print(25)

41 6 19
                                    

Tebakannya benar, kalau dia melawan dengan amarah, sudah pasti kalah.

• • •

• • •

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

• • •

Ruang rapat terasa menegangkan. Kini, beberapa sorot mata tertuju kepada karyawan yang sedang ditegur oleh Ardan. Lelaki itu tak tanggung-tanggung saat menegur senior data scientist.

"Saya tahu kemampuan kamu sudah jauh lebih baik dari sebelumnya. Namun, untuk kali ini, saya benar-benar kecewa. Asal kamu tahu. Karena pekerjaan yang kamu kirim, membuat value perusahaan turun. Hasil data yang kamu buat, ternyata tidak akurat."

Ardan berbicara penuh penekanan. Dia terlihat benar-benar kecewa kepada Alana. Padahal, gadis itu sudah dipercaya olehnya.

Alana masih bingung dengan perkataan manajernya. Dia tidak tahu pekerjaan mana yang membuat Ardan kecewa. Dia pun akhir-akhir ini merasa belum mengirimkan pekerjaannya kepada siapa pun.

"Mohon maaf, Pak." Alana sedang berusaha untuk menjelaskan. Namun, manajer itu tak mau mendengarkan.

"Cukup, Alana. Saya minta kamu keluar dari ruangan rapat. Silakan renungkan kesalahan kamu ini." Ardan sudah tak menatap Alana. Dia bahkan memalingkan wajahnya untuk menutupi rasa kesal.

"T-tapi, Pak. Saya-" Lagi-lagi, ucapan Alana dipotong Ardan.

"Silakan Anda keluar dari ruang rapat ini!" bentak Ardan di hadapan karyawan lain.

Hati Alana langsung menciut. Baru kali ini ada yang membentaknya lagi. Gadis itu benar-benar terkejut dengan sikap Ardan. Tak lama kemudian, gadis itu keluar dari ruang rapat tanpa permisi.

Di balik rapat yang menegangkan itu, ada seorang karyawan yang menyunggingkan senyum liciknya. Dia terlihat senang melihat Alana diusir secara terang-terangan di depan karyawan lain. Dia senang melihat Alana dipermalukan seperti itu oleh sang Manajer.

***

Gadis yang baru saja dipermalukan di depan banyak orang itu sedang melamun di ruangannya. Dia sedang mengingat-ingat semua pekerjaan yang diselesaikannya akhir-akhir ini. Namun, gadis itu benar-benar merasa sudah mengerjakan semuanya dengan baik.

Alana mengepalkan tangannya. Dia menggerakkan giginya. Beberapa detik kemudian, dia memukul meja kerjanya dengan kepalan tangan.

"Apa, sih, maksudnya! Permasalahannya enggak dijelasin, mau nanya malah dilarang. Emang udah enggak bener ini perusahaan."

Dari raut wajahnya, Alana terlihat begitu kesal. Dia benar-benar tak habis pikir dengan Ardan yang tidak bijak mencari solusi. Kalau benar Alana yang salah, seharusnya lelaki itu mendengar penjelasan Alana terlebih dahulu.

HACK HEART [END] ✓Where stories live. Discover now