print(15)

57 12 72
                                    

Hati perempuan mana yang rela kekasihnya memperlakukan orang lain seperti itu.

• • •

Kini, Alana menginjakkan kakinya di PT Elephant. Terpampang jelas nama dan logonya di atas gedung yang cukup tinggi. Dia kagum dengan perusahaan tersebut yang terlihat megah.

Abimanyu tak pernah sama sekali mengajak Alana melihat kantornya. Bahkan, melalui foto sekali pun tak pernah. Lelaki itu hanya menceritakan tentang asal-usulnya saja.

Alana memasuki perusahaan tersebut dengan sedikit bingung. Satpam yang ada di pintu masuk pun dengan sigap membantu. Namun, saat bertanya kepada satpam, Alana berpapasan dengan Edgar, ayah Abimanyu yang kebetulan baru keluar dari kantor.

"Alana?" sapa Edgar dengan ragu.

Alana yang memegang keresek makanan pun menghampiri Edgar seraya tersenyum. Dia menyapa Edgar dengan ramah. Tak lupa, dia pun bersalaman karena Edgar sedikit canggung jika dicium tangannya.

Alana menjelaskan maksud dan tujuannya datang. Setelah dipahami oleh Edgar, Alana diberi akses untuk masuk tanpa sepengetahuan Abimanyu. Edgar pun menjelaskan detail ruangan Abimanyu yang berada di lantai tujuh.

"Terima kasih banyak, Om. Saya izin ke atas dulu," pamit Alana dengan sopan.

"Iya, Alana. Hati-hati. Kalau nyasar, tanya-tanya aja ke orang sekitar, ruang Abimanyu ada di mana," saran Edgar.

Lantas, Edgar pun berlalu keluar kantor. Sementara Alana, masuk dan menuju lift yang ada di dekat lobi. Beberapa pasang mata tertuju padanya, tetapi tak dihiraukan sama sekali.

Alana sebenarnya agak malu. Namun, melihat respons Edgar di depan tadi begitu baik, dia jadi percaya diri untuk berada di tempat itu sebagai kekasih Abimanyu. Gadis itu dengan anggun memasuki lift yang baru saja terbuka.

Waktu sudah menunjukkan pukul 18.00 WIB. Biasanya, Abimanyu sedang istirahat. Jadi, Alana datang di waktu yang tepat.

"Mbak, saya mau bertanya. Ruangan Bapak Abimanyu di sebelah mana, ya?" tanya Alana kepada salah satu karyawan yang sedang berjalan menuju lift di lantai tujuh.

Karyawan itu menunjuk ruangan Abimanyu dari kejauhan. Sepetinya, dia sedang buru-buru untuk turun. Mungkin pula sudah tidak sabar untuk pulang.

"Terima kasih, Mbak."

Alana berjalan lagi beberapa meter menuju ruangan yang letaknya paling ujung. Di depan pintu ruangan Abimanyu, pemandangannya begitu indah. Kaca besar sengaja dipasang agar lebih luas menatap Kota Jakarta dari ketinggian.

Saat di depan pintu yang terbuka setengah, Alana mendengar suara dari dalam ruangan. Gadis itu refleks melihat ke dalam. Namun, satu adegan tak terduga baru saja terjadi di dalam ruangan. Hatinya seketika menciut melihat kejadian tersebut yang hanya berjalan beberapa detik saja.

Alana melihat kekasihnya memeluk perempuan lain. Tubuhnya seketika kaku. Dia tak tahu harus bagaimana sekarang. Hati perempuan mana yang rela kekasihnya memperlakukan orang lain seperti itu.

***

"Om Edgar, apa kabar?" tanya seorang gadis yang terlihat cantik dari kejauhan.

"Siapa, tuh? Keluarga Pak Edgar?" tanya Denisa kepada Frisila yang bekerja di bagian administrasi.

Dua wanita itu tengah memperbincangkan gadis yang baru datang. Gadis cantik dengan tubuh ideal yang terlihat akrab dengan bosnya. Gadis itu terdengar menanyakan ruangan Abimanyu, Direktur Utama baru di Elephant.

"Eh, tahu nggak, sih," ujar seorang perempuan yang baru datang ke lobi membuat rasa penasaran Denisa dan Frisila kian meningkat.

"Apaan?" tanya Frisila.

"Itu, tuh, yang lagi ngobrol sama Pak Edgar. Dia pacarnya Pak Abi tahu," ujar Ega seraya menunjuk dua orang yang sedang berbincang di pintu depan kantor.

"Sumpah? Kata siapa lo?" tanya Denisa yang cukup terkejut dengan pernyataan itu.

"Iya, gue, kan, suka ngepoin Instagram Pak Abi." Ega terlihat cengengesan saat mengakui hal tersebut.

Dari ketiga perempuan itu, yang sorot matanya terlihat sinis adalah Denisa, sekretaris Abimanyu. Tak lama, perempuan itu berlalu dari lobi sambil membawa berkas yang dia minta dari Frisila. Dia naik lift, diikuti Ega yang ketinggalan pengecas gawai di ruangannya.

Kedua perempuan itu sama-sama menuju lantai tujuh. Namun, mereka berpisah di tengah gedung. Denisa lurus ke ruangan yang paling ujung. Sementara Ega, belok ke kanan menuju ruangannya.

Denisa sedikit melambatkan langkah kakinya. Dia tahu bahwa ada yang sedang naik di lift. Setelah seseorang yang ditunggunya keluar lift, perempuan itu masuk ke ruangan Abimanyu tanpa menutup pintu.

"Permisi, Pak," sapa Denisa saat membuka pintu.

"Masuk, Denisa." Abimanyu yang masih duduk di kursinya mempersilakan perempuan itu untuk masuk.

"Ini berkas yang Bapak minta," ujar Denisa seraya melangkah lambat.

"Tadi, kan, kamu udah ngasih berkas ke saya. Saya enggak minta lagi perasaan. Coba sini saya lihat."

Abimanyu merasa bingung dengan sekretarisnya. Padahal, beberapa menit sebelumnya, Denisa sudah memberikan berkas yang dia minta. Namun, tak ada salahnya jika dia mengecek ulang karena Abimanyu sendiri pun merasa kurang fokus.

Abimanyu berdiri untuk melihat berkas yang dibawa Denisa. Sekalian dirinya meregangkan badan karena pegal duduk berjam-jam. Namun, saat Denisa melangkah, hak sepatunya membuat kaki jenjang itu keseleo.

Suara hak yang patah cukup nyaring di ruangan sepi. Tubuh Denisa dengan refleks condong ke dada bidang Abimanyu. Lengan kanannya yang memegang berkas, tepat berada di bahu kiri Abimanyu. Sementara lengan kirinya memegang sudut dalam sikut sang Direktur yang juga refleks menopangnya.

Saat terdengar langkah kaki dan suara keresek yang mendekat ke pintu ruangan, Denisa berhasil menyimpulkan senyum smirknya. Dia seakan berhasil menyusun rencana dadakannya. Beberapa detik kemudian, Abimanyu melepaskan pelukan tanpa sengaja itu.

° ° °

B E R S A M B U N G

° ° °

Please, Author nyesek banget ngetiknya. 😭

...

Terima kasih banyak sudah membaca Hack Heart bab ini. Silakan tinggalkan jejak melalui vote dan komen, ya. 🤗

...

Kamis, 3 Maret 2022

-- dheisyaadhya --

HACK HEART [END] ✓Where stories live. Discover now