Bitter : 47. Her Pain

2.8K 558 42
                                    

Kehidupannya sudah terbiasa sepi. Walau hidup dalam sebuah bangunan yang dinamakan panti asuhan dengan penghuni cukup banyak, Lalice tak pernah merasa memiliki tempat untuk bersandar.

Semua orang tampak tak suka dengan dirinya yang dingin dan pendiam. Selain karena sifatnya itu, ia juga tak disukai karena sang pemilik panti asuhan terlalu pilih kasih padanya.

Bahkan istri James yang sekarang Lalice tahu berada di Irlandia selalu menyiksanya tanpa sepengetahuan James.

Hal-hal pahit yang sudah Lalice rasakan membuat ia terbentuk seperti batu. Keras, dingin, tak tersentuh.

Dahulu, hanya ada dua manusia yang bisa membuatnya sempat merasa bahagia. Ada Seulgi yang menjadi sosok kakak untuknya, ada juga Rosé yang hadir sebagai sahabat kecilnya.

Namun setelah mereka berdua hilang, Lalice kembali pada dunia nyatanya yang memang sungguh pahit.

Di saat ia kehilangan dua manusia itu, Lalice pikir hidupnya memang ditakdirkan penuh dengan rasa sepi. Maka, ia berusaha menjalani seadanya saja. Tidak berharap banyak karena ia pernah merasa kecewa pada takdirnya sendiri.

Tapi beberapa bulan belakangan, Tuhan seakan menyadarkan Lalice. Dunia itu tidak pernah berhenti berputar. Hadirnya ketiga sosok yang awalnya menumpang hidup pada Lalice membuat sebuah kebahagiaan sederhana tercipta.

"Aku berjanji, akan menghancurkan manusia itu agar kau dan Jennie Unnie bisa hidup tenang." Itu janjinya pada Jisoo dahulu. Saat mereka baru saja tergabung di dalam anggota rahasia NIS.

"Setelah ini selesai, kau akan kembali hidup bahagia. Itu adalah janjiku padamu." Kalau ini janjinya pada Rosé setelah mereka tahu jika ledakan bom pada bus produksi perusahaan Park Seojoon telah disabotase.

"Lili-ya, mau berjanji?"

"Jangan tinggalkan aku."

"Aku tidak akan meninggalkanmu."

Ini adalah percakapannya dengan Jennie. Dimana kakaknya itu menuntut Lalice berjanji dikala situasi yang cukup dramatis untuk dibayangkan.

Lalice yang saat itu tak bisa berpikir jernih hanya mengiyakan ucapan Jennie tanpa berpikir lebih jauh.

Siapa sangka, jika kalimat-kalimat itu membuatnya sangat ketakutan sekarang? Ia takut, tidak bisa memegang janjinya yang terasa ringan saat ia katakan dulu.

Lalice tidak tahu apa yang terjadi padanya. Gadis itu hanya ingat jika ia sedang memandangi Jennie ketika kakaknya itu tertidur di sampingnya. Setelah itu, ia pun ikut tertidur tak lama kemudian.

Ketika bangun, Lalice marasa ada yang tidak biasa. Kepalanya terasa begitu penuh akan bayang-bayang kehidupan masa lalunya. Samar-samar ia mendengar suara berisik yang sungguh mengganggu.

Lalice tidak apa-apa. Ia merasa semuanya baik, sebelum ia mendengar suara Jennie tepat di samping telinganya.

"Lili tidak boleh pergi. Jika Lili pergi, Unnie harus hidup seperti apa?"

Siapa yang ingin pergi? Jennie ini mengingau atau bagaimana? Jelas sekali ia masih ada di dekat gadis itu kan?

"Lili, jangan seperti ini. Unnie bisa gila."

Setelah suara Jennie, Lalice merasakan sesuatu yang sangat menyakitkan. Jujur saja, ini adalah rasa sakit yang luar biasa untuknya. Jika biasanya dia bisa menahan semua rasa sakit seperti apa pun bentuknya, tapi kali ini ia ingin menyerah.

Lalice kehilangan arah. Ia berusaha meraba sekitar, ketika kesadarannya mulai kembali dengan rasa sakit itu.

"J," Napasnya seperti tercekat di tenggorokan. Lalice hanya bisa mengatakan satu huruf itu ketika mencari sosok kakaknya.

Bitter ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang