print(16)

45 5 2
                                    

Dia malu kalau terlihat lemah di hadapan banyak orang.

• • •

Abimanyu melihat seseorang yang datang ke ruangannya. Seorang gadis yang sudah jarang dia temui. Namun, pertemuannya sekarang malah membuat gadis itu diam.

Abimanyu buru-buru melepaskan perempuan di depannya. Dia langsung keluar menyusul Alana. Gadis itu duduk di kursi kosong yang tak jauh dari ruangan barusan.

"Sayang," sapa Abimanyu pelan.

Alana masih diam. Tatapannya lurus ke depan, melihat pemandangan kota yang terhalang kaca. Wajahnya datar. Tak sedikit pun dia ingin menoleh ke arah kekasihnya.

Hatinya masih sakit. Dadanya masih sesak. Kini, bukan amarah yang meluap, melainkan rasa kecewa yang semakin dalam.

"Sayang, ini cuma salah paham," ujar Abimanyu yang berusaha menjelaskan.

Alana tetap diam. Entah apa yang dia inginkan. Kejadian barusan masih terbayang di benaknya. Semakin diingat, dadanya semakin sesak.

Abimanyu bukan tipe orang yang banyak bicara. Dia sebenarnya bingung harus berbuat apa. Dia terus berpikir cara membuktikan bahwa tadi hanya salah paham.

Karena bingung mencari pembelaan, Abimanyu hanya bisa memeluk Alana dari samping. Gadis itu tetap diam. Dia membiarkan Abimanyu memeluknya, tanpa dibalas.

"Sayang, aku minta maaf. Tapi, ini beneran salah paham. Aku bakal kasih bukti ke kamu. Aku bener-bener enggak pernah main belakang. Di hati aku cuma ada kamu, Na." Abimanyu semakin mengeratkan pelukan meski sedikit susah karena mereka sambil duduk.

Kini, Alana membalas pelukan Abimanyu pelan. Gadis itu menyandarkan pipi kanannya di bahu kanan Abimanyu. Dia masih merasa lelah untuk meributkan hal seperti ini. Apalagi, tubuhnya semakin merasa panas.

Beberapa saat kemudian, Abimanyu melepaskan pelukannya. Dia merapikan rambut Alana yang menghalangi wajah. Tepat saat telapak tangannya memegang pipi Alana, suhu tubuh yang panas mulai terasa.

"Ana sakit?" tanya Abimanyu seraya mengecek kening dan leher kekasihnya.

Alana yang sudah lemas pun bersandar di dada bidang kekasihnya. Matanya dipejamkan sesekali lebih lama. Kini, tubuhnya sudah terasa tidak enak.

"Kita ke dokter sekarang, ya. Bentar, aku bawa tas dulu di ruangan," ujar Abimanyu yang menyandarkan Alana ke sandaran kursi. "Ana diem di sini dulu, ya."

Alana hanya diam, menyetujui perintah lelaki itu. Setelah Abimanyu masuk ke ruangannya, gadis itu memejamkan mata lagi. Kini, tangannya dilipat di depan dada. Kepalanya disandarkan ke tembok belakang kursi.

***

"Pak, saya minta maaf. Saya bener-bener enggak sengaja." Denisa langsung menghampiri Abimanyu yang baru saja masuk kembali ke ruangan.

Abimanyu tak menghiraukan permintaan maaf Denisa. Dia memang kesal dengan perempuan itu. Makin, dia pun tak bisa berbuat banyak. Kalau pun dia memaki Denisa, hanya membuang waktunya saja.

Kini, Abimanyu bergegas memasukkan laptop dan perlengkapan lainnya ke tas jinjing. Tak lupa, dia pun mengambil gawainya yang masih tergeletak di atas meja. Dia menoleh sebentar ke arah Denisa yang masih diam.

Abimanyu melihat ke arah kaki Denisa yang haknya patah. Setelah dilihat-lihat, kakinya tidak apa-apa. Lantas, lelaki itu mendekat ke arah Denisa yang diam di dekat sofa tamu. Mereka hanya berjarak sekitar 1 meter.

"Kamu kalau beli sepatu itu yang bagus, yang mahal, biar enggak gampang patah. Lagian, gaji kamu juga gede. Masa beli sepatu yang haknya kuat aja enggak bisa," ujar Abimanyu pelan yang mampu menusuk ke gendang telinga Denisa.

Abimanyu mengambil jasnya yang disimpan di sandaran kursi. Seraya berjalan menuju kursi, lelaki itu berbicara lagi kepada Denisa yang masih diam.

"Silakan tinggalkan ruangan saya," titah Abimanyu dengan sopan. "Dan tidak usah berbicara apa pun pada kekasih saya yang sedang duduk di depan."

Perkataan Abimanyu cukup membuat Denisa geram dan malu. Dia merasa harga dirinya dijatuhkan begitu saja oleh orang yang disukainya. Namun, dia memang salah atas perbuatannya.

Sebelum keluar, perempuan itu mengambil haknya yang patah. Lantas, dia berlalu dengan langkah kaki yang pincang karena sepatunya tinggi sebelah. Saat di luar, dia melihat seorang perempuan yang sangat jelas lebih cantik perempuan tersebut.

Sebenarnya, di lubuk hati yang paling dalam, Denisa ingin berbicara sesuatu pada kekasih bosnya. Namun, dia urungkan karena takut dipecat. Tadi saja reaksi Abimanyu langsung berubah. Apalagi, kalau dirinya menambah masalah. Akhirnya, Denisa melewati Alana begitu saja.

***

"Sayang," ucap Abimanyu lembut. "Yuk, ke dokter dulu," ajaknya seraya merangkul bahu Alana.

Alana beranjak dari tempat duduknya. Tangan Abimanyu masih berada di bahunya untuk menopang tubuh agar tak meluruh. Sebenarnya, Alana masih kuat berjalan. Namun, dia membiarkan Abimanyu memperlakukannya seperti itu.

Saat sampai di lantai satu dan keluar dari lift, Alana memberi tahu Abimanyu agar tak merangkulnya terus. Dia malu kalau terlihat lemah di hadapan banyak orang. Apalagi ini hari pertamanya datang ke kantor Abimanyu.

Setelah di dalam mobil, Abimanyu baru menyadari dengan kantong keresek yang dibawa kekasihnya. Lantas, dia menanyakan apa yang dibawa Alana. Gadis itu hanya menyodorkannya.

"Tadi aku bawa ini buat Abi," ucapnya lemah. Gadis itu tengah bersandar ke jok mobil karena kepalanya sudah mulai pusing.

Abimanyu terlihat iba karena Alana masih sempat membawakan makanan. Ternyata, saat dia datang malah terjadi hal yang tak mengenakkan.

"Makasih, ya. Nanti kita makan sambil nunggu macet," ujar Abimanyu yang sangat yakin bahwa mereka akan terjebak macet.

° ° °

B E R S A M B U N G

° ° °

Yah, Alana malah makin sakit. 😭

...

Terima kasih banyak sudah membaca Hack Heart bab ini. Silakan tinggalkan jejak melalui vote dan komen, ya. 🤗

...

Jumat, 4 Maret 2022

-- dheisyaadhya --

HACK HEART [END] ✓Where stories live. Discover now