16

19K 2K 269
                                    

Manusia cenderung menghargai apa yang ia miliki ketika sadar arti kehilangan. Seperti Sagara dan rokoknya.

"Anjir, jatuh miskin lo, Ga? Ngisep rokok irit amat," sindir Ale.

"Jatuh cinta dia bukan jatuh miskin," ejek Naren.

Aga gak pernah sesayang ini sama rokoknya karena menurutnya rokok itu murah, kalau habis bisa lebih lagi. Nyatanya tidak semua melibatkan uang. Tahu yang membatasinya bukan uang melainkan kesempatan, Aga jadi lebih menghargai setiap isapannya.

"Jujur sama gue. Lo udah ciuman berapa kali?" tanya Naren tiba-tiba.

"Gak ada yang lebih tiba-tiba, Na?" sindir Haris.

Haris aja yang gak ciuman sama Xena ikutan kaget, tapi si pelakunya malah biasa-biasa aja dan masih asik merokok.

"Dua," ungkap Aga jujur.

"Sumpah dua? Anjing lah, dua-duanya gue liat pula," omel Naren.

"Satu kali lagi lo dapat piring cantik, Na," ledek Ale.

Haruskan dia menjadi saksi bisu seluruh dosa Sagara? Mulai dari merokok, mabuk, begadang bahkan sampai ciuman. Atau ini bagian dari karma seorang playboy?

"Lo liat lagi, Sat? Anjir, apes banget nasib lo," ujar Haris.

Ale ngakak.

Ale itu cowok tanpa cita-cita dan angan-angan, hidupnya kayak air yang ngalir aja terserah mau dibawa kemana. Tapi, gara-gara Naren kali ini Ale punya cita-cita yaitu dia gak mau jadi Naren yang alih-alih bukan dia yang ciuman tapi mergokin orang ciuman.

Terlampau sederhana bukan cita-cita Ale?

"Rasanya apa, Ga? Penasaran gue," goda Haris.

Wajah Haris kena usapan Aga kasar. "Awas lo nyoba," ancam Aga.

"Ye, maneh teh saha-nya teteh geulis? Pacar juga bukan," sahut Haris.

Haris niatnya bercanda tapi bercandanya Haris bikin Aga kepikiran. Iya juga ya, dia siapanya Xena? Best friend? Super friend? Extra friend?

Ah, terlalu rumit. Lelah berdebat dengan masa lalu dan mengkhawatirkan masa depan, Xena dan Aga lebih menghargai apa yang mereka miliki sekarang tanpa mengubah tatanan yang ada. Terkadang perubahan juga bukan sesuatu yang baik, seakan-akan melampaui hakikat yang seharusnya.

"Gue bercanda doang, anjing. Jangan langsung depresi gitu."

"Gue mikir, anjing."

"Cih, sok mikir. Mentang-mentang punya otak," cibir Haris.

Hari-hari berjalan tanpa sebuah status. Apakah sebenarnya itu dibutuhkan? Atau itu hanya sebuah labeling bodoh yang menunjukkan kekhawatiran akan kehilangan?

"Dia emang punya otak sih," cibir Naren.

"Emang kita?" sahut Ale menghina diri sendiri.

Naren menepuk bahu Aga keras, mulai membakar rokoknya juga. Disaat Ale, Haris dan Aga sudah mau selesai, dia malah baru mau bakar.

"Ga, cewek tuh suka diakuin," ujar Naren.

"Ya tapi gak semua cewek lo akuin," sindir Haris.

"Pahala, Ris. Bikin manusia paling indah di bumi itu bahagia," balas Naren.

"Elah sama lo mah, Na. Bahagianya cuma kayak DP. Di awal doang. Mending sama Aga, tolol-tolol tapi setia. Masa depan cerah. Bisa berobat gratis kagak perlu BPJS," cerocos Haris.

Aga menatap Haris sinis karena tiba-tiba kelakuan ngadi-ngadi cowok itu muncul. Haris merangkul Aga posesif.

"Pacaran sama gue aja yuk, Ga?" tanya Haris bercanda.

Alcohol, Cigarettes, You ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang