print(27)

39 7 10
                                    

Dia sudah tak ingin lagi berpura-pura kuat di depan semesta.

•••

•••

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

•••

Alana berjalan dengan langkah yang berat. Dia sudah terlalu nyaman berada di ruangan yang terlihat minimalis itu. Sampai-sampai, dia tak sanggup untuk meninggalkan tempat tersebut.

Tadinya, Alana ingin membawa semua barang yang sempat dibelinya untuk perlengkapan di ruangan. Namun, karena saat ini di luar sedang hujan, gadis itu berniat untuk membawanya besok saja. Padahal, dia sudah membereskan barang-barangnya ke dalam satu box berukuran sedang.

Saat Alana turun ke lantai satu, matanya tertuju kepada Geisha yang entah sejak kapan sudah ada di lobi. Entah apa pula yang wanita itu lakukan hingga mentari tenggelam. Biasanya, setelah pukul enam sore, para karyawan sudah pulang. Terkecuali, para atasan dan karyawan yang sedang lembur.

"See? Ucapan gue bener, kan?" tanya Geisha saat di lobi tidak ada siapa-siapa. Wanita itu melangkahkan kakinya pelan menuju Alana.

Sebenarnya, Alana malas meladeni Geisha saat itu. Dia selalu berusaha menghindar, tetapi wanita itu seolah menghalanginya. Sepertinya, Geisha belum puas menindas Alana.

"Jangan pernah main-main sama Geisha," bisik wanita itu yang sedikit mencondongkan wajahnya ke telinga Alana.

Alana yang baru menyadari ucapan Geisha pun langsung menebak. "Jadi, ini ulah lo?" tanya Alana yang semakin yakin.

"Oh, kalau lo ngira kayak gitu. Udah pasti gue bantah," jawab Geisha yang semakin membuat Alana bingung.

Di tengah perdebatan Alana dan Geisha, langkah seseorang dari lift mengalihkan keduanya. Mata mereka tertuju kepada seseorang yang baru saja turun dari lantai atas. Ternyata, sosok itu adalah Ardan.

Ardan menatap tajam ke arah Alana. Dari sorot matanya, dia masih marah. Kemudian, Ardan mengajak Geisha untuk pulang.

"Besok, saya udah nggak mau lihat kamu ada di sini. Silakan kemas barang-barang kamu tanpa bertemu saya," ujar Ardan begitu dingin.

Alana hanya diam. Dia menatap punggung Ardan yang berjalan keluar bersama Geisha. Ada rasa kesal dan kecewa di hati Alana.

Beberapa saat kemudian, lamunannya buyar. Gawainya bergetar. Saat dilihat, ternyata sang Ibu meneleponnya.

"Assalamu'alaikum, Kak," sapa seorang wanita dari lain arah.

"Wa'alaikumussalam, Ma. Ada apa?" tanya Alana yang sedang tak ingin basa-basi.

"Kakak udah pulang?"

"Udah, Ma, tapi belum ke kosan. Kenapa?"

"Ayah tifus, Kak. Harus dirawat, tapi Mama lagi enggak pegang uang."

Alana semakin terpaku. Kakinya sudah lemas. Namun, dia harus tetap kuat.

"Nanti Ana transfer, ya, Ma. Semoga, ayah cepat sembuh. Ana mau pulang dulu."

Hanya kalimat tersebut yang mampu Alana sampaikan. Dia mematikan sambungan telepon setelah sang Ibu menyetujui perkataannya. Tatapannya kembali kosong. Tanpa sadar, dia berjalan di bawah guyuran hujan Kota Jakarta.

Gadis itu berjalan di bahu jalan dengan pikiran yang entah ke mana. Tubuhnya sudah basah sejak beberapa meter keluar dari area kantor. Hujan yang tadinya hanya gerimis, kini kembali deras.

Pikiran Alana sedang berkeliaran ke kesehatan sang Ayah. Sebenarnya, dia masih punya tabungan dari bulan-bulan sebelumnya. Namun, gadis itu berharap, bekal yang dimilikinya bisa cukup hingga dia mendapat pekerjaan kembali.

Ana, kamu harus kuat. Kamu bisa jalanin ini semua, batinnya.

Di saat gadis itu lengah, seseorang dari kejauhan sedang mengincar sesuatu darinya. Alana yang sedang berjalan, dikejutkan oleh seorang pengendara motor yang berusaha menarik tasnya. Beruntung, gadis itu melipat sikutnya, sehingga penjambret perlu usaha untuk menarik tas. Alana berusaha mempertahankan tasnya.

Pengendara itu memang melakukan aksi penjambretan sendirian. Setelah melihat celah, Alana tak tanggung-tanggung menendang bagian belakang motor si Pelaku. Saat merasa motornya akan jatuh, pria itu langsung cepat-cepat pergi dari tempat kejadian.

Lagi-lagi, Alana berhasil melawan orang yang ingin berbuat jahat kepadanya. Dia baru menyadari bahwa Tuhan selalu berpihak kepadanya. Gadis yang tadinya merasa dunia itu kejam, kini merasa Tuhan sedang menguji kesabarannya.

Alana lemas karena kejadian barusan. Tubuhnya kini luruh di bahu jalan. Entah sudah sejauh mana dia berjalan. Namun, yang pasti, dia berjalan di jalur yang benar. Dia berjalan menuju tempat kosnya.

Saat Alana memeluk tas seraya menangis, ada sorot lampu kendaraan yang mengarah kepadanya. Dia tak terlalu menggubris karena masalah hidupnya lebih besar dari rasa takut. Kini, dia pasrah apabila ada hal lain yang jauh lebih kejam daripada aksi penjabretan tadi.

Hujan tiba-tiba berhenti mengguyur tubuh gadis yang terlihat bergetar itu. Alana sempat celingukan, lalu mendongakkan kepalanya ke langit. Ternyata, sebuah payung berwarna biru dongker melindunginya dari guyuran hujan.

"Ana ...," ucap seseorang dengan pelan dari arah belakang Alana.

Gadis itu menoleh ke arah sumber suara. Terlihat sosok yang sebenarnya dia lupakan beberapa hari ini. Lelaki itu berjongkok agar menyejajarkan pandangannya dengan Alana.

Alana merasa bersalah kepada orang tersebut karena sempat melupakan keberadaannya. Tanpa memikirkan apa pun, lelaki itu langsung memeluk Alana yang tangisnya tersamarkan hujan. Kini, pakaian bagian depan lelaki itu menjadi basah.

"Biii." Tangis Alana semakin pecah di pelukan Abimanyu. Dia sudah tak ingin lagi berpura-pura kuat di depan semesta.

° ° °

° ° °

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

° ° °

Sedih, deh. 😭

...

Terima kasih banyak sudah membaca Hack Heart bab ini. Silakan tinggalkan jejak melalui vote dan komen, ya. 🤗

...

Rabu, 16 Maret 2022

-- dheisyaadhya --

HACK HEART [END] ✓Where stories live. Discover now