DUA PULUH DUA : Alastair Elio

1.2K 42 4
                                    

Hari ini Ayara baru saja pulang dari rumah sakit, perempuan itu langsung dibawa Alastair ke unitnya bersama Jagat---rasanya tak mungkin membiarkan Ayara kembali ke tempat dimana ia mendapatkan perlakuan buruk dari Tara

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Hari ini Ayara baru saja pulang dari rumah sakit, perempuan itu langsung dibawa Alastair ke unitnya bersama Jagat---rasanya tak mungkin membiarkan Ayara kembali ke tempat dimana ia mendapatkan perlakuan buruk dari Tara. 

"Nggak apa-apa kan lo yang ambil beberapa barangnya Yara?" tanya Alastair.

"Iya, its okay santai aja Bang. Lagian memang Kak Yara nggak bisa lo tinggal juga. Abis perlu di kampus selesai, gue langsung ke unitnya Kak Yara," ujar Jagat sambil memakai jaket kulitnya. 

"Hati-hati lo dijalan, jangan ngebut," peringat Alastair. 

Sepeninggal Jagat, lelaki itu kembali ke kamarnya. Ternyata Ayara belum tertidur dan masih menatap layar TV yang sengaja dibiarkan menyala oleh lelaki tersebut. 

"Gue kira lo udah tidur," Alastair naik ke tempat tidur dan merebahkan dirinya di samping Ayara.

"Bosen gue tidur terus," sahut Ayara.  

Suasana hening sesaat, meski baru beberapa hari--tapi ia begitu menyadari bahwa bobot tubuh Ayara turun cukup banyak. Tangannya merapikan anak rambut perempuan tersebut yang sedikit berantakan. 

"Lo mau makan sesuatu? Mau gue bikinin atau delivery?" tawar Alastair.

Ayara tak menjawab, tangan perempuan itu hanya mengenggam tangan Alastair dengan erat. 

"Lo nggak perlu takut, Yar. Dia nggak akan kesini, disini ada gue sama Jagat yang bakal jagain lo.  Bang Rillo juga bilang kalau dia bakal dapet balasan yang setimpal," ujar Alastair, ibu jarinya mengelus jari-jari milik Ayara dengan lembut. 

Bibir Ayara sama sekali tak bergerak untuk menanggapi jawaban Alastair barusan, yang terlihat hanyalah buliran air matanya yang mengalir dari kedua bola matanya. 

"Yara...," rasanya hati Alastair remuk melihat Ayara yang selemah ini, perempuan dihadapannya ini jarang menangis bahkan mengeluh sakit pun bisa dihitung jari. Namun kini, rasanya seluruh jiwa semangat Ayara terenggut dalam waktu singkat, yang lelaki itu lihat hanyalah tatapan kosong, air mata dan berat tubuhnya yang menyusut. 

"Air, memangnya gue salah selama ini tidur sama lo?" tanya Ayara.

"Nggak, Yar. Lo nggak salah tidur sama gue, lo lakuin itu juga atas kemauan lo sendiri. Kalau lo lagi punya pacar pun, lo nggak pernah lakuin sama gue," jawab Alastair.

"Tapi kata dia, gue murahan. Katanya kenapa gue mesti tidur sama lo lagi disaat gue deket  sama dia. Dia bilang, apa dia nggak bisa muasin gue sampai balik lagi ke lo. Gue salah, Air. Gue salah tidur disaat bersamaan sama lo sekaligus Tara. Gue kotor, Air. Kotor !!!" cerocos Ayara, ia menutupi telinga dengan kedua tangannya. 

"Dengerin gue, Yar. Nggak ada yang salah sama diri lo, sama keputusan lo selama ini buat tidur sama orang yang lo sayang. Lo jangan pernah lagi inget-inget kata Tara, Yar. Lo sama sekali nggak murahan, lo nggak tidur sama sembarang cowok atau jajan diluar sana. Lo lebih sering lakuin sama gue atau seseorang yang berhubungan sama lo. Lo berharga, Yar. Lo sama sekali nggak kotor, lo layak buat disayangi Ayara," jelas Alastair. 

"Tara pasti balik lagi, Air. Dia pasti balik lagi buat nyariin gue, dia bilang kalau gue nekat deket sama lo lagi, dia bakal lakuin hal yang sama. Dia bakal nyakitin gue lagi, dia...,"

"Yara, liat gue !!!" Alastair memegang pundak Ayara dan setengah memaksa perempuan tersebut untuk menatapnya.

"Sekarang lo di rumah gue, Yar. Tempat teraman buat lo, Tara nggak akan pernah bisa kesini. Seujung jari kukunya pun gue pastiin nggak akan pernah nyentuh lo lagi. Lo bakal baik-baik aja disini, Ayara," lelaki itu menekankan setiap kata yang keluar dari bibirnya, ia harap Ayara akan tenang mendengarnya. 

"A..Air...," suara Ayara terdengar bergetar.

"Sekarang lo minum obat, habis itu tidur. Lo masih butuh istirahat, Yar. Lo tenang dan gue nggak akan kemana-mana," ujar Alastair.

