40 | end [wattpad version]

24.3K 2.2K 225
                                    

Save the best for the last, katanya. 

Tapi, dilihat dari keadaan Aga rasanya terakhir bukan yang terbaik, bagaimana jika ini sungguh-sungguh pertemuan terakhirnya dengan Xena? Jika iya, maka mungkinkah Aga melakukan pengajuan revisi untuk kata-kata itu? Karena yang terakhir bukan yang terbaik.

"Dok, keluarga pasien mau bicara dengan dokter sebelum operasi nanti sore."

"Ada dimana sekarang?" tanya Aga.

Sore ini ada operasi di mana akan berlangsung belasan jam. Tidak tahu apa yang akan tubuh Aga rasakan nanti setelahnya, tapi yang jelas perasaannya senang. Berada di ruang operasi membuat Aga lebih menghargai arti kehidupan, belajar mengikhlaskan dan yang paling penting bertahan hidup. Hidup tidak akan jauh dari tekanan seberapa kecil tekanan itu dan bertahan hidup bukan semerta-merta mencari uang untuk makan, tapi kemampuan menjalankannya dengan waras. 

Cukup dengan sadar bahwa ada hal-hal yang sebagai manusia tidak bisa lakukan. Makanya, jangan tinggi hati karena manusia hanya makhluk biasa yang sebenarnya paling tertekan.

Aga berjalan keluar mengikuti sang perawat untuk bertemu dengan keluarga pasien itu, hari ini jadwal praktik Aga itu pagi sampai siang. Seharusnya Xena datang siang hari ini berhubung ini hari terakhirnya, seharusnya gadis itu datang, kan?

Menjelaskan prosedur dan gambaran operasi sampai keluarga pasien itu paham. Memahami apa yang akan seorang dokter lakukan itu perlu.

"Baik. Kami akan melakukan yang terbaik," ucap Aga yakin.

Sebagai dokter, hal yang Aga yakini itu untuk melakukan yang terbaik, tidak memberikan harapan tinggi atau menjatuhkan semangat, ia hanya akan melakukan yang terbaik. Benar, benar-benar melakukan yang terbaik. 

Setelah selesai berbicara dengan keluarga pasien, ponsel Aga di saku jas dokternya pun berdering. Ia melihat ke layar ponsel yang menyala lalu ia kembalikan lagi tanda cowok itu tidak ada niatan untuk mengangkat. Acuh tak acuh, Aga berjalan kembali ke ruangannya sampai di sana bukan sang perawat yang ia temukan alih-alih seorang gadis.

"Xen? Kok udah datang?" tanya Aga tidak percaya.

Satu harapannya menjadi kenyataan hari ini, tidak percaya bisa secepat ini tanda hidup tidak tertebak. Aga takut Xena tidak muncul, tapi malah gadis itu muncul lebih cepat dari ekspektasi Aga. Terkadang, hidup jauh di atas ekspektasi itu menyenangkan.

Xena berbalik dari kursi yang ia duduki saat ini untuk melihat Aga datang dari arah pintu, matanya mengikuti gerakan Aga dari pintu sampai cowok itu duduk tepat di kursi dengan sandaran tinggi di hadapannya.

"Iya, aku bisa ijinnya sekarang nanti sore kerjaannya padat," ungkap Xena.

Aga menatap Xena sendu menebak-nebak dalam kepalanya apa yang akan terjadi setelah sekitar 30 menit ke depan. Xena akan duduk di hadapannya selama kurang lebih 30 menit, terlepas apa yang terjadi setelah itu Aga akan menggunakan 30 menit terakhirnya dengan sempurna tanpa penyesalan.

Hal yang manusia tidak bisa hindari itu penyesalan, hidup tanpa penyesalan adalah hidup yang waras. Demi mencapai kewarasan maksimalnya, ia tidak akan menyesal setelah hari ini. People come and people go but the best one gonna stay. 

"Oh.. mau mulai?" tawar Aga dan Xena mengangguk.

Jika Aga punya kekuatan untuk menghentikan waktu atau mengulur waktu lebih lama dari seharusnya sepertinya akan ia gunakan satu kali dan hanya untuk saat ini. Sepuluh tahun menjauh dari gadis ini dan sekarang ia hanya punya 30 menit untuk menentukan takdirnya. Hahaha, bercanda, 10 tahun dan 30 menit bahkan tidak bisa dibandingkan secara apple to apple. 

Alcohol, Cigarettes, You ✔Where stories live. Discover now