16

2.1K 332 25
                                    

"Aku cemas pendampingku akan terserang flu jika terlalu lama diterpa angin malam."

Jungwon membungkuk sejenak, "Yang Mulia, apa yang sedang Anda lakukan di sini?"

Jubah tidur Raja menghantarkan kehangatan pada tubuhnya. Aroma  Jungwon kalah oleh aroma khas Raja yang maskulin. Rasanya seperti dipeluk dari belakang, padahal kenyataanya ia sedang berdiri menghadap Jongseong.

"Pertanyaan itu lebih cocok untukmu, Pangeran Permaisuri," sanggahnya, "Sekarang jawab aku, mengapa kau malah berjalan-jalan  di tepi danau, bukannya beristirahat?"

"Aku butuh udara segar."

"Kau bisa mendapatkannya dengan duduk nyaman di teras istana khusus Pangeran Permaisuri," jawab Jongseong cepat. Nada suaranya terdengar menekan.

Jungwon berpikir sejenak berusaha mencari alasan agar bisa tinggal lebih lama di sini. Netranya turun menatap tanah sedang keningnya mengerut-ngerut. Jongseong tanpa sadar menarik sudut bibirnya. Menurutnya, wajah Pangeran Permaisuri yang sedang berpikir keras sangatlah menggemaskan.

"Um … aku ingin melihat bunga(?)" jawab Jungwon ragu.

Jongseong tersenyum geli, ia lalu menggeleng tak habis pikir, "Kau menumbuhkan banyak jenis bunga untuk menghiasi kediamanmu, bahkan istana khusus Pangeran Permaisuri lebih cocok disebut kebun bunga daripada yang seharusnya."

Lelaki dengan tusuk rambut giok hijau itu kembali memutar otak. Dia baru saja tiba di danau dan tidak ingin kembali dalam waktu dekat, tak peduli pada Dayang Lim yang mencemaskannya. Jungwon bosan berdiam diri di kamarnya terus. Dayang Lim tidak membiarkannya melakukan apapun.

Jika saja ada Kim Sunoo, huin itu pasti sudah menceritakan banyak hal pada Jungwon. Entah itu tentang kehidupan populernya sebagai Huin paling menawan di Istana, atau gosip-gosip legendaris di antara dayang-atau huin. Jungwon sebenarnya tidak terlalu suka membicarakan orang, ia lebih suka mendengar.

Seketika Pangeran Permaisuri mendapat ide, "Aku butuh teman bicara," ucapnya antusias. Semakin menambah kadar kegemasan yang membuat Jongseong tertegun selama beberapa detik.

Sepasang mata berbeda sorot itu saling bersibobrok. Waktu bagai melambat setelahnya. Gemerisik dedaunan serta gesekan antar dahan bagai sebuah lagu pengiring untuk sepasang suami itu. Mereka merasakan getaran yang menghangatkan hati keduanya. Memperkuat bukti tentang betapa kuatnya pengaruh tatapan. Menghipnotis satu sama lain, dan menenggelamkan dalam lautan pesona.

Dengan suara rendah yang khas dan serak, Park Jongseong berucap , "Kau memiliki aku."

Jungwon menunduk. Senyumnya muncul malu-malu, menampakkan lesung di kedua pipi gembilnya, "Aku merasa senang sekaligus lega mendengarmu berucap demikian, Yang Mulia."

Entah sudah berapa lama Jungwon menantikan hal itu. Kalimat sederhana yang bermakna bahwa dirinya tidak sendirian lagi. Bahwa Raja menerimanya sebagai Pangeran Permaisuri sekaligus suami. Perasannya membuncah. Bunga-bunga yang mengatup dalam hatinya mulai bermekaran, meledakkan serbuk kebahagiaan.

"Kita kembali ke istana khusus Pangeran Permaisuri. Baru setelah itu aku menemanimu mengobrol."

"Yang Mulia, tidak bisakah kita menikmati terpaan cahaya bulan lebih lama lagi?"" suara Jungwon terdengar sedih. Raja menghela panjang.

Satu hal yang perlu kalian tahu, Raja Jongseong sangat tidak suka menerima bantahan, termasuk pada hal kecil sekalipun. Terlahir sebagai seorang pewaris membuatnya terbiasa memerintah. Baginya, menolak sama dengan tidak menghargai keputusannya. Apalagi jika Jongseong memahami dampak dari akibat membantah ucapannya, seperti yang Pangeran Permaisuri lakukan.

The Shadow ; jaywon auWhere stories live. Discover now