkir teh hangat. Jika tidak, saat dia bangun nanti pasti akan terasa lemas karena tak memiliki tenaga.

"Kau belum makan?"

Tanpa menoleh, Lalice tahu siapa yang ada di belakangnya kini. Tidak mungkin Jennie karena gadis berpipi mandu itu sangat mudah tertidur dan mustahil pada dini hari seperti ini dia masih terjaga.

"Tidak tidur bersama sepupumu?" tanya Lalice datar, matanya masih sibuk menatap mie instan yang kini sedang berendam di air panas.

"Aku sudah terbiasa tidur larut."

Lalice hanya mengangguk paham. Mulai menuangkan mie instan yang sudah matang ke dalam mangkuk. Lalu membawanya ke meja makan dan kembali menuju dapur untuk membuat teh hangat.

"Kau ingin teh?" tawar Lalice yang di jawab gelengan oleh Jisoo.

"Bisakah kau mencarikanku pekerjaan? Apapun itu asal memghasilkan uang,"

Tangan Lalice yang semula sedang mengaduk teh hangatnya seketika terhenti. Mulai mendongak menatap Jisoo. Tidak mungkin dia merekomendasikan pekerjaannya pada gadis itu. Karena Lalice tahu jika orang seperti Jisoo dan Jennie tak akan cocok dengan pekerjaan Lalice saat ini. Lagipula jika Lalice membawa Jisoo dan Jennie untuk berkerja bersama, Lalice tak akan menjamin jika mereka tak akan membuat masalah.

"Akan aku carikan. Pergilah tidur bersama sepupumu di kamarku." Ujar Lalice akhirnya yang mendapat sorakan antusias dari Jisoo.

"Terima kasih Lalice-ssi, kau memang terbaik."

Dengan gerakan cepat, Jisoo mengecup pipi Lalice dan langsung berlari memasuki kamar. Membuat Lalice mematung di tempatnya berdiri karena tak percaya jika Jisoo mampu melakukan hal tak terduga seperti itu.

"Apakan ini adalah cara hidup orang kaya seperti mereka? Sangat menggelikan." Lalice bergidik ngeri. Mulai menghapus dengan kasar jejak bibir Jisoo di pipi kirinya.

.......

Ini pukul lima pagi saat Lalice mulai membuka matanya. Merenggangkan otot yang kaku karena selama dua jam tertidur di atas sofa kumuh yang entah sudah berapa puluh tahun. Lalice tak tahu karena dia membeli itu dari toko barang bekas.

"Ingin ku buatkan kopi?" Jennie muncul dengan wajah segar dan baju milik Lalice. Memang gadis berponi itu menyuruh Jisoo maupun Jennie untuk memakai pakaiannya selama mereka tinggal di apartemen itu.

Lalice juga sedikit kesal pada kedua gadis itu. Mereka kabur dari rumah namun tak membawa apapun selain sehelai pakaian yang mereka pakai. Bahkan uang sepeser pun tak ada di tangan mereka.

"Boleh." Jawab Lalice mulai beranjak duduk. Semenjak keluar dari panti asuhan, gadis itu tak pernah mendapatkan waktu tidur yang cukup.

"Kau tampaknya masih sangat muda. Berapa usiamu?" tanya Jisoo yang mulai duduk di sofa lain. Memandang wajah kusut Lalice yang masih menahan kantuk.

"Delapan belas."

"Woah! Aku benar kan, Unnie? Dia memang lebih muda dari kita." Jennie berseru dengan tangan membawa segelas kopi panas. Meletakkan minuman hitam pekat itu di hadapan Lalice dan meneliti wajah Lalice lebih dalam.

Jisoo sebenarnya cukup terkejut dengan fakta bahwa Lalice bahkan lebih muda dua tahun darinya. Karena sikap gadis berponi itu sangat jauh dari usianyanya sekarang. Dingin, pekerja keras, dan perkataan yang tak pernah menunjukkan bahwa dia masih berusia delapan belas tahun. Mendadak, Jisoo menjadi sebal karena kemarin saat dia membungkuk pada Lalice, gadis berambut abu itu hanya mengangguk padanya.

Bitter ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang