PART 4

66 16 129
                                    

Bukan tak ingin jatuh cinta, hanya saja rasanya seperti membuka kenangan lama.

***

Saat ini Raga dan Nayyara pulang sekolah bersama dengan menaiki motor Raga.

Mereka berdua akan mengerjakan tugas bersama yang diberikan oleh Bu Lana.

"Yar, laper," ucap Raga tiba-tiba, saat ini mereka masih di jalan menuju rumah Nayyara.

"Ya, kalo laper makan lah," sahut Nayyara, aneh sekali si Raga. Laper ya makan, masa tidur.

"Gak peka anjir! Maksud gue, mau numpang makan nanti di rumah lo," ucap Raga membuat Nayyara tertawa kecil, sebenarnya Nayyara paham, hanya saja pura-pura tidak peka.

Tanpa terasa, motor dominan warna merah dan hitam milik Raga telah sampai di depan rumah Nayyara.

Saat memasuki rumah, Nayyara langsung menyuruh Raga duduk di ruang tamu, dan dirinya akan mengganti pakaian lebih dulu.

Saat Nayyara keluar dari kamar dan menuju ruang tamu, betapa kagetnya Nayyara, melihat Raga sedang berbicara dengan pria paruh baya.

"Nah, itu Yara, Om," ucap Raga sambil mengarahkan pandangan ke arah dirinya yang sedang diam menatap pria paruh baya tersebut.

"Ayah, ada urusan apa ke sini?" tanya Nayyara sambi duduk di salah satu bangku di ruang tamu.

Ya, pria paruh baya itu adalah Ayah kandung Nayyara, yang telah lama meninggalkan Mamanya dan dirinya bertahun-tahun.

"Ayah, cuma mau liat keadaan anak perempuan Ayah yang cantik," ucap Teguh Rahaja—Ayah dari Nayyara.

"Gak ada anak yang baik-baik aja, setelah ditinggal pergi orang tuanya," ucap Nayyara menatap Teguh dengan tajam.

Bukan Nayyara tidak bisa memaafkan masa lalu, hanya saja masa lalu itu terlalu susah untuk dilupakan.

"Yara, maafin Ayah," ucap Teguh lebih mendekat ke arah Nayyara.

"Ayah seharusnya minta maaf sama Mama, bukan sama Yara!" tegas Nayyara membuat Teguh terdiam.

Teguh mengehela nafas dengan panjang, dirinya memang sudah menyadari bahwa apa yang dia lakukan di masa lalu adalah kesalahan dirinya.

Wajar saja bila anak perempuannya itu sangat membenci dirinya. Itu memang pantas dirinya dapatkan.

"Ya udah, Ayah lega lihat kamu baik-baik aja, dan tumbuh remaja dengan baik, Ayah pamit dulu ya, kalau kamu butuh apa-apa kamu telepon Ayah aja, ini nomor Ayah," ucap Teguh sambil memberikan secarik kertas yang berisikan nomor telepon dirinya.

Sedari tadi, Raga hanya diam memperhatikan percakapan antara anak dan Ayah yang sedang tidak baik-baik saja itu, karena Raga tahu batasan bahwa dirinya tidak boleh ikut campur urusan keluarga Nayyara.

Setelah Teguh keluar dari kediaman rumah Nayyara, akhirnya Nayyara menghembuskan nafas lega.

Raga yang melihat perubahan raut wajah Nayyara langsung duduk mendekat ke arah Nayyara dan mengusap punggung Nayyara dengan pelan.

"Yar, lo gak apa-apa, kan?" tanya Raga sambil mengusap punggung Nayyara pelan.

Nayyara tersenyum membalas pertanyaan Raga, ini adalah pertama kalinya Nayyara bertemu dengan Ayahnya secara langsung setelah delapan tahun berlalu.

Filhellenisme (END)Onde histórias criam vida. Descubra agora