print(6)

63 9 16
                                    

Sudah terlalu banyak drama yang ditampilkan semesta. Tak perlu ditambah lagi dengan drama wanita yang agaknya gila.

• • •

Dunia kembali menyapa gadis rantau yang baru saja turun dari angkutan umum. Pakaiannya terlihat rapi dengan kemeja putih dilengkapi jas dan celana panjang abu-abu. Dia melangkah masuk ke sebuah perusahaan yang tingginya lima lantai.

Pagi itu, kantor masih terlihat sepi. Baru dua orang satpam yang ditemui oleh Alana di depan pintu. Jam yang terpampang di dinding menunjukkan pukul tujuh lebih lima menit. Biasanya, kantor akan mulai ramai setelah pukul 07.45 WIB.

Di ruang administrasi, Alana sedang memindai sidik jari untuk mengisi daftar hadir. Hanya butuh beberapa detik, alatnya sudah berbunyi menandakan rekaman sidik jari berhasil disimpan. Sebelum menuju ke ruangan yang berada di lantai tiga, gadis itu menoleh ke belakang. Didapati seseorang yang sepertinya dia kenal.

"Absennya udah, Na?" tanya seorang lelaki yang sedari tadi menunggu Alana selesai memindai sidik jari.

"Em ... udah," jawab Alana seraya mengingat-ingat seseorang di hadapannya.

Alat pemindai sidik jari kembali berbunyi. Alana refleks melihat nama yang terpampang di alat tersebut. Ardan Gustama.

Ini beneran Pak Ardan? tanya Alana dalam hati.

"Alana!" tegur Ardan seraya melambaikan tangannya di depan wajah Alana.

Gadis itu terlihat mematung saat menatap Ardan dengan tampilan berbeda. Lelaki itu bukan lagi seperti bapak-bapak, tetapi sudah terlihat lebih muda. Kumis dan janggutnya yang agak tebal, dicukur habis tak tersisa. Kemeja polosnya kini dibalut jas berwarna hitam pekat.

"Bapak mau ada meeting?" tanya Alana tiba-tiba dengan ekspresi bingung.

"Enggak, Na. Kenapa emang?"

"Oh, kirain ada meeting udah rapi gini. Jarang-jarang soalnya." Alana sebenarnya ingin bertanya kenapa tiba-tiba manajernya mengubah penampilan. Apakah minggu kemarin dia baru patah hati, sehingga penampilannya sedikit kusam?

"Gimana penampilan saya sekarang, Na? Bagus, enggak?" tanya Ardan seraya merapikan jasnya.

Sang manajer memang mudah akrab dengan bawahannya. Dia pun selalu menggunakan gaya percakapan yang santai jika sedang berbincang. Kecuali pada saat rapat, bahasa bakunya akan bermunculan tiba-tiba. Kebiasaan tersebut menjadi salah satu penyebab kebanyakan karyawan Flamingo ramah kepada rekan-rekannya.

Alana menatap sang manajer dari ujung rambut hingga ujung kakinya. Lantas, gadis itu sedikit memaksakan senyum seraya menjawab, "Bagus, Pak. Jadi kelihatan lebih muda."

Ardan hanya tersenyum mendengar perkataan karyawan barunya. Dia seakan berhasil mengubah penampilannya di mata Alana. "Ya, udah. Saya ke ruangan duluan, ya."

"Iya, Pak." Alana mengangguk seraya tersenyum. Dia sedikit terpana setelah melihat penampilan Ardan yang memang lebih tampan.

Manajer itu berlalu meninggalkan Alana yang masih syok melihat penampilan barunya. Kalau saja Abimanyu melihat penampilan Ardan yang sekarang, Alana akan dicap sebagai pembohong yang sedang menenangkan kekasihnya saat itu.

Baru aja kemarin diomongin kayak om-om. Kok, sekarang malah glow up, sih, omel Alana dalam hati.

