Bagian 39

29.5K 2.4K 84
                                    

Nayra POV

Mengurus dua anak yang masih kecil-kecil merupakan pekerjaan rumah yang begitu berat sekaligus menyenangkan bagiku. Memang mudah kelihatannya tapi coba saja lihat lebih jauh, akan terasa betapa sulitnya tidur di malam hari.

Jika aku sendirian di rumah bersama anak-anak, pekerjaan ku jadi dua kali lipat. Aku yang biasanya selalu menyelesaikan urusan rumah tangga di pagi hari, kini selalu mengundur-undur bahkan kadang-kadang sampai lupa menjemur pakaian karena anak-anakku membutuhkan perhatian ekstra.

Mas Adi sudah memberiku saran untuk memperkerjakan seorang pengasuh atau asisten rumah tangga, tapi aku memikirkan biaya yang akan dikeluarkan. Memang sekarang jabatan Mas Adi sudah lumayan sekali, syukurlah dia mendapatkan rezeki yang cukup untuk menghidupi kami bahkan untuk urusan memperkerjakan asisten rumah tangga. Namun aku tetap bertekad, selagi bisa maka aku akan melakukannya sendirian.

Pagi ini, aku mesti mengurusi Adira yang tidak berhenti menangis karena ditinggal Mas Adi pergi bekerja. Biasanya setiap pagi memang Mas Adi akan mengajak Adira berkeliling sebentar naik mobil, tapi karena Adira tidurnya lelap jadi kami sengaja tidak membangunkannya kemudian Mas Adi berangkat kerja. Sekarang, aku harus cari cara untuk menenangkan putriku yang meraung-raung mencari Papanya itu.

"Udahan ya nangisnya, nak? Kan hari ini Dira mau bantuin mama buat kue? Kita bikin kue aja ya?" bujuk ku. Aku duduk bersimpuh di depan Adira yang berguling-guling menangis. Segera ku raih tubuhnya lalu aku peluk. Biasanya cara inilah yang efektif untuk menenangkan Adira.

Beberapa kali dia menggeliatkan tubuhnya, menolak pelukan ku sambil tetap memanggil Papanya. Wajahnya sudah berubah pink, aku semakin tidak tega melihatnya menangis seperti itu.

"Iya nanti kita telepon papa ya, sayang? Yuk kita main, mama ambil boneka kamu ya?" ajak ku setelah Adira mau aku peluk seperti koala. Dia menyandarkan kepalanya di pundak ku dan melanjutkan tangisnya di sana. Aku mengusap-usap punggung Adira sampai dia tenang sendiri.

Beberapa menit kemudian, dia mulai berhenti menangis. Sesekali sesenggukan dan menyebut lirih Mas Adi. Manjanya Adira, dia sangat dekat dengan Papanya.

"Gak apa-apa, sayang. Kamu teleponan sama Papa nanti ya? Sekarang Dira mandi sama mama terus kita bikin kue bareng, mau kan sayang?" ajak ku lagi. Ku usahakan untuk berbicara selembut mungkin kepadanya. Aku tidak mau membentak anakku walaupun hanya bentakan kecil.

Aku merenggangkan pelukan, ku usap wajah Adira dengan handuk kecil yang aku letakkan di sebelahku. Wajahnya benar-benar memerah, masih ada sisa-sisa air mata di sudut matanya.

Adira mulai mencari kesibukan lain, dia bangkit dari posisinya lalu masuk kamar untuk mengambil mainan. Aku menghela napas lega, akhirnya berhasil membuat dia tenang tanpa harus memarahi atau memberi perintah.

Aku ikut melangkah masuk kamar, berniat mengecek putraku yang kubiarkan di boks bayi sedari tadi. Rupanya Barra sudah bangun juga. Lebih baik aku memandikan kedua anakku sekarang daripada nanti ada drama-drama lainnya.

...

"Jadi tadi Dira nangis-nangis ya? Maafin Papa, sayang. Papa gak bangunin Dira, nanti pas papa pulang kita keliling-keliling ya terus beli es krim."

Aku mengawasi Adira yang tertelungkup di atas karpet sambil memegangi ponsel di tangannya. Siang ini dia sibuk melakukan panggilan video dengan Mas Adi. Tidak ada habisnya Adira mencari Mas Adi dan memintaku untuk segera meneleponnya. Sebegitu dekatnya Adira dengan Mas Adi, rasanya aku ingin cemburu.

"Papa pulang, mau eslimm," ucap Adira dengan suara cemprengnya. Aku duduk di sebelah Adira sembari menyusui Barra. Ku usap lembut kepalanya, biasanya Adira suka jika aku usap seperti itu.

Terjebak Bersamamu [TAMAT] REPOSTWhere stories live. Discover now