20

2.4K 349 35
                                    

Park Jongseong turun dari atas kuda, berjalan masuk menuju tenda perburuan. Ia sempat melakukan kontak mata dengan Kim Jinseong yang duduk di kursi tunggal. Di sebelahnya, Na Jaehyun tersenyum ketika menyadari kedatangannya. Jongseong hanya menganggukkan kepala samar, setelah itu menghampiri tenda seberang di mana Yang Hwan dan Kim Namjoon berada.

Yang Hwan berdiri, matanya membulat, "Baginda Raja."

Jongseong membungkuk lalu tanpa basa-basi berkata, "Ayah mertua, kupersembahkan kepala rusa ini untukmu."

Yang Hwan tampak senang. Ia tersenyum sampai mata bulatnya membentuk lengkungan. Mirip seperti Jungwon. Tangannya membuka penutup kain yang terdapat bercak darah, tanduk rusa bercabang itu segera terpampang di depan wajahnya.

"Luar biasa!" Yang Hwan berdecak kagum, "Tanduk ini terlihat indah. Ucapan terima kasih saja tidak akan cukup untuk mengungkapkan rasa syukurku pada Baginda Raja. Anda sudah bekerja keras untuk mendapatkannya."

"Indah dan kokoh," Kim Namjoon ikut menilai. Sedetik kemudian dia berkata, "Tuan Yang Hwan, bagaimana ini? Sejak tadi kau dan aku menebak-nebak hewan apa yang sekiranya akan dibawa Pangeran Permaisuri. Namun, tidak disangka yang datang lebih dulu untuk menyenangkan hatimu ternyata Baginda Raja, bukan putramu sendiri."

Yang Hwan dan Kim Namjoon tertawa renyah. Jongseong hanya tersenyum tipis, menyimak percakapan mereka dengan hati yang hangat.

Yang Hwan berdecak pelan, menggelengkan kepalanya tidak senang, "Anak itu, berani-beraninya dia menantang Baginda Raja. Entah apa yang sedang dia lakukan sekarang. Tidak seharusnya orang tua ini berharap banyak."

"Lelaki memiliki naluri kuat untuk berkompetisi," Jongseong meletakkan kedua tangannya di belakang tubuh. Alis pedang lelaki itu terangkat satu, "Pangeran Permaisuri akan membidik apapun yang dia lihat demi menyelamatkan wajahnya," senyum tipisnya berubah menjadi seringai meremehkan.

Yang Hwan menatap bergantian ke arah Jongseong dan Namjoon, kemudian dia berkata masam, "Jika Pangeran Permaisuri membawa seikat kelinci, aku minta kerja sama kalian untuk menyanjungnya."

Ketiga lelaki berbeda usia itu kemudian terbahak. Suara tawa mereka terdengar sampai ke seberang tenda di mana Jinseong berada. Dia memerhatikan pemandangan itu dengan raut yang sulit dijelaskan.

Na Jaehyun membuka kipas lipat berlatar warna keemasan, menutupi setengah wajahnya dengan benda itu hingga hanya sepasang matanya saja yang terlihat. Tubuhnya condong ke arah Kim Jinseong, lalu dia berbisik sembari mengawasi Namjoon.

"Tuan Jinseong, mengapa kau tidak bergabung bersama putra tertuamu? Buka matamu lebar-lebar dan lihatlah keluarga harmonis itu," cibirnya tidak senang.

Jinseong berkata dingin, "Kau pikir aku tidak lihat? Lebih baik berikan matamu pada orang buta. Setidaknya akan lebih berguna daripada kau yang menggunakannya. "

Jaehyun memutar bola mata jengah. Helaian di sekitar bahunya bergerak-gerak terkena sapuan angin dari kipasnya. Dia bernyali tinggi. Setelah mendapat tanggapan pedas, Lelaki bermarga Na itu kembali menuangkan minyak di atas api. Tidak memberikan ketenangan sedikitpun pada Kim Jinseong.

"Ekhem! Aigoo, Aigoo, betapa malangnya," dia menggeleng prihatin, "Bertahun-tahun berlalu sejak perburuan kerajaan terakhir, dan Raja malah memberikan hadiah pada mertuanya? Sepertinya rasa hormat Raja padamu berkurang."

Jinseong melirik. Ada semacam peringatan yang berkilat di matanya. Na Jaehyun menyadari itu dengan jelas, tetapi dia tidak merasa terancam sedikitpun. Dia santai mengipasi wajahnya sembari meneguk arak.

"Na Jaehyun, kau beruntung aku tidak bersumbu pendek dan membocorkan identitas pelaku penyeludupan tanaman herbal. Kau masih duduk nyaman di sini, itu karena siapa? Tunjukkan sedikit rasa malu. Lihatlah betapa tebalnya kulitmu," Jinseong berkata berang.

The Shadow ; jaywon auWhere stories live. Discover now