Tanpa sadar, gadis yang mengenakan sepatu hak hitam itu mengentak-entakkan kakinya ke lantai. Beberapa pasang mata menatap ke arahnya. Ternyata, karyawan lain sudah mulai berdatangan ke ruang administrasi untuk mengisi daftar hadir. Setelah sadar, gadis itu berlalu ke ruangannya dengan rasa malu.

***

"Selamat siang, Bu Ulfah," sapa Alana dengan ramah kepada seniornya. Dia masih berada di depan pintu yang terbuka karena belum diberi izin untuk masuk.

Bu Ulfah menoleh ke arah pintu. Alana terlihat sudah memamerkan jajaran giginya yang tidak terlalu rapi. "Eh, Alana. Masuk, Na."

Alana memasuki ruang kerja Bu Ulfah yang sedikit lebih luas daripada ruangannya. Dia duduk di kursi setelah diperintahkan oleh pemilik ruangan. Biasanya, saat pekerjaan telah selesai, gadis itu mengunjungi sang senior untuk berbincang beberapa hal.

"Udah beres kerjaannya?" tanya Bu Ulfah yang masih sibuk dengan komputernya.

"Udah, Bu. Tadi saya kirim ke email Ibu," jawab Alana dengan sopan.

Bu Ulfah hanya mengangguk-anggukkan kepalanya. "Nanti saya cek setelah ini selesai," ujarnya. "Oh, iya. Kalau kerjaan kamu sekarang sudah mendekati sempurna, saya kasih lagi besok yang baru."

Alana mulai bertanya-tanya perihal pekerjaan baru yang akan diberikan kepadanya. Bu Ulfah dengan detail menjelaskan tentang pekerjaan yang harus diselesaikan gadis itu dalam waktu dua minggu. Meskipun belum begitu paham, gadis itu hanya mengangguk-anggukkan kepala.

***

"Kaget, kan, lo lihat Ardan jadi ganteng?" Suara perempuan tiba-tiba terdengar dari arah belakang Alana yang sedang mencuci tangan di toilet.

Alana tak menoleh ke belakang. Dia hanya melihat pantulan seorang wanita berkemeja hitam di cermin. Gadis itu masih tidak habis pikir dengan semua perilaku dan perkataan wanita itu.

Alana memberanikan diri untuk menghadap ke arah sumber suara. Dia ingin masalah apa pun yang dimaksud wanita itu, bisa diselesaikan dengan cepat. Sudah terlalu banyak drama yang ditampilkan semesta. Tak perlu ditambah lagi dengan drama wanita yang agaknya gila.

"Mohon maaf, Bu, sebelumnya. Tanpa mengurangi rasa hormat, saya ingin bertanya. Masalah apa yang ingin Ibu bicarakan dengan saya tentang Pak Ardan? Karena akhir-akhir ini, Ibu sering mendatangi saya untuk menjauhi Pak Ardan." Alana berbicara sesopan mungkin agar tidak ada keributan di antara keduanya.

Perempuan yang kartu namanya bertuliskan Geisha Alvaro itu menyilangkan tangannya di depan dada. "Kamu ini diam-diam menghanyutkan, ya. Muka kamu itu kelihatannya polos, padahal sikapnya gatel," ucapnya dengan bibir yang sedikit mengerucut.

Meski emosi Alana sudah mulai memuncak, tubuhnya tak bereaksi apa-apa. Dia hanya diam mendengar segala caci dari sang senior. Gadis itu tak mau membuang energinya untuk meladeni Geisha. Biarkan saja, kalau sudah selesai, pasti akan berhenti.

° ° °

B E R S A M B U N G

° ° °

Terima kasih banyak sudah membaca Hack Heart bab ini. Silakan tinggalkan jejak melalui vote dan komen, ya. 🤗

...

Senin, 21 Februari 2022

Dheisya Adhya

HACK HEART [END] ✓Where stories live. Discover now