38

14.7K 1.7K 73
                                    

"Aduh..." Xena menghela napasnya panjang ketika ia turun dari mobil dan tiba di rumah sakit.

Lobby rumah sakit sudah tidak ramai karena waktu sudah menunjukkan pukul sebelas malam kurang lima belas menit. Ini mah Aga udah pulang? batin Xena.

"Aga udah pulang kayaknya ya," gumam Xena bermonolog di depan pintu otomatis yang akan membawanya masuk ke rumah sakit.

Tidak tahu apa alasan dibalik kakinya berat sekali untuk dipakai melangkah. Gadis itu hanya diam membiarkan terpaan AC rumah sakit dari balik pintu otomatis itu menyejukkan wajahnya.

"Belom."

Srrrooottt... srrrooottt... srrrooottt..

Xena menatap linglung ke arah suara itu berasal dan terlihat Aga di sebelahnya, menyedot habis sampai ke titik terakhir susu stroberi yang ia minum. Cowok itu berdiri tepat di sebelah pintu masuk lobby, di dekat titik drop off.

Setelah dipastikan tidak ada suara dari kotak susunya, Aga membuang ke tempat sampah yang memang sengaja ia dekati daritadi agar lebih mudah membuangnya.

Xena masih terkejut, ia tidak menyangka bertemu sosok Aga secepat dan semudah ini.

"Kamu kenapa di situ?" tanya Xena.

"Nungguin kamu," jawab Aga.

Xena mencoba bersikap biasa saja, tapi pipinya tidak bisa berbohong. Pipi Xena bersemu meninggalkan kesan merah dan panas. Tidak tahu alasan teknis apa yang membuat ia selalu malu ketika Aga berbicara dengan aku-kamu. Ravi juga pakai aku-kamu, tapi kenapa kalau Aga rasanya beda?

"Aga, jangan pakai aku-kamu," protes Xena.

Aga menyadari perubahan warna pada pipi Xena karena wajah gadis itu memerah, tapi ia memilih tidak menggubrisnya. "Kenapa? Malu?" tanya Aga sengaja.

"Gak cocok!" seru Xena berbohong.

Aga hanya melemparkan satu senyum singkat nan tulus lalu ia mendahului gadis itu untuk masuk ke dalam rumah sakit. Xena yang masih salah tingkah tidak punya pilihan lain selain ikut masuk karena tujuannya selarut ini ada di rumah sakit untuk bertemu Aga.

Dokter gila yang bikin kepala Xena sakit beberapa minggu ini.

Pernah Xena berpikir bahwa memang Aga itu tipikal cowok yang tidak bisa diapa-apakan selain digilai. Sepuluh tahun dan Xena masih sama saja, menggilai cowok itu tanpa paksaan walaupun penjara perasaannya masih dalam mode aktif.

"Kerjaan lo sebanyak itu sampai malam gini baru pulang?" tanya Aga.

Aga dibantu security disana untuk memencet tombol lift langsung menuju ruangannya.

"Kok ke atas banget, Ga? Bukannya ruangan praktik kamu gak se atas itu?" tanya Xena bingung tapi gadis itu tetap masuk ke dalam lift hanya berdua dengan Aga.

Menjaga jarak adalah hal yang paling tepat untuk Xena lakukan saat ini.

"Gak usah jauh-jauh banget kali. Gue gak rabies," sindir Aga.

Xena yang masih bungkam sedikit membuat Aga geram, tapi biarkan itu menyesuaikan kenyamanan gadis itu yang penting ia datang. Fakta bahwa Xena beneran datang itu lebih penting dari apapun, kan?

"Jaga-jaga aja. Kamu suka seenaknya," jawab Xena.

"Lo belom jawab.. emang kerjaan lo sebanyak itu?" ulang Aga belum puas jika belum mendapatkan jawabannya.

"Iya. Kenapa nanya? Kamu mau kerjain?" sahut Xena sewot.

Aga tergelak mendengar nada sewot Xena dan seketika tersenyum, sewotnya Xena, bawelnya Xena, omelan dan perhatian gadis itu yang Aga butuhkan. Jika diperlukan berlutut untuk mengemis agar ia mendapatkannya, dengan senang hati akan Aga lakukan. Panggil Aga budak cinta, karena sejujurnya ia tidak peduli. Bukankah Aga sudah cukup hebat sampai ke tahap ini? Mencintai dirinya sendiri sepenuhnya sehingga ia bisa mencintai orang lain sedalam ini?

Alcohol, Cigarettes, You ✔Where stories live. Discover now