53. Adakah Pesan Terakhir?

15 6 0
                                    

Selamat membaca
-
-
-
-
-

53. Adakah Pesan Terakhir

Dia pergi meninggalkan banyak kenangan yang
akan membekas dalam ingatan. Dia memang pergi dari cerita ini. Tapi dia akan datang di cerita lain sebagai tokoh yang selalu menginspirasi.
Selamat tinggal, peran mu akan selalu kami ingat.

~~~🥀~~~

Ilvan duduk santai dibelakang rumah baru Indri dan suaminya yang menjorok ke arah pantai.

"Jarrel apa kabar ya?" Tanya nya pada diri sendiri saat ponselnya memuat kontak Adel.

Tutt... tutt... tutt...
Nomor yang anda tuju sedang tidak aktif, mohon tunggu beberapa saat lagi.

"Heu, lagi penting juga!" Hardik Ilvan sambil memandang ponsel nya.

Kriet

Pintu kaca terbuka menampilkan ayah sambung Ilvan, Rudi.

"Nak, Ayah sama Ibu mau ikut pulang ke Bandung sama kamu," Ucap Rudi.

"Loh, kerjaan Ayah gimana?" Tanya Ilvan.

Rudi hanya tersenyum yang membuat Ilvan tak yakin dengan senyumannya. "Gapapa, Ibu kamu udah siapin barang buat terbang malam ini ke Bandung."

Mata Ilvan melotot terkejut, "Malam ini? Aku kan niat pulang besok Yah."

"Tapi Ayah kan mau nya sekarang," jawab Rudi bergurau.

"Dihh, kok Ayah gini sih, gak mau ngalah sama anaknya yang kiyowo ini." Ucap Ilvan julid.

"Kiyowo matamu!"

"Akkk lepas Yah!" Teriak Ilvan saat Rudi memiting lehernya di ketiak.

Rudi melepaskan pitingannya pada lehernya. "Sini handphone kamu, biar Ayah simpan."

"Loh, kan Ayah juga hp. Masa ambil punya Ilvan yang kiyowo ini," Ilvan memberengut heran.

"Ya biarin dong, suka-suka orang tua." Jawab Rudi.

"Akhirnya ngaku tua juga nih bapak-bapak," bisik Ilvan, berusaha agar tak terdengar Rudi.

"Ayah denger loh."

Mereka terkekeh bersama, menghadirkan Indri yang melihat semua itu dari luar kamar Ilvan.

"Nak, puaskan tertawa mu saat ini. Karna Ibu gak yakin tawa kamu akan utuh saat kita sudah sampai Bandung." Ucap Indri berlirih.

~~~🥀~~~

Didalam ruangan sana, para dokter berlomba siapa tercepat mengembalikan detak jantung pasiennya. Sedangkan diluar ruangan itu, banyak orang berdoa demi keselamatan pemuda berdarah Yogyakarta itu.

Lunara berdiri diam dismping pintu ruangan, masih tak percaya seseorang yang begitu berharga untuk Jarrel menyuruhnya mewakili orang itu datang kemari menemani detik-detik terakhir prmuda didalam sana.

"Gimana mungkin dia pergi secepat ini?" Lirih Adel.

Rangga yang mendengar itu mengangkat kepalanya berusaha menghalau air matannya. Setelahnya, ia berjalan menuju teman kecilnya itu. ia berjongkok di depan Adel yang sedang menunduk seraya menutup wajahnya.

"Adel harus kuat ya, Adel jangan nangis. Adel kan tau, kalo Adel nangis, nanti Rangga yang dimarahin sama J," bisk Rangga.

"Nanti J bangun 'kan?" Adel mengangkat kepalanya menatp Rangga. Mata merah nya menandakan bahwa dirinya sedang tidak baik-baik saja.

Aku, Kamu & LEMBANG (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang