MISTAKEN : Pranala & Mahardika Arsenio

575 20 8
                                    

"Kamu darimana aja, Nak? Kok jam segini baru pulang?" Pranala agak terkejut ketika mendapati sang Papa masih menungguinya, padahal jam sudah menunjukkan pukul 01

Ups! Ten obraz nie jest zgodny z naszymi wytycznymi. Aby kontynuować, spróbuj go usunąć lub użyć innego.

"Kamu darimana aja, Nak? Kok jam segini baru pulang?" Pranala agak terkejut ketika mendapati sang Papa masih menungguinya, padahal jam sudah menunjukkan pukul 01.00. 

"Dari Bandung, Pa," tanggap lelaki itu.

"Bandung? Kamu habis ketemu siapa? Setahu Papa kamu nggak punya temen disana," sebagai anak satu-satunya, jelas Maha begitu memperhatikan Pranala bahkan hingga soal teman sekalipun.

"Apa gue harus bicarain soal Mama ke Papa sekarang juga?" batin Pranala. 

"Nak? Kok kamu diem aja?" tanya Maha sekali lagi.

"Aku mau bicara serius sama Papa," ujar Pranala.

Maha menepuk sisi sofa yang kosong, jarang-jarang anak lelakinya seperti ini. Pranala tipe anak yang penurut dan tak banyak menuntut, seringkali Maha yang harus bertanya apakah perasaan Pranala baik-baik saja atau tidak.

"Tadi sebenarnya aku ke Bandung buat jenguk Mama," seusai kalimat itu, netra Pranala bisa melihat perubahan air muka Papanya.

"Mamamu? Kenapa kamu bisa sampai kesana?" 

"Aku minta alamatnya ke Pak Raya, awalnya dia nggak mau kasih---tapi aku bujuk. Aku tahu kalau selama ini Papa dan Pak Raya sembunyiin sesuatu soal Mama dan kurasa sekarang waktu yang tepat," 

Maha diam--ia tak menyangka kalau hari ini akan datang, hari dimana Pranala akan mengetahui luka paling besar bagi keluarga mereka.

"Ternyata Mama udah 8 tahun dirawat, aku lega Papa masih peduli dengan ikut biayain perawatan Mama--tapi aku nggak sangka kalau Papa juga jadi salah satu sebab Mama depresi," 

Bayang-bayang kejadian itu seolah kembali terputar di pikiran Maha, bagaimana hari itu dengan teganya ia melepas segala amarah dan nafsunya pada Brisa, bagaimana ia menjadi tuli dan tak memperdulikan perempuannya itu kesakitan bahkan hingga kehilangan calon bayi kedua mereka.

"Aku nggak tahu salah Mama sefatal apa sampai Papa tega, tapi apa harus sampai Papa jadi salah satu sebabnya?" tatapan Pranala bercampur antara sedih dan kecewa. 

"Maafin Papa, Nak. Papa memang ikut bersalah waktu itu," 

"Kenapa Papa sampai gugat cerai Mama? Kenapa Papa sampai lakuin kekerasan seksual ke perempuan yang paling Papa cintai? Papa lupa kalau Mama itu perempuan yang lahirin aku?" 

"Nala..,"

"Sekarang aku paham, kalau Papa secara halus jauhin Mama dari kehidupanku. Papa suruh aku studi ke Inggris juga supaya aku nggak sering berhubungan sama Mama, ternyata waktu aku mau lulus SMP--Mama udah dibawa ke Bandung dan dirawat. Iya, kan?" 

"Papa lakuin semua ini demi kebaikanmu, Nala," 

"Atau Papa berharap aku bakal benci Mama secara nggak sadar?"

"Maksud Papa bukan begitu dan nggak ada niat seperti itu," Maha menggeleng keras.

Pranala terdiam untuk sesaat.

Midnight Madness (Jeno,Jaehyun & Johnny) -END-Opowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz