39

18.3K 1.9K 121
                                    

1 minggu kemudian

Tidak ada yang tahu kemana langkah kaki Xena membawanya kemana, ia hanya mengitari pusat perbelanjaan ini tanpa tahu arah tujuannya. Supermarket sudah, toko buku sudah, bahkan toko skincare juga sudah, bolak balik toilet pun sudah. Ada yang Xena beli? Tidak.

Ia tidak punya tujuan di sini, ia hanya perlu mendinginkan isi kepalanya sejak kejadian minggu lalu bersama Aga.

Astaga, setelah sampai di rumahnya waktu itu sampai saat ini perasaan Xena benar-benar kacau.

Melihat ke kanan dan ke kiri tanpa lurus ke depan... Bugh! Xena nabrak.

Barang bawaan orang yang ia tabrak pun berantakan, ya, walaupun kebanyakan makanan ringan hasil dibeli di supermarket tempat Xena tadi masuk dan keluar tanpa membeli apapun.

"Maaf, maaf," ujar Xena panik langsung membantu orang yang ia tabrak itu merapikan barang bawaan yang berantakan.

"Gapapa san- Xena?"

"Juan?"

"Xena? Beneran lo? Lo apa kabar, Xen?"

Xena menatap sosok dihadapannya tidak percaya. Dari dua juta manusia di Jakarta kenapa ia harus menabrak Juan. Lagi?

"Ju-juan, halo.." Xena merasa canggung karena sepuluh tahun lalu ia meninggalkan Juan tanpa penjelasan. Maafkan sifat labil Xena waktu jadi mahasiswa saat itu.

"Gak usah gak enak gitu nyapa gue nya. Santai aja. Lo di Jakarta selama ini? Lo kok perasaan makin kurus aja?" tanya Juan.

Apresiasi luar biasa untuk seluruh penghuni kontrakan sepuluh tahun lalu, mereka tidak ada yang mempertanyakan, meragukan apalagi menyalahkan keputusan Xena untuk pergi. Xena sepuluh tahun lebih memilih hilang tanpa jejak dibandingkan menghadapi kenyataan. Rasanya jika ada hal yang bisa ia lakukan untuk menebus kesalahannya pada teman-teman yang lain akan Xena lakukan.

Singgah sebentar, pergi tanpa penjelasan, rasanya benar-benar pengecut.

"Iya, Ju. Aku di Jakarta," ungkap Xena berbohong.

Xena baru kembali ke Jakarta setelah ia lulus kuliah di kampus ketiganya. Sebelumnya ia tidak di Jakarta dan apalagi di Bandung.

"Lo buru-buru gak, Xen? Lama banget gak ketemu lo." Juan melirik jam tangannya memastikan ia punya waktu untuk bercengkrama dengan Xena. "Gue masih punya satu jam sebelum janjian ketemu sama Aga. Ngobrol yuk?"

What? Aga? batin Xena bertanya-tanya. Sejak kapan Aga dan Juan bisa akrab? Apa sepuluh tahun lalu itu perginya Xena adalah sebuah keputusan yang baik? Rasanya ia tidak mengenal semua orang lagi sekarang.

"Eh, sorry. Gue gak sengaja nyebut Aga. Are you okay?" tanya Juan hati-hati.

Xena mengangguk sekaligus menahan tawanya mendengar perkataan Juan. Ah, ternyata cowok itu merahasiakan keberadaannya bahkan dari teman-temannya. Xena harus senang atau sedih ya kalau begitu?

Xena mengangkat bekas jahitan ke Juan.

"Eh, lo kenapa, Xen?" seru Juan, nadanya panik.

"Hasil operasiannya Aga," ungkap Xena.

Juan membuka mulutnya lebar tanda ia terkejut. Rasanya yang menghilang Xena, tapi kenapa jadi dia yang merasa asing sekarang.

"Hah? Kok bisa?" beo Juan.

Xena tersenyum seadanya. "Panjang. Jadi ngobrol gak kita?" tanya Xena memastikan.

"Eh, jadi. Hayuk," balas Juan dalam logat sunda.

Alcohol, Cigarettes, You ✔Where stories live. Discover now