Ayara mengangguk pelan, Alastair membantunya untuk meminum obat. Ia elus kepala perempuan itu lembut dan membiarkan lengannya menjadi bantal untuk Ayara. Tak sampai 15 menit, Ayara sudah tertidur pulas dalam dekapan Alastair. Tidurnya tampak tenang dan lelaki itu berharap agar Ayara tak dihampiri mimpi buruk untuk hari ini. 

Ke tempat biasa, biar Ayara dijaga sama orang kepercayaan gue. Dia disini. 

Pesan itu datang dari Cirillo, Alastair menarik lengannya yang masih dijadikan bantal oleh Ayara dengan perlahan. Ia memastikan agar perempuan tersebut tak terbangun dari tidurnya. Setelah orang kepercayaan Cirillo datang, lelaki tersebut mengambil jaket dan kunci mobilnya.

"Titip Ayara," pesannya sekali lagi sebelum pintu unitnya tertutup.

***

Tempat yang dimaksud oleh Cirillo ternyata The Nine---ruang rahasia yang berada di bawah tanah Caelum. Ruangan yang biasanya dijadikan tempat Cirillo dan para petinggi Caelum untuk berkumpul atau membereskan masalah yang dihadapi. Dan Tara adalah salah satu masalah tersebut, sesuatu yang harus dibereskan sebelum mereka bawa lelaki tersebut ke muka hukum. 

"Lo libatin orang lain dalam masalah ini. Pengecut," seolah tanpa rasa bersalah sedikitpun, Tara menatap Alastair lurus-lurus bahkan lelaki itu masih sempat mengulas senyum di wajahnya.

"LO YANG PENGECUT ANJING !!!! LO UDAH NYAKITIN AYARA !!!" tanpa banyak berpikir, Alastair melayangkan tinjunya tepat ke wajah Tara, hingga lelaki itu jatuh dan tersungkur dari kursi.

"Hahahahha, lo siapanya Ayara? Dari dulu lo cuma sahabatnya dia, nggak lebih !!! Kenapa lo merasa paling berhak atas dia, hah? Lo bukan siapa-siapanya !!!" Tara menyeka darah yang mengalir dari sudut bibirnya.

"Terus lo siapa? Lo mantan, Tara !!! Lo mantan Yara !!! Nggak lebih, dan lo jauh nggak lebih berhak atas Yara. Lo mau apa niatnya? Minta balikan, kan? Tapi apa? Baliknya lo ke hidup Yara, bikin dia hancur !!!! Lo segitu maunya balik ke dia, Tar? Iya? Lo cuma masa lalu !!!" belum sepenuhnya Tara berdiri, Alastair sudah menendang ulu hati lelaki itu hingga kembali tersungkur.

Namun kini Tara dengan cepat berdiri, ia balas pukulan Alastair tepat di perut lelaki Elio tersebut. Alastair membalasnya lagi, Tara pun membalas pukulan Alastair kembali. Mereka saling baku hantam hingga darah berada dimana-mana dan wajah mereka membiru. 

"Dari dulu gue nggak pernah suka sama lo, Air. Lo terlalu mendominasi hidup Ayara, hidup dia selalu berisikan lo. Lo gantung dia supaya tetep deket sama lo dan bahkan muasin lo. Lo nggak kasian sama dia? Lo nggak mau lepasin dia buat cari kebahagiaan sepenuhnya? Lo egois, Air,"

"Hahhahaha, lucu lo. Lo nggak tahu apa-apa soal gue sama Yara, kalau gue jadiin dia pemuas--gue bakal bertindak sama brengseknya yang kayak lo lakuin ke dia, Tar. Gue sama Yara lakuin atas dasar saling mau dan lo nggak pantas bilang dia murahan !!!" kali ini tinju Alastair benar-benar keras hingga darah keluar dengan deras dari sela-sela gigi Tara. 

"Gue rasa udah cukup, Air," Rillo yang sedari tadi menjadi penonton akhirnya mendekat.

"Bang...," emosi Alastair rasanya belum selesai untuk diluapkan.

"Lusa gue bakal bikin laporan atas kasus Ayara," ujar Cirillo.

"Sampai jumpa di jalur hukum, Tara," ucap Alastair.

BUGH !!! sebuah tongkat bisbol terayun dan mendarat sempurna di punggung Tara, kini lelaki itu benar-benar jatuh tak sadarkan diri.

"Makasih atas bantuan lo, Bang," Alastair menarik beberapa lembar tisu dan membersihkan sisa lukanya.

"Lo nggak perlu berterimakasih, siapapun yang nyari masalah dan sakitin orang-orang gue itu bakal jadi urusan gue juga. Gue bakal bikin perhitungan sampai selesai," Cirillo menjentikkan jarinya, lelaki itu menghubungi anak buahnya dan tak lama Alastair juga Cirillo keluar dari The Nine. 

***

Midnight Madness (Jeno,Jaehyun & Johnny) -END-Where stories live. Discover now