32. Satu Darah

19 3 0
                                    

Selamat membaca
-
-
-
-
-

32. Satu Darah

"Bukan tidak menerima, namun prosesnya memang tidak mudah untuk menerima apa yang tidak bisa kita terima."

~~~🥀~~~

Secercah sinar matahari datang menembus sela-sela dedaunan. Cahayanya menyorot tepat pada kelopak mata seorang pemuda yang tengah tertidur di bangunan depan rumahnya.

Kiwil menggeliat, matanya mengerjap menyesuaikan cahaya. Dilihatnya patung tuhan-nya ia dengan segera duduk tegak untuk meredakan peningnya. Ia turun dari gazebo dan berjalan menuju tempat cuci-jemur di belakang dimana tempat keran berada.

Kiwil mencuci wajah, tangan dan kakinya, selepas itu ia berjalan kembali menuju gazebo tempatnya berdoa. Ia mengambil alas berupa bantal tipis di rak bawah.

Kiwil mulai menyanyikan nyanyian rohani untuk mendekatkan diri kepada tuhannya sebelum ia berdoa. Beberapa menit ia habiskan untuk bernyanyi, kini jari-jari tangannya saling menyatu untuk memanjatkan doa.

"Beribu doa kupanjatkan kepada Bapa... Tuhanku, hamba memohon ampunanmu untuk segala perbuatan hamba yang menyimpang dari ajaran agamamu," Kiwil menghela nafasnya dengan mata yang masih tertutup.

"Tolong ambil hamba dari dunia ini Tuhan, dunia yang tidak kekal dan penuh dengan kejutan ini. Ibu hamba telah engkau ambil, tak menyisakan siapapun disamping hamba," Kiwil memejamkan matanya erat.

Angin berhembus sepoi, kini sudah pukul 07.15. Sudah dua hari Kiwil tidak sekolah, di hari rabu ini ia berniat sekolah untuk hari ini. Namun tidak untuk belajar. Kiwil hanya akan diam di rooftop atau kantin mencari keramaian.

Ia menyelesaikan doa nya tak terburu-buru. Matanya menyempatkan untuk memandang patung Tuhan-nya penuh dengan ketenangan. Bibirnya mengelus senyum tipis.

Kiwil memakai pakaian seragam hari rabu, namun ia tutupi dengan hoodie hitam dengan panjang yang menutupi jari tangan. Melajukan motornya dengan santai mencoba mencari ketenangan.

~~~🥀~~~

Adel dan Reza mendudukan diri bersamaan di tempatnya masing-masing. Tadi pagi Reza sudah berada di depan rumah Adel, membuat Mira membangunkan anaknya itu dengan segelas air yang ditumpahkan ke wajah kebo-nya itu.

Reza mendudukan diri di kursi samping Adel. "Del cari bapa Ilvan yu," Reza ingin berbicara riang tapi hanya keluar nada datar.

Adel melirik Reza sebentar lalu fokus kembali dengan ponselnya.

"Del ke Bulgaria yu, cari bapak Ilvan," lagi dan lagi Reza berucap datar.

"Lu pikir jarak Indonesia-Bulgaria kayak dari Lembang ke Soreang?!" Adel menatap Reza nyalang.

"Kok ngegas si?" Reza mengerutkan alisnya.

"Gara-gara lu dateng pagi, gue gak tidur cukup!" Kaki Adel mendorong penyangga kaki di bawah meja nya.

"Del, kan g—
"Gue cuma tidur empat jam tadi!" Mata Adel menatap Reza marah.

"Ngapain tidur jam dua pagi?" Reza menggaruk tengkuknya.

"Nyari bapa gue lah dongo," wajah Adel kini masam, persis seperti kucing yang sedang berak.

"Kan itu bisa nanti, gadang gak baik buat cewek," Reza menghadapkan tubuhnya ke arah Adel.

Aku, Kamu & LEMBANG (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang