Bagian 20

40.7K 3.1K 295
                                    

Author POV

Suara hujan di balik kaca jendela menjadi satu-satunya suara yang mengisi kekosongan di kamar besar dan mewah itu.

Maya, dia duduk dengan kehampaan di atas ranjang sambil menekuk lututnya. Hari di mana kakak tercintanya dijebloskan ke dalam penjara menjadi awal mengapa senyum jarang terlihat di wajahnya.

Beberapa kali Maya bertemu Nayra di kampus, melihat mantan sahabatnya yang bahagia seperti itu seolah mengejeknya. Maya berencana untuk melukai Nayra, tapi hati kecilnya selalu menolak melakukan pembalasan. Dia tidak ingin mengingat, tapi senyum Nayra membuat dia muak sehingga beberapa kali pernah timbul niatan untuk mendorong Nayra jatuh dari tangga atau menabraknya di pinggir jalan.

"May? Bibik tapi melapor ke mama kalo hari ini kamu gak pergi kuliah. Kenapa gak berangkat? Kamu gak bisa main-main sama kuliah kamu."

Iris hitam Maya menatap lesu kepada ibunya. "Ada Nayra hari ini di kelas itu. Maya gak mau ketemu Nayra," ucapnya pelan.

Nyonya Handoko mendiamkannya sejenak, tidak tahu bagaimana lagi menjelaskan kepada putrinya yang keras kepala itu kalau Kaffa adalah penjahat yang tidak boleh mereka bela meski itu keluarga sendiri. Dia masih bingung mengapa putrinya enggan menerima kenyataan bahwa Kaffa harus mendapati hukuman penjara selama dua tahun tanpa keringanan. Itu sudah hal paling bijak yang mereka lakukan sebagai orangtua, jadi jangan ada yang membantah.

"Emangnya kenapa sama Nayra? Dia gak ada ganggu kamu, kenapa kamu gak nyaman? Jangan bikin Mama naik darah ya, Maya. Kamu kalo ada masalah harusnya ngomong, jangan malah diem di sini kayak patung," tegurnya.

Maya melirik ibunya tanpa minat. Tatapan itu sangat dingin, Dian bahkan sedikit bertanya-tanya mengapa putrinya menatapnya seperti itu.

"Mama gak merasa bersalah? Kak Kaffa anak mama! Dia ada di penjara dan kita gak tau keadaan dia gimana! Maya sakit, ma! Maya sakit tiap liat Nayra! Maya benci sama dia karena dia udah bikin Kak Kaffa masuk penjara!" pekiknya.

Dian mengusap dadanya untuk menenangkan jantung yang berdetak kencang. Gurat-gurat amarah muncul di pelipisnya dan jika saja dia kalap, mungkin Dian akan langsung menampar putri keras kepalanya ini.

"Terbuat dari apa hati kamu, Maya? Nayra adalah korban! Korban dari kakak kamu, anak mama! Mama selama ini terus merasa bersalah apalagi sama Pak Adinata yang juga ikut terseret oleh kakak kamu itu! Masih mau nyangkal lagi? Masih mau bilang Kaffa gak bersalah? Coba kamu di posisi Nayra, apa reaksi kamu? Dilecehkan oleh pria, gimana perasaan kamu?!"

Teriakan ibunya membuat Maya menangis tersedu-sedu. Maya terlalu menyayangi kakaknya, dia tidak bisa menerima kenyataan itu karena baginya Kaffa tidak sepenuhnya salah.

"Ini berlebihan, ma! Bahkan Kak Kaffa nggak sampai perkosa dia! Nayra masih utuh!" sangkalnya.

Dian memejamkan matanya, dia duduk di salah satu sofa di dekat sana sambil mengurut keningnya yang pusing. Maya seperti orang bodoh yang tidak tahu apa-apa. "Kamu gak ngerti ya, May? Kamu gak ngerti apa aja bentuk pelecehan? Hanya karena Nayra masih perawan dan tidak sempat diperkosa, bukan artinya dia baik-baik aja! Dia tetap dilecehkan, kakak kamu itu menelanjanginya, memotret Nayra dalam kondisi tidak sadar dan telanjang lalu berniat menyebarkan foto-foto laknat itu! Kamu kira gimana perasaan Nayra?!"

Maya semakin mengencangkan tangisnya. Dia menarik selimut lalu menutupi sekujur tubuhnya agar tidak bisa melihat ibunya lagi. Maya hanya ingin kakaknya kembali, tidak peduli fakta kalau Kaffa sempat berniat jahat kepada Nayra. Maya yakin, Kaffa tidak akan lagi melakukannya. Dia pasti mau meminta maaf, tapi sayangnya semua orang ingin Kaffa dipenjara. Menurut Maya itu tidak adil.

Terjebak Bersamamu [TAMAT] REPOSTWhere stories live. Discover now