24

15.8K 1.7K 204
                                    

"Cantik. Pacaran yuk," ajak Aga.

Alih-alih tersenyum yang Xena lakukan malah menggeleng, menyebabkan banyak tanda tanya di kepala Aga. "Gak mau?" tanya cowok itu mengkonfirmasi.

"Belom, bukan enggak mau. Masih panjang, Aga. Pacaran kalau udah siap aja nanti yang ada jadinya sering berantem karena belum bisa saling nerima satu sama lain."

Di elus lembut kepala Xena. "Bilang sama gue kalau udah yakin soalnya gue udah yakin sama lo," ungkap Aga.

Sesaat, Xena tertegun tapi jangan menganggap hidup akan sebaik itu padanya karena di detik ia merasa bahagia di detik berikutnya bisa saja kebahagiaan itu menghilang.

Makanya setiap orang yang berani keluar dari zona nyamannya, merubah tatanan hidupnya patut diacungkan jempol karena mereka berani menerima resiko sedih dan bahagia dalam persentase yang seimbang.

Sayangnya, Xena belum seberani itu.

Selesai menatap Aga, Xena mengangguk. "Aku cuma masih takut."

Giliran Aga yang mengangguk. "Gakpapa, pelan-pelan yakin sama gue," ucap Aga tulus.

Mungkin beberapa orang akan bilang Xena berlebihan dengan ketakutan yang ia miliki sekarang. Namun, ingat satu hal bahwa setiap orang punya tingkatan berbeda sampai dimana mereka bisa menerima rasa sakit. So be good, be wise, and be careful karena kita tidak tahu bagaimana tindakan kecil kita bisa melukai seseorang begitu besar.

"Makasih ya, Ga."

"Makasihnya gak gratis, Xen," ejek Aga.

Xena menatap Aga heran. "Bayar berapa emang? 50 ribu?"

"Ya, enggak," ujar Aga. Cowok itu menunjuk pipi kanannya yang tadi sudah dikecup oleh Xena.

"Lagi?" tanya Xena tidak percaya.

Aga mengangguk dengan yakin. "Satu kali aja," pintanya.

Satu kali saja untuk sebuah kecupan di pipi mah bukan masalah untuk Xena. Gadis itu mendekatkan wajahnya dan ketika hanya tinggal berjarak beberapa milli, Aga menolehkan wajahnya sehingga kecupan Xena jatuh tepat di bibir Aga.

"AGA!" seru Xena merasa tertipu sedangkan yang iseng hanya bisa tertawa terbahak-bahak.

Aga belum sempat ketawa lagi belakangan ini, tawa keras ini yang pertama lagi setelah entah kapan yang terakhir. Lagi-lagi berkat Xena. Bagaimana bisa perasaannya membebaskan Xena begitu saja?

"MATA GUE BANGSAT!" teriak Naren yang lagi-lagi melihat adegan tidak senonoh itu.

Naren mau muntah tapi gak ada yang di muntahin. Jadi dia kudu apa? Niatnya mau nyebat malam-malam tapi malah ah sudah lah udah lelah Naren-nya juga.

"Lo ngapain?" tanya Aga tanpa rasa bersalah.

Naren berkacak pinggang. "Harusnya gue yang tanya sama lo, lo yang ngapain?" balas Naren kesal.

"Ciuman," jawab Aga seada-adanya yang langsung diikuti dengan pukulan Xena di sebelahnya.

Aga sebenarnya gak nyaman kelihatan kayak gini tapi dia cuma mau bikin Naren kesal aja.

Naren menarik satu napas panjang sebelum berbicara lagi. "Besok gue buat tulisan ya larangan ciuman di balkom terus gue tempel disini," omel Naren panjang lebar, menunjuk satu sisi tembok putih tempat ia akan menempelkan peringatan itu.

Janji, besok, kalau gak mager Naren pasti bakal buat.

"Silahkan, bisa di kamar," jawab Aga ngasal.

"Aga, ih! Ada-ada aja," protes Xena.

.
.

"Yang..." rengek Jidan.

Alcohol, Cigarettes, You ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang